Selasa, 24 September 2013

Rahayu Saputro_KPI 1C_Tugas 3_Emile Durkheim 2


1.      THE DIVISION OF LABOR IN SOCIETY
The Division of Labor in Society (Durkheim, 1893/1964) dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama. Di dalamnya, Durkheim melacak perkembangan moderen relasi individu dengan masyarakat. Durkheim ingin  menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas. Durkheim memulai dengan ungkapan, "Buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode ilmu positivistik". Buku ini smpai taraf tertentu bias dilihat sebagai penyangkal terhadap analisis Comte. Durkheim berpendapat bahwa pembagian kerja yang tinggi bukannya menandai keruntuhan moral social, melainkan melahirkan moralitas social jenis baru.

Tesis The Division of labor adalah bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masnyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. Kelihatannya pembagian kerja memang menjadi tuntutan ekonomi yang merusak solidaritas social, maka fungsi pembagian kerja sesungguhnya dari pembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas antara dua orang atau lebih.
·         Solidaritas mekanis dan organis
Durkheim membagi dua tipe solidaritas mekanis dan organis. Mesyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat seperti ini terjadi karena mereka terlibat dalam aktivitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis bertahan bersama justru dengan perbedaan yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbada-beda. Durkheim berpendapat bahwa masyarakat primitive memiliki kesadaran kolektif yang kuat, yaitu pemahaman, norma dan kepercayaan bersama. Peningkatan pembagian kerja menyebabkan menyusutnya kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif kurang signifikan dalam masyarakat yang ditopang oleh solidaritas organis dari pada masyarakat yang ditopang oleh masyarakat solidaritas mekanis.
·         Dinamika penduduk
Durkheim meyakini bahwa perubahan solidaritas mekanis menjadi solidaritas organis disebabkan oleh dinamika penduduk. konsep ini merujuk pada banyak orang dalam masyarakat dan interaksi yang terjadi antara mereka. Peningkatan pembagian kerja mengharuskan orang untuk saling melengkapi, dan bukannya berkonflik satu sama lain. Oleh karna itu peningkatan pembagian kerja menawarkan efesiensi yang lebih baik, yang menyebabkan peningkatan sumber daya dan menciptakan kompetisi diantara mereka secara damai.
·         Hukum represif dan restitutif
Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh hokum represf. Kerena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain dank arena mereka centering sangat percaya pada moralitas bersama, apa pun pelanggaran terhadap sistem nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu. Sebaliknya masyarakat dengan solidaritas organis dibentuk oleh hokum restitutif, dimana seseorang yang melanggar mesti melakukan restitusi untuk kejahatan merek. Masyarakat seperti ini, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau segmen tertentu dari masyarakat dan bukannya terhadap sistem moral itu sendiri.
·         Normal dan patologi
Durkheim menggunakan ide patologi untuk mengkritik beberapa bentuk "abnormal" yang ada didalam pembagian kerja masyarakat modern. Dia membagi tiga bentuk prilaku abnormal, yaitu:
1.      Pembagian kertja anomik, adalah tidak adanya regulasi dalam masyarakat yang menghargai individualitas yang terisolasi dan tidak mau memberitahu masyarakat tentang apa yang harus mereka kerjakan.
2.      Pembagian kerja yang dipaksakan, bentuk abnormal yang kedua ini mengacu pada jenis aturan yang bias memancing konflik dan isolasi serta yang akan meningkatkan anomi. Patologi kedua ini juga merujuk pada fakta bahwa norma yang ketinggalan zaman dan harapa-harapan bias memaksa individu, kelompok, dan kelas masuk kedalam posisi yang tidak sesuai bagi mereka. Tradisi, kekuatan ekonomi, atau status bias menjadi lebih menemukan pekerjaan yang akan dimiliki ketimbang bakat dan kualifikasi.
3.      Pembagian kerja yang terkoordinasi dengan buruk, adalah dimana fungsi-fungsi khusus yang dilakukan oleh orang yang berbeda-beda tidak diatur dengan baik. Durkheim kembali menyatakan bahwa solidaritas organisasi berasal dari kesalingtergantungnya antara mereka.
·         Keadilan
Bagi Durkheim kata kunci dari permasalahan ini adalah keadilan social, "Maka tugas masyarakat maju adalah menciptakan keadilan…. Kalau tugas masyarakat yang lebih rendah adalah menciptakan atau mempertahankan semangat hidup bersama sebisa mungkin, dimana individu terserap kedalamnya, maka cita-cita kita dalam masyarakat modern adalah menciptakan relasi social yang seadil-adilnya dan memastikan kekuatan-kekuatan yang bermanfaat secara social dapat berkembng secara bebas" (Durkheim, 1893/1964: 387)
2.      ELEMENTARY FORMS OF RELIGIOUS LIFE
Didalam buku ini Durkheim terang-terangan mengemukakan maksudnya "Secara umum, kita berkeyakina bahwa sosiologi tidak akan mampu menuntaskan tugasnya selama ia belum menembus pikiran .… individu-individu dalam rangka menghubungkan institusi-institusi yang ingin dijelaskan dengan kondisi-kondisi psikologis mereka …. Bagi kita, manusia lebih merupakan titik tujuan, bukannya titik berangkat" (Durkheim, dikutip daam Lukes, 1972; 498-499).  
Didalam buku ini, Durkheim menempatkan sosiologi agama dan teori pengetahuan dibagian depan. Sosiologi agamanya terdiri dari usaha mengidentifikasikan hakikat agama yang selalu ada sepanjang zaman dengan menganalisis bentuk-bentk agama yang paling primitive. Sementara teoi pengetahuannya berusaha menghubungkan kategori-kategori fundamental pikiran manusia dengan asal-muasal social mereka. Durkheim mampu menunjukan hubungan sosiologis antara dua teka-teki berbeda. Dia mengemukakan hakikat abadi agama dengan cara memisahkan yang sacral dari yang profan.
Disini Durkheim tetap mempertahankan kebenaran esensial agama sembari mengungkapkan realitas sosialnya. Durkheim tidak percaya bahwa agama itu tidak ada sama sekali karena tak lebih dari sekedar sebuah ilusi.
Durkheim juga tertarik pada totemisme dalam masyrakat Arunta di Australia. Durkheim memandang totemisme sebagai bentuk agama yang paling sederhana dan palin primitif dan percaya bahwa totemisme terkait dengan bentuk paling sederhana dari organisasi social.
Durkheim berpendapat bahwa totem tak lain adalah representasi dari sebuah klan. Individu yang mengalami kekuatan sosial yang begitu dahsyat ketika mengikuti upacara suku atau klannya akan berusaha mencari penjelasan atas pengalaman ini.
Sumber: George Ritzer Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini