Selasa, 24 September 2013

labib faishal ariq PMI3 _ TUGAS 3 _ TEORI KONTRUKTIVISME MENURUT MAX WEBER DAN PETER BERGER


TEORI KONTRUKTIVISME MENURUT MAX WEBER dan PETER L BERGER
Menurut Max Weber
            Konstruktivisme adalah perspektif terbaru dalam Studi Hubungan Internasional. Konstruktivisme merupakan perspektif alternatif yang menawarkan penjelasan yang berbeda dari perspektif utama dalam Hubungan Internasional. Ketika Perang Dingin berakhir, neorealist sebagai perspektif utama dalam Hubungan Internasional tidak bisa menjelaskan fenomena tersebut. Konstruktivis yang berakar dari disiplin ilmu Sosiologi menjadi salah satu perspektif yang dipinjam oleh Hubungan Internasional untuk menjelaskan berakhirnya Perang Dingin.
          

            Berakar dari pemikiran Emile Durkheim dan Max Weber, Konstruktivis berfokus pada kekuatan ide yang menjadi kesepakatan bersama. Asumsi dasarnya adalah bahwa ide membentuk realitas. Karena itu realitas bukan hal yang bersifat objektif dan terpisah dari pengamat. Maka dari itu realitas sosial adalah sebuah konstruksi sosial yang intersubjektif.
            Dari asumsi di atas maka suatu sistem internasional adalah sebuah ciptaan manusia. Manusia mempunyai ide bahwa di atas negara terdapat sistem internasional. Ide tersebut menjadi suatu kebenaran yang intersubjektif. Maka dari itu sistem internasional tidak dibentuk oleh materi tapi dibentuk ole ide. Ide tersebut mencakup sistem norma dan pemikiran. Pada dasarnya terdapat pluralitas ide. Ide itu menjdai berbeda di setiap masyarakat dan waktu tertentu. Maka dari itu tidak ada kebenaran yang bersifat universal. Kalaupun ada maka kebenaran itu adalah subjektifitas yang sama antar pengamat. Jika suatu realitas – sistem – dibentuk oleh ide, maka realitas jug adapt dirubah dengan cara ide atau pemikiran yang baru mengenai sebuah realitas.
            Terjadi perbedaan antara Rasionalis dan Konstruktivis dalam memandang sebuah fenomena. Rasionalis memandang fenomena melalui logika konsekuensi. Seorang actor akan mempertimbangkan untung rugi dalam mengambil sebuah tindakan atau beraksi atas lingkungan. Sedangkan Konstruktivis akan memandang sebuah fenomena dengan logika kelayakan. Seorang actor akan bertindak sesuai dengan konstruksi sosial yang membentuk identitas mereka. Hal ini menimbulkan kerancuan apabila identitas itu mengendalikan logika konsekuen seorang actor. Karena pada dasarnya kedua logika di atas dapat berlangsung secara sekaligus.
            Konstruktivis mengkritik positivis dengan aspek ontologis, epistimologis, dan metodologis. Secara ontologis, konstruktivis melihat bahwa realitas bukan berada di luar pengamat. Realitas sosial dikonstruksi oleh masyarakat. Secara epistimologis, pengamat bukan bersikap pasif terhadap realitas, namun terdapat ide atau pemikiran yang telah dikonstruksi masyarakat ketika menganalisis sebuah fenomena. Secara metodologis, konstruktivis menkritik empirisisme yang diajukan positivis. Karena setiap kelompok masyarakat di waktu dan tempat tertentu mempunyai ide an konstruksi pikiran yang berbeda-beda, maka tidak ada universalitas kebenaran.
            Dalam Hubungan Internasional, konstruktivisme pertama kali diperkenalkan oleh Nicholas Onuf dalam bukunya yang berjudul World is Our Making. Beberapa argument yang diajukan adalah bahwa realitas internasional adalah hasil dari tindakan manusia, pengetauan adalah sebuah konstruksi sosial, dan pengetahuan ada pada konteks yang spesifik.
            Kemudian Wendt juga menjadi salah satu konstruktivis dalam Hubungan Internasional. Dia menolak anggapan neoralis yang melihat dalam sistem anarki berlaku self-help. Tidak serta merta suatu negara menganggap dirinya atomis. Namun dalam melihat sebuah keadaan, negara juga dipengaruhi oleh konstruksi sosial terhadap negara lain atau lingkungan. Maka dari itu hasil dari keadaan yang anarki dipengaruhi oleh interaksi antar negara yang bersifat spesifik. Begitu juga dengan identitas dan kepentingan suatu negara, adalah sebuah hal yang dibuat atau diciptakan, bukan hal yang given seperti yang dikatakan neorealis. Pada akhirnya makna kolektif membentuk sebuah struktur.
            Norma yang dipromosikan oleh Organisasi Internasional yang menjadi panduan bagi negara untuk melakukan tindakan, sehingga lingkungan intetrnasional yang membentuk identitas sebuah negara.
            Pada akhirnya tesis-tesis konstruktivis ini menjadi hal yang dapat menjelaskan fenomena yang tidak bisa dijelaskan oleh perspektif yang mainstrim dalam Hubungan Internasional, seperti berakhirnya Perang Dingin, Nuklir, Hak Asasi Manusia, dan lain-lain.
Menurut Peter L Berger
Suatu proses pemaknaan yang dilakukan oleh setiap individu terhadap lingkungan dan aspek diluar dirinya yang terdiri dari proses eksternalisasi, internalisasi dan obyektivasi. Eksternalisasi adalah penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia, obyektivasi adalah interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi, dan internalisasi adalah individu mengidentifikasi diri ditengah lembaga-lembaga sosial dimana individu tersebut menjadi anggotanya.

Istilah konstruksi sosial atas realitas (sosial construction of reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.

Asal usul konstruksi sosial dari filsafat Kontruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von Glasersfeld, pengertian konstruktif kognitif muncul dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri, sebenarnya gagasan-gagsan pokok Konstruktivisme sebenarnya telah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemologi dari Italia, ia adalah cikal bakal Konstruktivisme.

Dalam aliran filsasat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan ide. (Bertens, 1999:89). Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi, dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah fakta.

Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya 'Cogito ergo sum' yang berarti "saya berfikir karena itu saya ada". Kata-kata Aristoteles yang terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini. Pada tahun 1710, Vico dalam 'De Antiquissima Italorum Sapientia', mengungkapkan filsafatnya dengan berkata 'Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan'. Dia menjelaskan bahwa 'mengetahui' berarti 'mengetahui bagaimana membuat sesuatu 'ini berarti seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico bahwa hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa ia membuatnya, sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikonstruksikannya.

Sejauh ini ada tiga macam Konstruktivisme yakni konstruktivisme radikal; realisme hipotesis;  dan konstruktivisme biasa:
A. Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita. Bentuk itu tidak selalu representasi dunia nyata. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksi suatu realitas ontologism obyektif, namun sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individdu yang mengetahui dan tdak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif karena itu konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah saran terjadinya konstruksi itu.

B. Realisme hipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.

C.  Konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu. Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas obyektif dalam dirinya sendiri.

Dari ketiga macam konstruktivisme, terdapat kesamaan dimana konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di dekitarnya. Individu kemudian membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, inilah yang oleh Berger dan Luckmann disebut dengan konstruksi sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini