GELOMBANG YANG BERBALIK
Pada dasarnya sub kajian gelombang yang berbalik (titik balik peradaban) menurut hemat saya terdiri dari empat isu penting dalam tatanan dan keberlangsungan kehidupan manusia kedepan, yakni pertama isu senjata nuklir, kedua polusi udara yang berdampak pada kemerosotan kualitas alam kita dibarengi dengan meningkatnya masalah kesehatan bagi masing-masing individu, ketiga anomali ekonomi, dan keempat budaya.
Senjata nuklir, pada dasawarsa yang lalu dapat menghancukurkan seluruh dunia da perlombaan sejata tersebut berlanjut dengan produksi senjata besar-besaran di amerika serikat yang dipasok ke negara-negara dunia ketiga baik hal tersebut untuk perang nuklir maupun konvensional yang dalam keberlangsungan bisnis tersebut mengakibatkan pendapatan melebihi pendapatan nasional kecuali negara-negara tertentu, bahkan selain dampak dari itu, lima belas juta orang yang sebagian besar di antaranya anak-anak meninggal karena kelaparan setiap tahun ; lima ratus juta lainnya kekurangan gizi dengan serius. Hampir empat puluh persen dari penduduk dunia tidak mempunyai peluang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan professional, tiga puluh lima persen dari umat manusia kekuarangan air minum yang bersih, sementara separoh keseluruhan ilmuwan yang ada terlibat dalam teknologi pembuatan bersenjata. Yang pada akhirnya semakin banyak pembuatan senjata nuklir akan semakin banyak bahayanya, walaupun menurut pentagon malah sebaliknya.
Polusi udara, menjadi isu penting dalam tatanan dan keberlangsungan kesehatan kita yang terancam oleh air yang kita minum dan makanan yang kita makan, yang keduanya tercemar oelh berbagai macam bahan kimia beracun yang kemudian hari berdampak pada kesehatan jasmani. Di amerika serikat, bahan-bahan tambahan makanan sintesis, pestisida, plastik, dan bahan-bahan kimia lainnya dipasarkan yang diperkirakan mencapai seribu macam senyawa baru setiap tahunnya. Yang dapat mengancam kesehatan kita, melalui polusi udara, air, dan makanan yang kita makan setiap harinya.
Anomali ekonomi, inflasi yang menjadi-jadi, pengangguran yang besar-besaran, dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang tidak merata telah menjadi sifat-sifat struktur sebagian besar ekonomi nasional. Yang dapat mengakibatkan kecemasan di tengah masyarakat umum dan para wakil rakyat yang diperburuk oleh persepsi bahwa sumber energy dan sumber alam yang merupakan bahan-bahan dasar dari semua aktivitas industri telah terkuras habis. Yang hal ini dihadapkan pada ancaman rangkap tiga, yakni habisnya energy, inflasi, dan pengangguran. Bahkan para politik tidak tahu lagi mana yang harus diputar terlebih dahulu untuk mengurangi kerusakan. Mereka bersama-sama media berdebat tentang prioritas – apakah mita harus menangni krisis energy terlebih dahulu ataukah memerangi inflasi?
Selain itu, ada suatu zaman yang mengejutkan bahwa orang-orang yang seharusnya ahli dalam berbagai bidang tidak lagi mampu menyelesaikan masalah-masalah mendesak yang telah muncul di dalam bidang keahlian mereka. Ekonom tidak mampu memahami inflasi, onkolog sama sekali bingung tentang penyebab kanker, psikiater dikacaukan oleh schizophrenia, polisi tidak berdaya menghadapi kejahatan yang meningkat, dan lain sebagainya. Sudah menjadi tradisi bagi presiden amerika untuk berpaling kepada para akademisi untuk berkonsultasi, baik secara langsung maupun melalui tenaga pemikir, brain trusts dan think tanks yang dibentuk sepenuhnya untuk menjadi penasehat pemerintah dalam berbagai masalah bidang kebijakan. Elite intelektuan ini merumuskan "pandangan akademik utama" dan biasanya mereka sepakat tentang kerangka konseptual yang mendasari nasehat mereka. Yang sekarang ini consensus itu sudah tidak ada lagi.
Budaya, kalau mengaca pada budaya kita yang sudah berumur beberapa ratus tahun yang membentuk visi realitas tersendiri dan paradigma yang terdiri dari sejumlah pemikir dan nilai-nilai abad pertengahan yang dihubungkan dengan dengan arus budaya barat karena adanya sebuah akulturasi, seperti halnya revolusi ilmiah, pencerahan, dan revolusi industri yang dapat merubah dunia pada semua sektor (masyarakat industri dan militan).
Adapun penelaahan secara eklusif dan kita analogikan dengan kondisi bangsa Indonesia sekarang ini tidak jauh bedanya, yakni "negeri di ujuk tanduk". Sunngguh miris sekali ketika kita mendengar nasib bangsa tercinta ini dengan sistem pemerintahan patriarki dan menghilangkan asas-asas demokrasi yang di pupuk sejak dulu oleh para pendahulunya.
Bangsa ku menangis atas keserakahan nahkodanya dengan kebijakan yang tidak pro rakyat dan mematikan perekonomian rakyat. Hal ini terbukti dengan adanya kriminalisasi dimana-mana, anjloknya nilia tukar rupiah, sistem kesehatan yang carut marut dengan program tiga kartu sakti yang tidak jelas karena hanya sebuah retorika belaka, isu-isu lingkungan yang belum tersentuh sama sekali. Sungguh tidak jauh berbeda dengan kontek permasalahan yang terjadi di amerika serikat tahun 1978 yang sekarang menimpa bangsa Indonesia. Sungguh malang dan sayang nasib negeriku. (INDONESIA TERCINTA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar