Filsafat Komunikasi
Onong U. Effendi dalam bukunya Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi mendefinisikan filsafat komunikasi sebagai suatu displin yang menelaah pemahaman secara fundamental, metodologis, sistematis, analisis, kritis dan holistis teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya, tekniknya, dan metodenya.
Mengacu pada paradigma Lasswell dengan 5 unsur komunikasi ada komunikator, pesan, komunikan, media, dan efek tentunya tidaklah cukup untuk mengupas komunikasi secara mendalam. Ada banyak hal yang mempengaruhi proses komunikasi dengan melibatkan kelima unsur tersebut. misalnya, berkaitan dengan tempat, waktu, gangguan (noise) dan lain sebagainya.
Joseph A. Devito dalam bukunya Komunikasi Antar Manusia (1997) menyebut adanya lingkungan komunikasi. Lingkungan (konteks) komunikasi sedikitnya mempunyai tiga dimensi:
1. Dimensi fisik
Artinya lingkungan nyata atau berwujud. Dimensi fisik ini berkaitan dengan tempat dimana komunikasi berlangsung. Apapun bentuk tempat tersebut, pastilah mempunyai pengaruh tertentu atas kandungan pesan yang disampaikan selain juga bentuk pesan yang menyampaikan. Contoh: dalam ruangan, di taman , di jalan , dan sebagainya.
2. Dimensi social-psikologis
Artinya lingkungan hubungan kejiwaan antara komunikator dan komunikan. contoh: status pendidikan, status ekonomi, norma agama, norma budaya dan sebagainya. Dimensi social-psikologis berkaitan dengan suasana dimana komunikasi berlangsung. Suasana baik dalam diri komunikator maupun komunikan akan berpengaruh terhadap pesan yang akan disampaikan dan bagaimana cara menyampaikannya. Suasana formalitas maupun informalita, suasana serius atau sendau gurau pastilah akan berbeda suasana komunikasinya. Komunikasi yang berlangsung ditempat pesta berbeda dengan ditempat orang berduka cita, yang satu suasananya gembira yang lainnya suasana sedih.
3. Dimensi temporal (waktu)
Mencakup waktu dalam sehari maupun dalam hitungan sejarah dimana komunikasi berlangsung. Contoh: pagi, siang, sore, malam hari, abad sebelum masehi, pertengahan, abad modern, masa kini dan sebaginya. Dimensi temporal ini jelas berkaitan dengan waktu. Sebagian orang menggunakan waktu pagi hari sebelum berangkat kerja untuk berkomunikasi dengan keluarganya. Sebagaian orang ynag lain menggunakan waktu sore hari atau malam hari setelah selesai tugas-tugas kantor untuk berkomunikasi dengan keluarganya. Demikian pula waktu dalam hitungan sejarah tidak kalah pentingnya, karena khalayak dari dampak dari suatu pesan bergantung sepenuhnya atau sebagian pada waktu pesan tersebut dikomunikasikan. Yang lebih penting adalah bagaimana suatu pesan tertentu disesuaikan dengan rangkaian temporal peristowa komunikasi.
Ketiga dimensi lingkungan komunikasi diatas akan selalu berinteraksi, masing-masing dimensi akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh yang lain. Contoh: seseorang yang berjanji datang jam 7 malam (konteks temporal) terlambat, keterlambatannya dapat mengakibatkan berubahnya suasana persahabatan menjadi permusuhan (konteks social-psiokologis), dan kemudian dapat mengakibatkan kedekatan fisik yang berubah karena pamilihan rumah makan malam (lingkungan fisik). Perubahan-perubahan inilah yang menjadikan komunikasi selalu bersifat dinamis.
Hal lain dalam proses komunikasi yang perlu mendapat perhatian adalah unsur gangguan (noise). Noise adalah gangguan dalam komunikasi yang mendistorsi pesan. dalam suatu system komunikais ada ganggguan apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator berbeda dengan pesan ynag diterima oleh komunikan. Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik (ada suara lain dari komunikator), psikologis (pemikiran yang sudah ada di kepala komunikator-komunikan) serta gangguan semantic (salah mengartikan makna). (Devito, 1997:29).
Tiga macam gangguan :
1. Fisik, yaitu interfrensi dengan transmisi fisik isyarat atau pesan lain.
Contoh, desingan mobil yang lewat, dengungan computer, kaca mata.
2. Psikologis, yaitu interferensi kognitif atau mental.
Contoh, prasangka dan bias pada sumber penerima, pikiran yang sempit.
3. Semantic, yaitu pembicara dan pendengar memberi arti yang berlainan.
Contoh, orang yang berbicara dengan bahasa yang berbeda, menggunakan istilah yang terlalu rumit yang dipahami pendengar.
Salah satu gangguan dalam proses komunikasi, yaitu gangguan semantic, perlu mendaptakan pembahasan yang lebih khusus. Hal ini berkaitan dengan bahasa yang dilakukan baik oleh komunikator ataupun komunikan, yaitu manusia itu senidiri. Manusia sebagai makhluk yang berfikir homo sapiens sehingga mampu mengkomunikasikan pikirannya. Oleh Ernst Cassirer manusia disebut sebagai animal symbolicum, yaitu makhluk yang mempergunakan symbol, yang secara genetic mempunyai cakupan yang lebih luas dari pada homo sapiens. Hal ini disebabkan dalam berpikirnya manusia menggunakan symbol. (Suriasumantri, 1995:171).
Tanpa bahasa manusia tidak dapat mengkomunikasikan hasil berpikirnya kepada orang lain. Kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak dapat dilakukan apabila manusia tidak memiliki kemampuan berbahasa. Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak di mana objek-objek yang factual ditransformasikan menjadi symbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai sesuatu objek tertentu meskipun objek tersebut secara factual tidak berada ditempat dimana kegiatan berpikir itu dilakukan.
Pemaknaan terhadap bahasa yang sama akan mengakibatkan komunikasi yang efektif sehingga apa yang menjadi tujuan komunikasi dapat tercapai. Hal yang paling mendasar dari komunikasi adalah adanya statement atau pernyataan dari hasil pikiran seseorang. Sebagai makhluk yang berfikir, manusia mempunyai hak untuk menyatakan hasil pemikirannya tersebut dan mempunyai kewajiban untuk mendengarkannya.
Hak adalah sesuatu yang boleh dikerjakan oleh manusia, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerahkan oleh manusia. Interaksi antar manusia yang satu sebagai komunikator dengan manusia yang lain sebagai komunikan apabila didasari akan adanya hak dan kewajiban tersebut maka akan menghasilkan suatu proses komunikais yang seimbang dan harmonis. Menurut Astrid S. Susanto (1996:16) masyarakat ideal harmonis dan adil tercapai apabila:
1. Pendapat-pendapat norma-norma dalam masyarakat diarahkan keapda harmonisasi.
2. Sifat-sifat khas dari materi publisistik/ komunikasi dipergunakan sesuai dan demi perwujudan ataupun peningkatan harmoni dalam masyarakat.
3. Apabila dalam proses komunikais terjadi pula komunikais yang harmonis, yaitu apabila antar pemberi lambang (komunikator) dan penerima lambang (komunikan) terdapat pengertian saling mempengaruhi dalam rangka perwujudan suatu masyarakat harmonis.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa filsafat komunikasi adalah studi secara mendalam tentang pernyataan manusia yang disampaikan pada manusia lain menuju kemengertian bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar