Selasa, 17 Maret 2015

TUGAS1_SOSPED_AHMAD RIZAL_ISU-ISU PENTING DESA

Nama : AHMAD RIZAL

Prodi  : PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

NIM    : 11140540000012


PENDAHULUAN

Sosiologi  Pedesaan sebagai spesialisasi dari kajian Sosiologi memfokuskan perhatiannya pada gejala khusus yang menyangkut masyarakat pedesaan. Sosiologi pedesaan merupakan ilmu yang mempelajari gejala dan realita perilaku dan tindakan masyarakat dalam komunitas pedesaan dengan pendekatan ilmiah (Roger, et. a, 1988). Masyarakat pada dasarnya dalam kondisi yang dinamis terus berkembang mengikuti kondisi yang ada di sekitar lingkungannya. Secara umum untuk mempertahankan hidupnya, masyarakat akan membangun sistem teknologi dan ekonomi. Kedua aspek ini saling terkait dan melengkapi kehidupan masyarakat.


PEMBAHASAN

Pola-Pola Teknologi Subsisten Masyarakat Pedesaan

Menurut Koentjaraningrat (1990) sebaiknya membedakan kesatuan masyarakat bangsa di dunia berdasarkan atas kriteria mata pencaharian dan sistem ekonomi. Dengan demikian dinamika perkembangan masyarakat dalam perspektif evolusi teknologi subsiten dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, yaitu:

1.      Masyarakat Berburu dan Meramu

Masyarakat Berburu dan Meramu adalah komunitas yang sebagian besar warganya memenuhi memenuhi kebutuhan akan hidupnya dengan cara berburu satwa liar dan meramu hasil hutan bukan membudidayakan atau memproduksi kebutuhan pangannya, dan bukan komunitas yang menetap disuatu wilayah tertentu (Jalal, 2008). Kebudayaan suku bangsa yang hidup dari berburu dan meramu pada umumnya mereka tinggal di daerah terisolasi atau daerah terpencil yang karena keadaan alamnya tidak  suka didiami oleh masyarakat lainnya. Struktur masyarakat pemburu-peramu paling sederhana dibandingkan masyarakat lainnya. Pembagian kerja didasarkan atas umur jenis kelamin secara sangat ketat. Tanggung jawab utama untuk menopang hidup biasanya jatuh kepada orang-orang yang berusia setengah, dan para anggota masyarakat muda. Kalangan orang tua kurang dibebani tanggung untuk mencukupi kebutuhan subsisten kelompok. Berburu dilakukan oleh laki-laki dan meramu oleh perempuan.

2.      Masyarakat Holtikultura Sederhana

Masyarakat holtikultura sederhana pada umumnya tinggal di lingkungan berhutan lebat dan mempraktekkan teknik penanaman yang dikenal dengan teknik Tebas dan Bakar atau biasa dikenal dengan ladang berpindah (Sanderson, 2000).

Tahapan Teknik Produksi Subsisten pada Masyarakat Holtikultura

NO

Tahapan Aktivitas Perladangan

Waktu Pelaksanaan

1

Mencari Tempat Berlandang (Merambah)

78 hari

2

Menebas (menebang)

42 hari

3

Membakar

20 hari

4

Menanam (menugal)

11 hari

5

Menunggu/menyiangi/menjaga

14 hari-3 bulan

6

Menuai/panen

11 hari

7

Membersikan kebun

2 bulan

 

3.      Masyarakat Holtikultura Intensif

Masyarakat Holtikultura intensif seperti halnya masyarakat ladang berpindah yang menggantungkan hidupnya kepada ladang dan kebunnya sendiri, juga menggunakan metode tebas, bakar kemudian tanam. Perbedaannya dengan holtikultura sederhana adalah memperpendek periode kosong lahan berkisar antara 20-30 tahun, maka pada masyarakat holtikultura intensif waktu kosong berkisar antara 5-6 tahun (Sanderson,2000).

4.      Masyarakat Agraris

Anggota masyarakat ini mempraktekkan apa yang dapat dianggap sebagai pertanian yang sebenernya. Mereka menanami ladang yang luas dengan membajak dan menggunakan binatang. Masyarakat agraris mengandalkanhidup kepada pertanian murni. Pada masyarakat agraris juga sudah mengenal dan menerapkan sistem irigasi, sehingga tidak menggantungkan pada sistem tadah hujan.

Karakteristik Masyarakat Pertanian

ASPEK PEMBEDA

TIPE MASYARAKAT

PETANI PRIMITIF

PETANI PEASANT

PETANI FARMER

Akses Teknologi

Peralatan sederhana (seperti : parang, golok)

Alat  bajak, cangkul

Peralatan mekanik (traktor, huller dan lainnya

Hubungan dengan pihak luar

Terisolasi/tertutup dengan pihak luar

Menjalin hubungan dengan kota-kota pusat

Mempunyai hubungan dengan kota secara sosial, ekonomi, politik

Akses Tenaga kerja

Tenaga komunal

Tenaga keluarga

Buruh tani

Pola dan sifat usaha

Pertanian sederhana dan tetap menjalankan pola hidup berburu dan meramu

Usaha tani keluarga dan pemenuhan kebutuhan subsisten

Usaha tani komersil dan pemenuhan kebutuhan pasar

 

5.      Masyarakat Peternak

Masyarakat peternak merupakan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan beternak. Binatang yang paling umum di pelihara adalah biri-biri, kambing, onta dan sapi.

6.      Masyarakat Nelayan

Pada budidaya binatang atau tanaman air, orang yang dikategorikan sebagai nelayan adalah orang yang melakukan pekerjaan pemeliharaan binatang atau tanaman air. Yang termasuk dalam kategori pekerjaan pemeliharaan adalah pekerjaan pembenihan, pemberian makanan ikan, pemupukan dan pemberantasan hama, pengairan tambak atau kolam ikan.

Dinamika Perubahan Masyarakat Pedesaan

            Sasrodiharjo (1972) dengan mengambil setting masyarakat Jawa, menggambarkan munculnya kelas-kelas pemasaran di Jawa mengakibatkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, yang akhirnya merubah status dan kedudukan anggota masyarakat. Sejarah menunjukkan bahwa kerajaan-kerajaan Jawa telah ada gejala perubahan pemasaran antara golongan yang satu dengan golongan yang lain. Pada Zaman Majapahit, pemasaran bahan-bahan penting dikuasai oleh kerajaan meskipun tidak secara langsung. Pegawai negara dan para pujangga tidak diperkenankan berdagang sendiri tetapi dari tanah jajahan ditarik upeti dan pajak. Namun ketika Majapahit mengalami kemunduran, maka pemasaran dikuasai oleh para bupati di daerah yang sudah tidak menghiraukan lagi kekuasaan Majapahit. Disini dapat kita lihat terjadinya perebutan pemasaran yang berdampak pada munculnya kelas pemasaran baru yang dikuasai oleh para raja Jawa Islam. Sejak kedatangan V.O.C, maka seluruh kelas pemasaran Jawa dihapus dan pemasaran dikuasai Belanda. Hilangnya kelas pemasaran Jawa menyebabkan terjadinya kemunduran kebudayaan karena jarak antara raja dengan rakyatnya semakin jauh, sementara itu pemerintah kolonial menerapkan kerja paksa dan VOC menguasai pemasaran. Memasuki zaman Malaise dan menjelang Perang Dunia II, petani merupakan golongan konsumen yang paling menderita karena turunnya harga riil dari produksi yang dihasilkan. Petani hanya sebagai golongan rakyat konsumtif atau konsumen yang tidak mempunyai peranan yang besar dalam struktur masyarakat. Faae ketiga pada zaman pendudukan Jepang. Bagi petani produsen zaman jepang lebih menguntungkan dibandingkan zaman Belanda sebab Jepang hanya meminta pajak in natura berupa padi yang dirasa lebih mudah oleh petani dari pada dalam bentuk uang. Namun bagi mereka yang tidak memiliki tanah, justru mendapatkan masalah baru karena mereka harus menebusnya dengan diikutkan dalam romusha, sehingga mereka terjebak dalam kemiskinan. Fase berikutnya adalah masa kemerdekaan. Perubahan yang menyolok disini adalah dalam struktur pemerintahan desa, khususnya di Yogyakarta. Semua pamong desa yang buta huruf diberhentikan dan digantikan dengan orang-orang yang dapat membaca dan menulis. Perubahan pada fase abad ke 19, di bidang ekonomi masuknya kapitalisme Barat kebeberapa Negara Asia Selatan dan Tenggara mendorong matinya industri tekstil tradisional di India, disisi lain produk dari Inggris membanjiri pasaran Asia. Fase berikutnya ditandai dengan munculnya borjuis Asia. Pembentukan borjuis pribumi di Asia dipengaruhi faktor-faktor: (1) meluasnya perdagangan dan industri sebagai tempat bagi usahawan golongan Timur yang berpikiran modern (2) pendidikan modern, Golongan borjuis bersatu dengan kekuatan-kekuatan lain yang memiliki ide nasionalis yang berjuang menentang kekuasaan asing. Fase berikutnya adalah peralihan dari individualisme ke tindakan kolektif. Fase ini ditandai dengan munculnya kesadaran kelas. Pemikiran selanjutnya adalah dari Sarman (1994) yang mengkaji tentang perubahan status sosial dan moral ekonomi petani pada komunitas petani karet di kawasan pengembangan perkebunan karet Danau salak Kalimantan Selatan. Perubahan terjadi akibat adanya intervensi kapitalisme yang diwujudkan dalam bentuk hubungan antara perusahaan inti plasma dengan petani. Lebih jauh Sarman melihat bahwa petanai mengalami perubahan persepsi dan perilaku yang berkaitan dengan moral ekonominya, terutama berkaitan dengan sikapnya yang berhubungan dengan kebiasan bekerja.

Matrik Pemikiran Sasrodiharjo, Wertheim, Sarman, Kuntowijoyo

 

FOKUS PEMIKIRAN

ASPEK-ASPEK KAJIANNYA

 

 

Pola Stratifikasi Masyarakat

Sumber Perubahan Struktur Masyarakat

 

Sasrodiharjo

1.      Kelas pemasaran

2.      Kelas konsumen

1.      Kekuasaan

2.      Tingkat pendidikan

3.      Kedudukan tertentu

4.      Faktor material

Wertheim

1.      Borjuis

2.      Proletar

1.      Kolonialisasi

2.      Ekspansi kapitalis

3.      Pendidikan

4.      Tindakan kolektif

Sarman

1.      Pemilikan materi (etnis Banjar)

2.      Keberhasilan berusaha (etnis Jawa)

1.      Kepemilikan lahan

2.      Budaya sehari-hari

Kuntowijoyo

1.      Sentana (bangsawan)

2.      Mantri (birokrat)

3.      Abdi (pengikut)

1.      Aspek ekonomi dan kelangkaan ekologis

2.      Kebijakan kolonial

3.      Solidaritas (agama)

 

Masalah Pembangunan Masyarakat Desa

 

Menurut perkiraan kasar seorang ahli urbanisasi, dewasa ini seorang petani yang relatif modern mempunyai kemampuan untuk menghasilkan cukup bahan makanan buat keperluan hidup sembila orang pekerja dikota samping dia sendiri. Sebagian besar dari hal ini telah dimungkinkan oleh karena kemajuan tekhnik pertanian.  Modernisasi pertanian boleh dikatakan berarti sebagai suatu proses pengurangan tenaga pekerja tani di satu pihak, dan peningkatan produktivitas secara berarti di pihak lain. Dari sini satu logika sederhana mungkin bisa diambil, yaitu bahwa negara-negara yang berhasil menjalankan proses modernisasi pertanian akan memperoleh dua hal peting buat keperluan mengembangkan atau membangun sektor-sektor lain dari perekonomiannya.

Pertama, sebagai akibat langsung dari kemungkinan pengurangan tenaga kerja tani sebuah negara akan dapat menyediakan sejumlah orang di daerah pedesaan buat keperluanlain seperti buat dikerahkan sebagai pekerja untuk membangun sektor industri, atau kalau memang masih diperlukan buat membuka tanah pertaniah baru yang belum pernah digarap sama sekali.

Kedua, perlipat gandaan hasil pertanian sebagai akibat langsung dari peningkatan produktivitas akan menyediakan cukup bahan makanan buat keperluan memenuhi salah satu kebutuhan dasar terpenting dari orang-orang yang dipekerjakan di sektor sektor lain dari perekonomian. Demikianlah secara teoritis kedua hal ini merupakan sebagai sebagian dari faktor faktor pendorong baut kemajuan perekonomian secara keseluruhan.

Di tinjau dari sudut perekonomian masalah pembangunan masyarakat desa boleh dikatakan terletak pada penggunaan semaksimal mungkin dari faktor-faktor ekonomi (seperti kapital, tanah, dan tenaga), maka ditinjau dari sudut nonekonomi masalahnya rupanya terletak pada pengecilan atau penghilangan rasa keterasingan para anggota masyarakat, dari mana keinginan untuk ikut serta berpartisipasi dalam pembangunan akan timbul dan bertambah gairah.

 

PENUTUP

Kehidupan suatu masyarakat tidaklah statis, melainkan mengalami perubahan dan pergeseran seiring dengan terjadinya perubahan dan kemajuan dalam kebudayaannya. Perubahan itu akan berjalan terus menerus, walaupun kecepatan masing-masing tidak selalu sama. Perubahan sosial dapat berupa perubahan nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, sikap dan perilaku warga masyarakat, lembaga-lembaga sosial, kekuasaan dan wewenang, tindakan sosial, interaksi sosial dan berbagai proses sosial lainnya.

Daftar Pustaka

Salam, Syamsir., dan Amir Fadhillah. 2008. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah

Alfian. 1986. Transformasi Sosial Budaya Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: UI-Press

Susan, Novri. 2009. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer. Jakarta: PT Kencana


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini