Selasa, 01 Oktober 2013

indah kurniawati_PMI 3_Tugas ke_4_Teori kritis (marxisme)

TUGAS KE-4
NAMA : INDAH KURNIAWATI
NIM : 1112054000028
MATA KULIAH : SOSIOLOGI PERKOTAAN
TEORI KRITIS (MARXISME)
Teori Kritis dapat dibilang adalah salah satu perspektif dalam
disiplin ilmu Hubungan Internasional, yang keberadaanya memiliki sifat
unik. Teori Kritis berusaha untuk mendobrak keberadaan
perspektif-perspektif tradiosional, tetapi di sisi lain tetap
mengambil beberapa poin dari perspektif tradisional itu sendiri.
Contoh konkrit adalah bukti jika Teori Kritis menyetujui
ideologi-ideologi dari perspektif Marxisme. Tetapi kenyatanya Teori
Kritis juga menyerang perspektif Marxisme. Bahkan menariknya di dalam
teori Kritis terjadi sebuah fenomena saling kritik, hal ini
diakibatkan oleh dasar terbentuknya teori Kritis, yaitu adanya
keinginan untuk 'terus menerus mengkritik, tetapi kritik yang
dilontarkan tidak selalu bermakna negatif' (Wardhani 2013). Teori
Kritis mencoba untuk merekonstruksi perspektif-persektif tradisional,
dengan jalan penyodoran kritik secara immanent (terus menerus). Kritik
dianggap sebagai sebuah jalan untuk mengkritisi dan sekaligus memberi
solusi.
Teori Kritis lahir di Jerman, tepatnya di University
Frankfurt am Main. Pada awalnya Teori Kritis memiliki nilai-nilai
Marxisme, yang disebarkan oleh tokoh-tokoh seperti Karl Marx, Max
Weber, Hegel dan Immanuel Kant. Maka Teori Kritis juga sering disebut
sebagai perspektif 'Marxis-humanisme' atau 'Open-Marxis'. Fokus awal
teori kritis juga sejalan dengan fokus utama Marxisme, yaitu
penghapusan ketidak-adilan. Janji-janji yang disusung oleh kaum
Liberalis, ternyata dalam implementasinya tidak sesuai denga harapan.
Terdapat eksploitasi berlebihan dari para pemegan modal terhadap
kaum-kaum bawah. Perang yang terjadi, yang dianggap oleh kaum Realis
sebagai pelebaran kekuasaan negara, nyatanya tidak membawa dampak
signifikan
Tetapi lama kelamaan fokus Teori Kritis sedikit memisah
karena fokus yang berseberangan dengan perspektif Marxis.
Perseberangan ini didasari karena fokus perspektif Marxis yang hanya
berkutat pada permasalahan yang terjadi antara kaum Borjuis dan
Proletar saja (Wardhani 2103), padahal kenyataanya terdapat berbagai
macam aspek di luar kedua kaum tadi, yang jauh lebih signifikan
dampakya. Sehingga Teori Kritis terus berkembang dan perlahan mulai
memperluas fokus, jauh lebih lebar dari lingkup fokus dari perspektif
Marxis.
Teori Kritis berkembang dari nilai-nilai kaum
behavioralis. Terdapat kecenderungan untuk melawan kaum Positivis,
yang membawa asumsi bahwa ilmu itu harus bebas, dalam artian bebas
nilai. Bagi kaum behavioralis, keberadaan ilmu, terlebih lagi dalam
ilmu sosial, tidak dapat dipahami melalui jalan bebas nilai. Hal ini
didasari oleh perbedaan dasar antara ilmu pasti atau eksak, dimana
subjek dan objek dapat dipisahkan proses pemahamannya, dengan ilmu
sosial, yang tidak boleh memisahkan posisi subjek dan objek sebagai
bagian dalam proses pemahaman.
"The facts which our senses present to us are socially performed in
two ways: through the historical character of the object perceived and
through the historical character of the perceiving organ. Both are not
simply natural; they are shaped by human activity, and yet the
individual perceives himself as receptive and passive in the act of
perception" (Horkheimer 1976, 213).
Semua kejadian dalam kehidupan sosial manusia memang terjadi karena
keberadaan manusia itu sendiri. Tetapi jika telah berbicara mengenai
bagaimana manusia mempersepsikan sesuatu, seringkali manusia
memosisikan diri sebagai individu yang reseptif dan pasif. Inilah poin
kritikan utama dari kaum Teori Kritis, yang memandang bahwasanya
diperlukan sinergi antara objek dan subjek yang tengah diamati, umtuk
mencapai hail pengamatan yang benar-benar valid. Hal ini disebabkan
dari keabsahan data, karena melalui dua belah pihak.
Teori Kritis berakar dari enlighment para tokoh-tokoh
seperti Marx, Imannuel Kant dan Hegel. Sehingga dapat dipahami jika
Teori Kritis mendapat berbagai macam pengaruh dari banyak tokoh. Salah
seorang tokoh, yaitu seorang Andrew Linklater, beranggapan bahwa Teori
Kritis haruslah merubah mindset. Perubahan mindset akan selalu sejalan
dengan perubahan cara dan pola berpikir manusa. Perubanan ini nantinya
dapat mengantarkan manusia untuk bebas dari aturan yang mengekang,
yang membatasi manusia untuk bertindak. "Critical theory extend human
capacity for determination" (Linklater 1982). Peranan Teori Kritis
adalah sebagai aktor yang memperluas kapasitas manusia, untuk
determinasi (memilih) serangkaian tindakan yang dapat diambil atau
diperbuat. Dan jika berbicara mengenai kebebasan, maka keberadaan dari
kebebasan ini tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan emansipasi.
Seperti yang telah diketahui bersama, terdapat tiga asumsi
emansipatori dalam disiplin ilmu Hubungan Internasional, yaitu
Critical Theory, Post-Modernism dan Feminism (Wardhani 2013). Teori
Kritis berusaha untuk memajukan dan mengutamakan kebebasan bagi
individu untuk mengekspresikan diri, karena individu harus memiliki
mindset sebagai orang yang bebas.
Berbeda dengan perspektif lain yang, Teori Kritik selalu
memperbaharui diri. Perspektif lain juga dapat melakukan hal yang
sama, tetapi proses pembaharuan diri ini tidak akan secepat dan
sesignifikan layaknya Teori Kritik. Pembaharuan yang siginifikan ini
terjadi karena adanya immanent critics (Wardhani 2013). Teori Kritik
selalu berusaha memberikan kritik atas segala sesuatu yang tengah
terjadi, yang tengah berlangsung, atau segala sesuatu yang akan
terjadi. Maka tidak heran jika di dalam Teori Kritik sendiri, terdapat
kecenderungan saling kritik antara satu tokoh dengan tokoh lain. Hal
ini dianggap wajar, karena kritik dipandang sebagai jalan terbaik
untuk memperbaharui diri setiap saat. Sehingga lama kelamaan Teori
Kritik berevolusi menjadi sumber filsafsat dalam disiplin ilmu
Hubungan Internasional. Hal ini disebabkan oleh rasa ingin mengkritik
terus menerus, sehingga Teori Kritik memberikan
kemungkinan-kemungkinan baru, yang tidak pernah dapat disajikan oleh
perspektif lain.
Teori Kritik memposisikan diri sebagai perspektif yang
selalu mengkritik gejala atau fenomena yang terjadi di sekitarnya.
Teori Kritik menghadirkan berbagai macam kemungkinan-kemungkinan yang
tidak pernah disajikan oleh perspektif lain.
Pandangan Marxisme terhadap kapitalisme yang eksploitatif terdiri dari
dua. Pertama, kapitalisme adalah segala sesuatu yang melibatka
produksi yang bisa ditukarkan (jual beli) untuk hal lain. Intinya
setiap barang memiliki nilai termasuk jam kerja orang. Kedua,
kapitalisme adalah semua hal yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
produksi yang dimiliki oleh kapitalis. Ketiga, pekerja adalah orang
yang bebas, akan tetapi untuk bertahan hidup mereka harus menyerahkan
ketenegakerjaan pada kapitalis, sedangkan kapitalis adalah yang
mengatur hubungan produksi sekaligus menentukan laba yang diberikan
oleh pekerja.
Dengan perekonomian yang terus menerus meluas dengan dialih menemukan
pasar baru dan mendapatkan sumber daya alam, Negara maju kapitalislah
yang memiliki semua teknologi dan factor-faktor produksi. Terdapat
kecendrungan Negara kaya akan semakin kaya dan kuat, sementara
kekayaan sumber daya alam Negara kecil terkuas dan semakin lama
semakin miskin. Teori marxisme mengungkapkan bahwa globalisasi adalah
kendaraan kapitalis yang paling modern saat ini di mana globalisasi
sebenarnya untuk meyakini bahwa kekuatan dan kemakmuran Negara besar
terus berlangsung sementara yang miskin tetap miskin.
Berbagai kritik yang muncul mendsiskreditkan Marxisme banyak berasal
dari kaum liberal, realis, dan English School. Salah satunya adalah
Martin Wight yang berpendapat bahwa Maexisme-Lenin misalnya terjebak
pada segi ekonomi, pendekatan sempit katanya. Marxisme, menurutnya
terlalu menekankan segala sesuatu negative berkaitan dengan
pewrkembanganm kapitalis dalam system internasional. Marxisme seolah
mengabaikan aspek-aspek lain dalam system internasional seperti hukum
internasional, diplomasi, kerjasama positive absolute gain dan lainnya
sebagai salah satu upaya untuk menghindari dan mengakhiri konflik.
Tetapi, marxisme menyediakan wawasan bahwa nasionalisme (persatuan)
terbentuk ketika etnis heterogen bisa merasakan satu perasaan akibat
penindasan ekonomi. Persepsi nasionalisme inilah yang menyatukan
kehendak kelas bawah dengan menggulingkan entitas politis yang
eksploitatif tidak menghiraukan kepentingan kelas bawah dengan
mendirikan entitas politik yang bersifat kominal dan social; artinya
kepentingan tidak hanya berpusat pada satu kelas atas yang
mendomonasi. Dengan demikian, yang di maksud dengan Marxisme intinya
adalah perjuangan kelas untuk mengakhiri konflik (penindasan kelas dan
terhadap yang dibawahnya) melalui suatu revolusi social.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini