Tugas ke-3 Sosiologi Perkotaan
" Teori Konsumtivisme menurut Marx Weber dan Peter L. Beger "
-Marx Weber
Sumbangan pemikiran sosiologi Marx Weber tentang konsumsi, tampak bahwa Weber juga berbicara soal konsumsi ketika ia memperlihatkan bagaimana cara konsumsi dan gaya hidup seseorang berkaitan dengan etika Prostetan. Dengan kata lain, agama Prostestan memberikan dorongan motivasional untuk menjadi seseorang yang memiliki suatu orientasi agama yang bersifat asketik dalam dunia ( inner-worldly asceticism), yaitu suatu komitmen untuk menuruti keinginan jasadi atau inderawi, atau kenikmatan yang bersifat materisalistik, termasuk cara konsumsi tertentu, demi meraih suatu tujuan spiritual yang tinggi, yaitu keselamatan abadi, melalui pekerjaan di dunia yang di anggap sebagai suatu panggilan suci.
Marx Weber dalam Economy and Society menyatakan bahwa tindakan konsumsi dapat dikatakan sebagai tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku dari individu lain dan oleh karena itu diarahkan pada tujuan tertentu. (Weber [1922] 1978:4). Sedangkan tindakan sosial itu sendiri, menurut Weber, terdiri dari: satu, zweckrationalitat / instrumentally rational action / tindakan rasional instrumental yaitu tindakan yang berdasarkan pertimbangan yang sadar terhadap tujuan tindakan dan pilihan dari alat yang dipergunakan. Misalnya, untuk berpenampialan menarik di tempat kerja seorang wanita muda menggunakan lipstik. Atau agar bisa menarik perhatian dan simpati gadis idamannya, seorang pria membeli mobil baru untuk mengantar jemput gadis idamannya ke kantor. Dua, wertrationalitat/value rational action/tindakan rasional nilai yaitu suatu tindakan dimana tujuan telah ada dalam hubungannya dengan nilai absolute dan akhir bagi individu. Misalnya semua orang perlu makan untuk hidup, namun bagi seorang muslim tidak semua makanan boleh dimakan seperti khamar(alkohol). Tiga, affectual type/ tindakan afektif, yaitu suatu tindakan yang didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar seperti cinta, marah, suka, atau duka. Misalnya mengungkapkan rasa cinta, seorag gadis menggunakan busana berwarna merah jambu, sedangkan untuk mengungkapkan rasa duka ia menggunakan busana warna hitam. Empat, traditional action / tindakan tradisional yaitu tindakan yang dikarenakan kebiasaan atau tradisi.
Menurut pandangan Weber selera merupakan pengikat kelompok dalam (in-group). Aktor-aktor kolektif atau kelompok status, berkompetisi dalam penggunaan barang-barang simbolik. Keberhasilan dalam berkompetisi di tandai dengan kemampuan untuk memonopoli sumber-sumber budaya, akan meningkatkan prestise dan solidaritas kelompok dalam ( [1922] 1978 ).
Hubungan antara konsumsi dan gaya hidup telah lama menjadi pokok persoalan dalam sosiologi. Konsumsi terhadap suatu barang, menurut Weber ( [1922] 1978 ), merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu.konsumsi terhadap barang merupakan landasan bagi penjenjangan dari kelompok status.
-Peter L. Beger
Perspektif Berger tak dapat dilepaskan dari situasi sosiologi Amerika era 1960-an. Saat itu, dominasi fungsionalisme berangsur menurun, seiring mulai ditanggalkannya oleh sosiolog muda. Sosiolog muda beralih ke perspektif konflik (kritis) dan humanisme. Karena itu, gagasan Berger yang lebih humanis (Weber dan Schutz) akan mudah diterima, dan di sisi lain mengambil fungsionalisme (Durkheim) dan konflik (dialektika Marx). Berger mengambil sikap berbeda dengan sosiolog lain dalam menyikapi 'perang' antar aliran dalam sosiologi. Berger cenderung tidak melibatkan dalam pertentangan antar paradigma, namun mencari benang merah, atau mencari titik temu gagasan Marx, Durkheim dan Weber. Benang merah itu bertemu pada; historisitas. Selain itu, benang merah itu yang kemudian menjadikan Berger menekuni makna (Schutz) yang menghasilkan watak ganda masyarakat; masyarakat sebagai kenyataan subyektif (Weber) dan masyarakat sebagai kenyataan obyektif (Durkheim), yang terus berdialektika (Marx). Lalu, dimana posisi teori Berger? Masuk dalam positif, humanis, atau kritis?
Dalam bab kesimpulan di bukunya; Konstruksi Sosial atas Kenyataan: sebuah Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, Berger secara tegas mengatakan bahwa sosiologi merupakan suatu disiplin yang humanistik. Hal ini senada dengan Poloma yang menempatkan teori konstruksi sosial Berger dalam corak interpretatif atau humanis. Hanya saja, pengambilan Berger terhadap paradigma fakta sosial Durkheim menjadi kontroversi ke-humanis-annya. Pengambilan itu pula yang membuat Douglas dan Johnson menggolongkan Berger sebagai Durkheimian: Usaha Berger dan Luckmann merumuskan teori konstruksi sosial atas realitas, pada pokoknya merupakan usaha untuk memberi justifikasi gagasan Durkheim berdasarkan pada pandangan fenomenologi (Hanneman Samuel, 1993: 42). Selain itu, walaupun Berger mengklaim bahwa pendekatannya adalah non-positivistik, ia mengakui jasa positivisme, terutama dalam mendefinisikan kembali aturan penyelidikan empiris bagi ilmu-ilmu sosial (Berger dan Luckmann, 1990: 268).
Upaya yang paling aman (lebih tepat) dalam menggolongkan sosiolog tertentu, rupanya adalah dengan menempatkan sosiolog dalam posisinya sendiri. Dengan mendasari dari pemikiran interaksionisme simbolik, bahwa setiap orang adalah spesifik dan unik. Demikian halnya sosiolog, sebagai seorang manusia, tentu memiliki pemikiran yang unik dan spesifik. Namun hal ini bukan menempatkan sosiolog terpisah dan tidak tercampuri oleh sosiolog lain. Karena itu yang lebih tepat dilakukan adalah dengan mencari jaringan pemikiran (teori) antar sosiolog, bukan menggolong-golongkan. Dalam kasus Berger, maka pemikiran sosiolog sebelumnya yang kentara mempengaruhi teorinya adalah (sebagaimana disinggung di atas): Max Weber, Emile Durkheim, Karl Marx, dan Schutz, serta George Herbert Mead. Pengaruh Weber nampak pada penjelasannya akan makna subyektif yang tak bisa diacuhkan ketika mengkaji gejala yang manusiawi. Tentang dialektika (individu adalah produk masyarakat, masyarakat adalah produk manusia) Berger rupanya meminjam gagasan Marx. Sedang masyarakat sebagai realitas obyektif –yang mempunyai kekuatan memaksa, sekaligus sebagai fakta sosial, adalah sumbangan Durkheim. Schutz rupanya lebih mewarnai dari tokoh lainnya, terutama tentang makna dalam kehidupan sehari-hari (common sense). Secara umum, dalam masalah internalisasi, termasuk tentang 'I' and 'me' dan significant others, Mead menjadi rujukan Berger.
Referensi:
- Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana.
- Damsar. 1997.Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Cetakan-1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar