Selasa, 17 Maret 2015

Tugas1 Sosped Syifa Nurohmah Isu-isu penting desa

Nama : Syifa Nurohmah

Prodi : PMI 2

NIM : 11140540000010

A.    PENDAHULUAN
 
Sosiologi pedesaan sebagai bagian sari kajian Sosiologi merupakan ilmu yang memiliki paradigma beragam, yaitu paradigma fakta social, paradigma definisi social, paradigma perilaku social serta paradigama terpadu yang memadukan antar paradigma lainnya. Salah satu hasil kajian Sosiologi pedesaan yang dilakukan oleh Prof. Dr. Sajogya dan cukup fenomenal adalah indicator kemiskinan yang didasarkan atas konsumsi beras masyarakat di desa da di kota (Sitorus, 1996). Indicator kemiskinan ini banyak di pakai peneliti asing untuk Negara-negarabekembang. Pendekatan yang dilakukan merupakan pendekatan budaya yang cukup lama diberbagai pedesaan.
Penelitian pedesaan lainnya yang melihat dampak modernitas terhadap kawasan pedesaan pernah dilakukan oleh Sajogyo (1982) dan Dove (1985). Kedua hasil penelitian mengupas dampak modernisasi di beberapa wilayah Indonesia. Hasil penelitian keduanya menunjukkan dampak negatif modernisasi di daerah pedesaan.Dove mengulas lebih jauh kegagalan modernisasi sebagai akibat benturan dua budaya yang berbeda dan adanya kecenderungan penghilangan kebudayaan local dengan nilai budaya baru. Budaya baru yang masuk bersama dengan modernisasi.

B.    PEMBAHASAN
 
Berikut adalah kasus konflik nelayan di Jawa Timur. Contoh kasus ini berdasar pada hasil penelitian lapangan kelas pengelolaan konflik departemen sosiologi UNAIR dalam kasus konflik nelayan di Paciran Lamongan Jawa Timur pada tahun 2005.
Konflik antar nelayan di Indonesia sebenarnya mempunyai akar serabut yang cukup rumit. Banyak sekali persoalan dasar yang menjadi penyebab konflik diantara nelayan. Pertama berkaitan dengan kebijakan negara. kebijakan  negara yang muncul dalam bentuk regulasi menjadi permasalahan ketika regulasi tidak memberdayakan nelayan dan tidak adanya penegakan hukum kelautan. Misalnya mengenai pelarangan penggunaan kapal mini trawl atau pukat harimau. Regulasi ini tidak ditegakka oleh aparat bertanggung jawab. Lebih buruk lagi regulasi tersebut menjasi alat legitimasi aparat keamanan untuk mendapatkan `proyekan` dari nelayan-nelayan yang menggunakan mini trawl.
Konflik antar nelayan di Lamongan dan Gresik melibatkan banyak pihak. Pihak yang terlibat secara langsung dengan konflik adalah Weru Kompleks kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan berhadapan dengan desa-desa di Ujung Pangkah Gresik yang secara geografis menguasai/ dekat dengan muara laut. Selain itu, Weru Kompleks juga berhadapan dengan desa Paciran menpunyai pemikiran yang sama dengan desa-desa di Ujung Pangkah. Secara organisasi Weru Kompleks yang menggunakan paying atau mini trawl berada di bawah payung forum Komunikasi Rukun Nelayan (FKRN). FKRN adalah organisasi yang bergerak untuk melindungi eksistensi jarring paying (mini trawl). FKRN sempat melakukan beberapa kali aksi demonstrasi di DPRD Lamongan. Nelayan-nelayan Ujung Pangkah sendiri secara organisasi berada dibawah Payung Paguyuban Nelayan Jatim. Paguyuban ini bergerak melawan jarring mini trawl atau paying dan menuntut pemerintah agar menegakkan UUNomor 31 Tahun 2004 yang didalamnya terdapat larangan operasi mini trawl.
Pihak-pihak lain yang juga terlibat di dalam adalah aparat keamanan (polisi), pemerintah daerah bersama departemen terkait, seperti departemen perikanan, kelautan, dan peternakan. Hasil investigasi yang dilaksanakan menunjukkan bahwa departemen perikanan mengizinkan beroperasinya payang atau mini trawl. Nelayan pengguna mini trawl menyatakan bahwa mereka mendapatkan dukungan dari dinas perikanan, kelautan, dan peternakan pemerintah kabupaten Lamongan. Alasannya, pelarangan operasi mini trawl dapat menimbulkan persoalan baru dan konflik antar nelayan.
Konflik nelayan dalam kasus ini mempunyai beberapa isu yang menyebar di dalam masyarakat. Penggunaan jaring sejenis pukat harimau (mini trawl) oleh Weru Kompleks merupakan bagian yang selalu dipermasalahkan oleh banyak nelayan lainnya. Dampak penggunaan payang yang dilihat oleh nelayan-nelayan yang tidak menggunakan payang adalah:
 
1.      Rusaknya ekosistem laut. Ikan-ikan kecil dan telur tidak luput dari jaring payang. Rusaknya karang-karang di bawah laut mengakibatkan ikan-ikan tidak bisa melaksanakan reproduksi dengan baik.
2.      Perluasan daerah jaring nelayan pengguna mini trawl ke daerah jaring nelayan lainnya. Perluasan (aneksasi) ini membuat nelayan-nelayan pengguna jaring tradisional terpinggirkan dan kalah.
3.      Dampak selanjutnya dari perluasan daerah jaring mini trawl adalah rusaknya alat-alat jaring tradisional terseret oleh mini trawl yang menggunakan mesin ganda. Mini trawl yang berbahan sangat kuat dan destruktif mengangkut apa saja yang dilewatinya. Kasus-kasus inilah yang sering menjadi pemicu konflik kekerasan antar nelayan di tengah lautan.
Dalam beberapa FGD yang dilaksanakan secara terpisah di daerah Weru kompleks ada beberapa isu penting yang dilontarkan. Penggunaan mini trawl di Weru kompleks disebutkan sebagai upaya untuk mempertahankan hidup. Selain itu, meraka menyebutkan jaring yang disebut sebagai mini trawl oleh banyak pihak sebenarnya adalah jaring bernama payang yang mereka buat sendiri. Payang secara yuridis tidak ada dan tidak di larang oleh undang-undang, yang dilarang adalah jaring mini trawl.
Sebagian pihak di Weru kompleks menyatakan bahwa mereka mengakui penggunaan mini trawl atau payang dapat merusak dan melanggar hukum. Akan tetapi, sumber utama penghidupan mereka adalah sebagai nelayan di laut. Hal ini berbeda dengan Ujung Pangkah yang selain menjadi nelayan mereka berusaha membuat tambak-tambak ikan sehingga ketika musim paceklik tiba mereka masih mempunyai penghasilan lain. Realitas yang ada di Weru kompleks sangat disadari oleh warganya. Mereka mengharapkan pemerintah atau pihak-pihak yang ada memberikan solusi praktis berkaitan penggunaan mini trawl.
Asal usul pengunaan mini trawl dengan nama payang sendiri sudah cukup lama. Para nelayan di Weru kompleks menggunakan jaring payang sejak tahun 1990-an. Pada tahun tersebut sebenarnya operasi mini trawl telah dilarang oleh pemerintah. Akan tetapi, sesungguhnya para penjabat pemerintahan dan aparat keamanan pada waktu itu menyatakan kepada para nelayan bahwa boleh saja menggunakan payang tetapi diam-diam aja biar tidak ketahuan.[1] Tujuan pernyatan ini agar nelayan tidak ribut-ribut terus mempersoalkan boleh tidak nya mini trawl.
Nelayan-nelayan yang tergabung dalam FKRN mengusulkan agar tidak terjadi konflik lagi lebih baik semua nelayan menggunakan mini trawl atau payang, maka tidak ada lagi perbedaan diantara mereka. Masing-masing akan bertangung jawab olehterhadap pekerjaan nya. Jika tidak bisa diterima, mini trawl atau payang boleh dilarang asalkan mendapatkan solusi yang baim, terutama sekali dengan tidak mengorbankan kehidupan ekonomi mereka.
sebaliknya nelayan-nelayan yang tidak menggunakan mini trawl atau payang, yaitu dengan jaring tradisional tidak bisa menerima usulan tersebut. Hal ini berkaitan dengan kekhawatiran mereka jika mini trawl digunakan bisa merusak ekosistem laut.
 
Daftar Pustaka
Susan, novri. (2009) . pengantar sosiologi konflik dan isu-isu konflik kontemporer. Jakarta: kencana
Salam, Syamsir. Fadilah, Amir. (2008). Sosiologi pedesaan. Jakarta: lembaga penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Sitorus, Felix dkk., 1996. Memahami dan Menanggulangi Kemiskinan di Indonesia, Prof. Dr. Sajogyo 70 tahun, diterbitkan atas kerjasama fakultas pertanian IPB, ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Cabang Bogor dan PT Grasindo Jakarta


[1] Pernyataan ini di sampaikan oleh salah seorang peserta PGD di desa paloh yang juga merupakan sesepuh dalam FKRN di desa tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini