Senin, 05 Oktober 2015

Fahmi Darmawan - KPI 1B - Imajinasi Kenyamanan dan Pengaruh nya dalam Kehidupan Sosial (tugas 4)

HUTAN MANGROVE

Hutan ini diawali dengan pintu gerbang Taman Wisata Angke Kapuk. Penjaga pintu berseragam hijau dengan muka tanpa senyum melayani kami. Kami membeli tiket masuk seharga Rp 25.000 per orang. Tiket ini harus dijaga jangan sampai hilang karena nanti di dalam akan diperiksa lagi.

Tak jauh dari gerbang masuk, ada masjid Al Hikmah yang terbuat dari kayu dan terletak di atas danau. Kamar mandi dan tempat wudlu di masjid ini bagus dan bersih.

Dari pintu gerbang, kami berjalan ke dalam sekitar 200 meter dan bertemu pos pemeriksaan. Selain diminta menunjukkan tiket, barang bawaan kami diperiksa, karena ada larangan memotret menggunakan kamera, sedangkan memotret menggunakan ponsel diperbolehkan. Jika tetap ingin memotret menggunakan kamera, akan dikenai tarif Rp 1.000.000. Di pos ini juga terdapat penitipan barang, karena makanan dari luar juga tidak diperbolehkan.

Taman Wisata Alam Angke Kapuk memiliki luas 99,82 HA. Kawasan ini didominasi lahan basah (danau) dengan vegetasi utama mangrove. Kawasan ini dulunya tambak dan telah direhabilitasi tanaman mangrove seluas 40%.

Mangrove yang ditanam di Taman Wisata Alam Angke Kapuk antara lain bakau besar (Rhizophora mucronata Lam.), bakau merah/slindur (Rhizophora stylosa), tancang (Bruguiera gymnorrhiza), serta api-api/sia-sia (Avicennia alba). Jika dilihat dari spesiesnya, ada lebih dari sepuluh spesies.

area perkemahan untuk api unggun

Saat kami masuk, kami melihat pot-pot plastik yang ditanami beberapa bibit mangrove. Terdapat pula kandang kelinci dan kerangkeng berisi 2 ekor monyet. Jalanan utama dilapisi paving-block, di samping kanan-kiri terdapat banyak tempat sampah dan bangku kayu.

Kawasan wisata yang dikelola oleh swasta, yaitu Jakarta Mangrove Resort, ini juga menyediakan paket penginapan dan rekreasi keluarga. Terdapat pondok terbuat dari kayu yang berbentuk prisma seperti tenda berjejer. Pondok tenda mungil ini muat untuk 2 orang dengan lokasi kamar mandi di luar. Untuk keluarga, ada pondok yang lebih besar dengan berbagai fasilitas. Yang unik, beberapa pondok ini ada yang dibangun di atas danau.

Selain pondok, terdapat lapangan yang bisa digunakan untuk api unggun. Di tengah kawasan, berdiri menjulang 2 menara yang digunakan untuk aktivitas bird watching. Terdapat pula jembatan gantung yang melintasi danau. Jika ingin berkeliling danau, tersedia juga perahu-perahu, mulai dari perahu motor, perahu kayu, hingga kano yang bisa disewa. Saat kami datang, ada sepasang calon pengantin yang mengadakan sesi pemotretan.

Taman Wisata Alam Angke Kapuk juga menyediakan paket wisata menanam mangrove. Paketnya adalah per orang dikenai biaya Rp 150.000. Jika ingin menambahkan papan nama, biayanya Rp 500.000. Saya melihat beberapa papan nama perusahaan, instansi, hingga sekolah terpampang di area penanaman mangrove.

Saya melihat seekor biawak tengah berjemur di jembatan kayu. Saat saya mendekat ia buru-buru kabur dan masuk ke dalam air dan berenang dengan kayuhan ekornya masuk ke sela-sela akar mangrove.

penginapan di atas air. Karena lapar, kami menuju kantin untuk makan siang. Namun sayang, menu yang ditawarkan hanyalah Indomie rasa Ayam Bawang. Harganya bisa dibilang cukup mahal, dengan tambahan Teh Botol, saya harus merogoh kocek Rp 15.000 untuk makan siang saya. Ya, lumayan lah daripada kelaparan?

Sangat disayangkan, karena pelayanan di kantin ini juga kurang ramah. Si penjaga kantin cuek-cuek saja dan seolah-olah tidak butuh konsumen. Dengan menu seadanya, rasanya larangan membawa makanan dari luar menjadi kurang bijaksana.

Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan. Mira, pacar saya memilih untuk duduk-duduk dan menggambar ilustrasi suasana. Saya dan Ollie berjalan menuju jembatan besar untuk eksplorasi.

Jembatan besar terbuat dari kayu mengelilingi danau. Jika berjalan terus, ujung jembatan akan tembus ke jalan yang belum selesai dibangun dan kembali ke pos pemeriksaan. Jika berjalan keliling, jarak yang ditempuh bisa 1,1 Km. Panjang jembatan sendiri sekitar 550 meter.

Dari jembatan besar, sepanjang jalan terdapat banyak tempat sampah, namun beberapa sampah plastik nampak terlihat di beberapa tempat. Di tengah danau, pemandangan pondok kemah di atas air begitu cantik. Lokasi ini menjadi favorit untuk berfoto-foto. Saya melihat beberapa ekor burung kuntul berwarna putih terbang di kejauhan. Beberapa pasangan dimabuk asmara terlihat berjalan bergandengan tangan atau sekadar duduk-duduk di bangku di pinggir.

Setelah selesai berkeliling jembatan besar dan Mira selesai menggambar, kami meneruskan penjelajahan. Kami menuju ke ujung, menuju ke arah pantai. Kami melewati lokasi tempat pembuatan pupuk dan pembibitan saat berjalan menuju ke pantai. Berbeda dengan jembatan besar, jalan menuju pantai relatif lebih kotor. Sampah berserak di mana-mana mengganggu pemandangan, meski terdapat tempat sampah.

Rupanya, pantai yang dimaksud hanyalah ujung ke arah laut. Sesampai di ujung jalan, saya melihat sebuah jembatan tengah dibangun. Sepertinya akan digunakan untuk menyeberang ke pulau reklamasi di seberang yang akan digunakan untuk pemukiman elit.


PENGARUH KEHADIRAN TEMPAT WISATA BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT SEKITAR

 Dengan adanya hutan buatan ini masyarakat menjadi lebih teratur dan lingkungan menjadi lebih bersih karena terdapat petugas petugas kebersihan yang bekerja. Wisatawan yang mendatangi hutan ini tiap tahun mendapatkan peningkatan hingga 1000-2000an peningkatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini