Senin, 05 Oktober 2015

RISHA SHAFIRA DESKHANSA_KPI 1/A_IMAJINASI KENYAMANAN_TUGAS 4

NAMA            : Risha Shafira Deskhansa

NIM                : 11150510000002

JURUSAN      : KPI 1/A

 

JEMBATAN AMPERA PALEMBANG, SUMATERA SELATAN

 

Jembatan Ampera merupakan jembatan kebanggaan masyarakat Palembang, Sumatera Selatan dan menjadi Trade Mark bagi kota Palembang. Selain menjadi objek wisata di Palembang, keberadaan jembatan tersebut sangat penting untuk menghubungkan daerah ulu dan ilir sehingga transportasi menjadi lancar dan otomatis juga memperlancar kehidupan ekonomi. Jembatan Ampera merupakan hadiah Bung Karno bagi masyarakat Palembang yang dananya diambil dari dana rampasan perang Jepang (juga untuk membangun Monas, Jakarta). Dahulu jembatan ini sempat diberi nama Jembatan Bung Karno, tetapi beliau tidak setuju (supaya tidak ada kultus individu), maka nama Ampera lebih cocok sesuai dengan fungsinya sebagai Amanat Penderitaan Rakyat, yang pernah menjadi slogan bangsa Indonesia pada tahun 1960-an.

Jembatan Ampera sendiri memiliki struktur yang kokoh. Jembatan kebanggaan masyarakat Palembang ini membentang sejauh 1.117m dengan lebar 22m pada ketinggian 11.5m dari permukaan air sungai musi.

Awalnya, jembatan ini dinamai Jembatan Bung Karno. Tetapi menurut sejarawan Djohan Hanafiah, pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. Bung Karno secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang, untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi.

Sejarah pembangunan Jembatan Ampera ini dimulai pada bulan April 1962, setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno. Biaya pembangunannya diambil dari dana pampasan perang Jepang. Bukan hanya biaya, jembatan inipun menggunakan tenaga ahli dari negara tersebut.

Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September 1965 Oleh Letjend Ahmad Yani, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. Akan tetapi, setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera. tetapi masyarakat palembang lebih suka memanggil jembatan ini dengan sebutan "Proyek Musi"

Pada awal masa selesainya pembangunan jembatan ini, bagian tengah Jembatan Ampera yang memliiki panjang 71,90 meter dengan lebar 22 meter ini, dapat diangkat dengan kecepatan sekitar 10 meter per menit. Dua menara pengangkatnya berdiri tegak setinggi 63 meter dengan jarak kedua menara ini adalah 75 meter. Guna pengangkatan bagian tengah pada jembatan ini adalah untuk jalur perlintasan kapal-kapal besar yang memiliki ukuruan lebar 60 meter dengan tinggi maksimum 44,5 meter. Dan waktu pengangkatan jembatan ini memakan waktu sekitar 30 menit.

Namun sejak tahun 1970, Jembatan Ampera sudah tidak lagi  beroperasi dikarenakan waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini, yaitu sekitar 30 menit, dianggap mengganggu arus lalu lintas antara Seberang Ulu dan Seberang Ilir, dua daerah Kota Palembang yang dipisahkan oleh Sungai Musi. Serta sudah tidak ada kapal besar yang bisa berlayar di Sungai Musi karena pendangkalan yang semakin parah menjadi penyebab Sungai Musi tidak bisa dilayari kapal berukuran besar. Sampai sekarang, Sungai Musi memang terus mengalami pendangkalan .

Pada tahun 1990, dua bandul pemberat untuk menaikkan dan menurunkan bagian tengah jembatan, yang masing-masing seberat 500 ton, dibongkar dan diturunkan karena khawatir jika sewaktu-waktu benda itu jatuh dan menimpa orang yang lewat di jembatan.

Bersamaan dengan eforia reformasi tahun 1997, beberapa onderdil jembatan ini diketahui dipreteli pencuri. Pencurian dilakukan dengan memanjat menara jembatan, dan memotong beberapa onderdil jembatan yang sudah tidak berfungsi.

Warna jembatan pun sudah mengalami 3 kali perubahan dari awal berdiri berwarna abu-abu terus tahun 1992 di ganti kuning dan terakhir di tahun 2002 menjadi merah sampai sekarang.

 

PENGARUH JEMBATAN AMPERA BAGI MASYARAKAT PALEMBANG

Dengan adanya Jembatan Ampera ini, lalu lintas masyarakat menjadi sangat terbantu. Tersediaan lalu lintas darat yang menghubungkan dua bagian kota Palembang yaitu, hulu dan ilir ini mempermudah masyarakat untuk melakukan aktifitasnya. Dengan dikelilingi pemandangan sungai musi ini, jembatan Ampera semakin terlihat megah dan kokoh. Selain itu, jembatan Ampera yang menjadi trade mark kota Palembang ini dapat di nikmati pemandangannya dari pelataran Benteng Kuto Besak atau pelataran Kampung Kapitan yang berada di kanan dan kiri sungai musi tersebut. Biasanya, Jembatan Ampera digunakan juga sebagai referensi liburan untuk melepas penat warga Palembang. Warga Palembang biasanya menikmati suasana Sungai Musi dan Jembatan Ampera pada malam hari. Karena keindahan konstruksinya dan nikmatnya suasana yang ditawarkan ini tidak memunggut biaya alias gratis.

            Oleh karena itu, Jembatan Ampera yang memiliki banyak fungsi inilah yang membuat  warga Palembang merasa bangga dan memilih jembatan ini sebagai ikon kota pempek tersebut. Dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan ini, ada baiknya dirawat dan dijaga agar kelak jembatan kebanggaan ini tidak rusak karena oknum oknum nakal yang tak peduli akan keselamatan apabila terjadi kerusakan pada jembatan ini. Dan kita juga harus menjaga kebersihannya agar jembatan ini semakin indah dipandang dan membuat kota menjadi bersih serta nyaman untuk menikmati keindahannya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini