Nama : Nurdin Araniri
NIM : 1112054000010
Jurusan/Semester : Pengembangan Masyarakat Islam (PMI)/3
"Teori Kritis dan Marxisme"
A. Teori Kritis
Teori kritis merupakan salah suatu persepektif teoritis yang bersumber pada berbagai pemikiran yang berbeda seperti pemikiran Ariestoteles, Foucault, Gadamer, Hegel, Marx, Kant, Wittgenstein dan pemikiran-pemikiran lain. Pemikiran-pemikiran berbeda tersebut disatukan oleh sebuah orientasi atau semangat teoretis yang sama, yakni semangat untuk melakukan emansipasi.
Istilah teori kritis pertama kali ditemukan Max Horkheimer pada tahun 30-an. Pada mulanya teori kritis berarti pemaknaan kembali ideal-ideal modernitas tentang nalar dan kebebasan, dengan mengungkap deviasi dari ideal-ideal itu dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan, dan institusi politik borjuis. Untuk memahami pendekatan teori kritis, ia harus ditempatkan dalam konteks Idealisme Jerman dan kelanjutannya. Karl Marx dan generasinya menganggap Hegel sebagai orang terakhir dalam tradisi besar pemikiran filosofis yang mampu "mengamankan" pengetahuan tentang manusia dan sejarah. Namun, karena beberapa hal, pemikiran Marx mampu menggantikan filsafat teoritis Hegel, yang hal ini, menurut Marx terjadi dengan membuat filsafat sebagai hal yang praktis; yakni merubah praktik-praktik yang dengannya masyarakat mewujudkan idealnya.
Marx memberikan suatu paradigma baru dalam teori kritik. Marx mencoba mengontekstualisasikan teori kritik dengan kehidupan sosial politik masyarakat pada waktu itu. Teorinya ini juga didasari dengan analogi basis-suprastruktur dan kelas masyarakat yang akhirnya memunculkan suatu konsep sosialisme ilmiah (scientific socialism).
Teori kritis mengalami suatu perkembangan yang lebih pesat lagi di era post- Marxisme. Di era post Marxisme muncul berbagai macam mazhab-mazhab yang mencoba untuk memberikan paradigma baru dalam teori kritis seperti Mazhab frankfurt dengan tokohnya Adorno, Horkheimer, Habermas dan Mazhab Post-strukturalis dan Post-Modernis dengan tokohnya Foucault dan Derrida.
Tujuan teori kritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori ini menggunakan metode reflektif dengan cara mengkritik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomi yang ada, yang cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan, keadilan, dan persamaan.
Ciri khas Teori Kritis tidak lain ialah bahwa teori ini tidak sama dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional. Singkatnya, pendekatan teori ini tidak bersifat kontemplatif atau sepekulatif murni. Pada titik tertentu, ia memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipotaris. Selain itu, tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau mengubah.
Pada dasarnya, esensi Teori Kritis adalah kontruktivisme yaitu memahami keberadaan struktur-stuktur sosial dan politik sebagai bagian atau produk dari intersubyektivitas dan pengetahuan secara alamiah memiliki karakter politis, terkait dengan kehidupan sosial dan politik.
Hubungan antara Teori Kritis dan Marxisme digambarkan secara gamblang oleh Bertens (2006:194-5) dengan kalimat :"Oleh karenanya Institut Penelitian ini tidak mau tergantung pada universitas Frankfurt, yang pada saat itu masih muda, biarpun beberapa anggotanya mengajar di universitas tersebut. Kebanyakan anggotanya merasa simpati kepada marxisme dan beberapa diantaranya menjadi anggota partai komunis Jerman…"
B. Marxisme
Karl marx adalah sosok pemikir barat yang lahir pada tahun 1818 adalah keturunan Yahudi penganut christianity akan tetapi pada akhirnya menganut paham atheis (tidak bertuhan), yang dikarenakan faktor keluarga dan pergolakan sosial yang terjadi pada masa itu.
Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial dan sistem politik. Pengikut teori ini disebut sebagai Marxis. Teori ini merupakan dasar teori komunisme modern. Teori ini tertuang dalam buku Manisfesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan sahabatnya, Friedrich Engels. Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapitalis mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum sementara hasil keringat mereka dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya "kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk mensejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Itulah dasar dari marxisme.
Salah satu alasan mengapa Marxisme merupakan sistem pemikiran yang amat kaya adalah bahwa Marxisme memadukan tiga tradisi intelektual yang masi telah sangat berkembang saat itu, yaitu filsafat Jerman, teori politik Prancis, dan ilmu ekonomi Ingris. Marxisme tidak bisa begitu saja dikategorikan sebagai "filsafat" seperti filsafat lainnya, sebab marxisme mengandung suatu dimensi filosofis yang utama dan bahkan memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap banyak pemikiran filsafat setelahnya. Itulah sebabnya, sejarah filsafat zaman modern tidak mungkin mengabaikannya.
Menurut Karl Marx hal paling mendasar yang harus dilakukan manusia agar dapat terus hidup adalah mendapatkan sarana untuk tetap bertahan hidup. Apapun yang bisa menghasilkan pangan, sandang, dan papan bagi mereka, serta untuk memenuhi kebutuhan dasar. Tidak ada yang bisa menghindar dari tugas memproduksi hal-hal itu. Namun demikian, ketika cara-cara produksi berkembang dari tahap primitif, segera muncul kebutuhan agar tiap individu dapat melakukan spesialisasi, karena menemukan bahwa mereka akan lebih makmur dengan cara itu. Lalu, orang menjadi bergantung satu dengan yang lain. Produksi sarana hidup kini menjadi aktivitas sosial, bukan lagi aktivitas individu.
Jika dilihat dari sudut pandang antropologi (gambar tentang manusia), marxisme dapat dikatakan sangat optimis. Manusia adalah bagian dari alam, dimana melalui kerja manusia, alam dapat dikuasai, diubah dan dijadikan milik manusia. Manusia melalui kerjanya menguasai materi (materialisme). Ini bukan proses individual, tetapi proses kolektif yang melayani pemenuhan kebutuhan masyarakat. Proses ini terjadi bukan secara evolusioner, melainkan melalui munculnya pertentangan-pertentangan di masyarakat yang dipecahkan secara revolusioner untuk mencapai tingkat baru sejarah (materialisme dialektis). Hakikat manusia dipenuhi melalui proses masyarakat, di mana semua pemisahan antara manusia (kelas, negara dll) ditiadakan. Karena manusia sendiri adalah subjek perubahan yang hakiki (yang berkembang secara revolutioner), akhirnya manusia adalah pencipta dan penebus dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar