Minggu, 23 September 2012

SavinatunNaja KPI 1D tugas III

KARL MARX

Karl Marx lahir di Triler, Jerman pada tahun 1818 dari kalangan rohaniwan Yahudi. Pada tahun 1841 ia mengakhiri studinya di Universitas Berlin dengan menyelesaikan disrtasi berjudul On the Differences between the Natural Philosophy of Democritus and Epicurus. Marx lebih dikenal sebagai sebagai seorang tokoh sejarah ekonomi, ahli filsafat dan aktivis yang mengembangkan teori mengenai sosialisme yang kemudian hari dikenal dengan nama Marxisme daripada sebagai seorang perintis sosiologi. Meskipun demikian sebenarnya Marx merupakan pula seorang tokoh teori sosiologi. Levebcre mengemukakan, misalkan, bahwa meskipun Marx bukan ahli sosiologi namun tulisannya mengandung sosiologi (lihat Levebvre, 1969:22). Menurut kornblum (1988) Marx tidak menganggap dirinya sebagai ahli sosiologi melainkan ahli filsafat, ekonomi, ekonomi politik, dan sejarah.

Sumbangan pertama Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas yang disajikanya dalam berbagai tulisan termasuk di dalamnya The Communist Manifesto yang ditulisnya bersama Fredrich Engels. Menurut Marx perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda: kelas yang terdiri atas orang yang menguasai alat produksi, yang dinamakannya kaum bourgeoisie, yang mengeksploitasi kelas yang terdiri atas orang yang tidak memiliki alat produksi, yaitu kaum proletar. Menurut Marx pada suatu saat kaum proletar akan menyadari kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak, dan dalam konflik yang kemudian berlangsung yang oleh Marx dinamakan perjuangan kelas kaum bourgeoisie akan dikalahkan. Marx meramalkan bahwa kaum proletar kemudian akan mendirikan suatu masyarakat tanpa kelas. Meskipun ramalan Marx tidak pernah terwujud namun pemikiran Marx mengenai stratifikasi sosial dan konflik tetap berpengaruh terhadap pemikiran sejumlah besar ahli sosiologi.

Marx, Hegel, dan Feuerbach. Marx dipengaruhi oleh dan sekaligus mengkritik Hegel dan Feuerbach. Mengikuti Feuerbach, Marx mengkritik kesetiaan Hegel terhadap filsafat idealis. Marx berpendirian kemudian bukan hanya karena ia menganut orientasi materialis tetapi juga karena minatnya dalam aktivitas praktis. Pandangan Hegel ini sangat berbeda dari perhatian Marx yang tertujupada tenaga kerja yang nyata. Hegel melihat pada masalah yang keliru sejauh yang  menjadi sasaran perhatian Marx. Marx, merasa idealisme Hegel mengarah ke orientasi politik yang konservatif. Menurut Hegel, proses evolusi terjadi di luar kontrol individu dan dilua aktivitas mereka. Karena dalam diri manusia terjadi perubahan kesadaran yan makin besar tentang kehidupan seperti yang diharapkan, manusia tak memerlukan perubahan revolusioner.

Perndirian Marx sangat berbeda. Ia menyatakan bahwa masalah kehidupan modern dapat dirujuk ke sumber materialnya yang riil (misalnya, struktur kapitalisme). Sementara Hegel meletakkan "dunia di atas kepalanya" (ia memusatkan perhatian pada kesadaran bukan pada kehidupan material yang nyata), Marx benar benar meletakkan dialektikanya dalam landasan material. Marx mendukung kritik Feuerbach terhadap sejumlah pemikiran Hegel (misalnya, materialisme dan penolakannya terhadap keabstrakkan teori Hegel), tetapi ia jauh dari puas terhadap pendapat Feuerbach sendiri. Meskipun Marx menerima materialisme Feuerbach, ia merasa bahwa Feuerbach terlalu jauh memusatkan perhatian pada sisi nondialektis kehidupan materi. Feuerbach telah gagal memasukkan dialektika selaku sumbangan pemikiran Hegel terpenting ke dalam orientasi materialisme, terutama hubungan antara manusia dengan kehidupan material.

Ekonomi Politik. Materialisme Marx dan pada penekanannya pada sektor ekonomi menyebabkan pemikirannya sejalan dengan pemikiran kelompok ekonomi politik (seperti Adam Smith dan David Recardo). Ia memuji premis dasar mereka yang menyatakan bahwa tenaga kerja merupakan sumber seluruh kekayaan. Pada dasarnya premis inilah yang menyebabkan Marx merumuskan teori nilai tenaga kerja. Dalam teori ini menegaskan bahwa keuntungan kapitalis menjadi basis eksploitasi tenaga kerja. Sistem kapitalis tumbuh melalui tingkatan eksploitasi terhadap tenaga kerja yang terus menerus meningkat (dan karena itu jumlah nilai surplus pun terus meningkat) dan dengan menginvestasikan keuntungan untuk mengembangkan sistem. Marx juga dipengaruhi oleh para ekonomi politik yang melukiskan kehidupan sistem kapitalis dan eksploitasi kapitalis terhadap kaum buruh.

Marx dan Sosiologi. Marx bukanlah seorang sosiolog dan tak menganggap dirinya sosiolog. Memang sejak awal ada sosiolog yang sangat dipengaruhi oleh Marx dan telah ada serangkaian panjang sosiologi Marxian, terutama di Eropa. Tetapi bagi kebanyakkan sosiolog awal, karya Marx merupakan sebuah kekuatan negatif, sesuatu yang bertentangan dengan sosiologi yang mereka kembangkan. Meskipun keadaan seperti itu berubah secara dramatis selama tiga dekade terakhir, namun reaksi negatif terhadap karya Marx masih menjadikekuatan utama dalam penyusunan beberapa teori sosiologi.

Alasan mendasar penolakkan terhadap pemikiran Marx ini bersifat idieologis. Pemikiran sosiologi Marx ditolak karena dianggap berbau ideologi. Ada tuduhan yang menyatakan bahwa ia bukanlah seorang teroritis sosiologi yang serius. Namun, ideologi per se tak dapat diajadikan alasan nyata untuk menolak Marx karena karya Comte , Durkheim, dan pemikir konservatif lain pun banyak kadar ideologinya. Yang ditolak oleh teoritis sosiologi sebenarnya bukan eksitensi ideologinya, tetapi ciri-ciri ideologi tertentu.

Tentu ada alasan lain mengapa Marx tak diterima oleh banyak teoritis awal. Ia rupanya lebih dekat sebagai ekonom ketimbang sosiolog. Alasan lain bagi penolakkan awal terhadap Marx adalah ciri dari perhatian Marx. Marx ingin mengembangkan teori yang dapat menjelaskan penindasan ini dan yang dapat membantu merobohkan sistem kapitalis itu. Perhatian Marx tertuju kepada revolusi, yang menginginkan reformasi dan perubahan tertib. Perbedaan lain yang menonjol adalah perbedaan landasan filosofi antara teori sosiologi Marxian dan sosiologi konservatif. 

Teori Marx. Secara garis besarnya saja, dapat dikatakan bahwa Marx menawarkan sebuah teori tentang masyarakat kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat mendasar manusia. Marx yakin bahwasanya manusia pada dasarnya bersifat produktif, artinya untuk bertahan hidup manusia perlu bekerja di dalam dan dengan alam. Dengan kata lain mausia pada hakikatnya adalah makhluk sosial.

Kapitalisme pada dasarnya adalah sebuah struktur (atau lebih tepatnya serangkaian struktur) yang membuat batasan pemisah antara seorang individu dan proses produksi, produk yang diproses dan orang lain; dan akhirnya juga memisahkan diri individu itu sendiri. Inilah makna mendasar dari konsep alienasi. Alienasi terjadi karena kapitalisme telah berkembang menjadi sistem dua kelas dimana sejumlah kecil kapitalis menguasai proses produksi, produk, dan jam kerja dari orang yang bekerja untuk mereka. Pemikiran Marx sangat terpusat pada struktur kapitalisme dan dampak penindasannya terhadap buruh. Marx sebenarnya sedikit sekali memimpikan keadaan masyarakat seperti yang diimpikan pemikir sosiolis utopian (Lovell, 1992). 
Akar dan Sifat dari Teori Marx Weber (1864-1920) dan George Simmel (1858-1918)

Weber dan Marx. Albert Solomon, misalnya, mengklaim bahwa sebagian besar dari teori Weberian berkembang "dalam perdebatan sengit dan panjang dengan hantu Marx" (1945:596). Ini barangkali merupakan pernyataan yang berlebihan, tetapi dalam berbagai cara teori Marxian berperan negatif terhadap teori Weberian. Akan tetapi Weber yang bekerja menurut tradisi Marxian, mencoba menyelesaikan teori Marx. Teori Weberian pun mendapat banyak bahan dari teori Marxian (Burger, 1976). Weber memandang Marx dan para penganut Marxis pada zamannya sebagai determinis ekonomi yang mengemukakan teori-teori berpenyebab tunggal tentang kehidupan sosial. Artinya, teori Marxian dilihat sebagai upaya pencarian semua perkembangan historis pada basis ekonomi dan memandang semua struktur kontemporer dibangun diatas landasan ekonomi semata.

Salah satu contoh determinsai ekonomi yang rupanya sangat menganggu pikiran Weber adalah pandangan yang mengatakan bahwa ide-ide hanyalah refleksi kepentingan material (terutama kepentingan ekonomi), dan bahwa kepentingan materi menentukan ideologi. Dilihat dari sudut pandang ini Weber dianggap telah membalikkan Marx (seperti Marx telah membalikkan Hegel). Dalam karyanya The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism (1904-05/1958) ia memutuskan pada Protestanisme terutama pada sebuah sistem gagasan, dan pengaruhnya terhadap kemunculan  sistem gagasan yang lain, yakni semangat kapitalisme, dan akhirnya terhadap sistem ekonomi kapitalis. Berdasarkan karya-karya Weber ini, para pakar berkesimpulan bahwa Weber mengembangkan gagasan yang bertentangan dengan gagasan Marx. Pandangan kedua mengenai hubungan Weber dan Marx adalah bahwa ia tak banyak menentang Marx, tetapi ia mencoba membalikkan perspektif teoritisnya.

Pengaruh-pengaruh lain terhadap Weber. Immanuel Kant (1724-1804) adalah tokoh yang paling besar pengaruhnya terhadap  Weber. Namun kita juga tidak boleh meremehkan pengaruh Nietzsche (1884-1900) terhadao karya Weber tentang kebutuhan individu untuk bertahan terhadap pengaruh birokrasi dan struktur masyarakat  modern yang lain. Pengaruh Kant terhadap Weber dan terhadap sosiologi Jerman pada umumnya terlihat dari akar filsafat yang berbeda. Filsafat Kant menuntun sebagian sosiolog Jerman untuk menerima perspektif yang lebih statis. Menurut Knat, kehidupan adalah kejadian yang membingungkan yan tak pernah dapat dipahami secara langsung. Kehidupan hanya dapat dipahami melalui proses berpikir yang menyaring, memilih, dan menggolong-golongkan berbagai kejadian. Kant membedakan antara isi dan bentuk kehidupan nyata. Isi dapat dipahami melalui bentuk.

Teori Weber. Marx pada dasarnya mengemukakan teori kapitalisme sedangkan karya Weber pada dasarnya adalah teori tentang proses rasionalisasi (Brubaker, 1984; Kalbeg, 1980,1990,1994). Meski konsep rasionalitas digunakan dengan berbagai cara yang berlainan dalam karya Weber, yang menjadi sasaran perhatian kita disini adalah salah satu dari empat jenis proses yang diidentifikasikan oleh karlberg (1980,1990,1994; lihat juga Brubaker, 1981) yakni rasionalitas formal. Rasionalitas Formal meliputi proses berpikir aktor dalam membuat pilihan mengenai alat dan tujuan. Weber melihat birokrasi (dan proses historis birokrasi) sebagai contoh klasik rasionalisasi, tetapi mungkin contoh resionalisasi dewasa ini adalah restoran cepat saji (Ritzer 2000a). Restoran cepat saji (fast food) adalah sistem rasional formal dimana seorang pekerja  dan pelanggan digiring untuk mencari cara paling rasional dalam tujuan. Ia membedakan antara tiga jenis sistem otoritas –tradisional, karismatik, dan rasional legal.

Daftar Pustaka

Douglas J. Goodman dan George Ritzer. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prenada Media Group, 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini