Minggu, 23 September 2012

E.Durkheim_Avissajnr1B_Tugas 2

I.        Fakta Sosial (Emile Durkheim 1858 - 1917)

Durkheim mengembangkan konsep masalah pokok sosiologi penting dan kemudian diujinya melalui studi empiris. Dalam The Rule of Sociological Method (1895/1982), Durkheim menekankan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang disebut sebagai fakta – fakta sosial. Ia membayangkan fakta sosial sebagai kekuatan (forces) (Takla dan pope, 1985) dan struktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu. Studi tentang kekuatan dan struktur berskala luas ini, misalnya hukum yang melembaga dan keyakinan moral bersama dan pengaruhnya terhadap individu menjadi sasaran studi banyak teoritis sosiologi dikemudian hari (misalnya Parson). Dalam bukunya yang berjudul Suicide (1897/1951), Durkheim berpendapat bahwa bila Ia dapat menghubungkan perilaku individu seperti bunuh diri itu dengan sebab – sebab sosial (fakta sosial), maka Ia akan dapat menciptakan alasan meyakinkan tentang pentingnya disiplin sosiologi. Tetapi Durkheim tak sampai menguji mengapa individu A atau B melakukan bunuh diri. Ia lebih tertarik terhadap penyebab yang berbeda – beda dalam rata – rata perilaku bunuh diri dikalangan kelompok, wilayah, negara dan dikalangan golongan individu yang berbeda, misalnya antara orang yang kawin dan lajang). Dalam The Rule of Sociological Method ia membedakan antara dua tipe fakta sosial yaitu material dan non material. Meski Ia membahas keduanya, tetapi perhatian utamanya lebih tertuju pada fakta sosial non material (misalnya kultur, institusi sosial) ketimbang pada fakta sosial material (misalnya birokrasi, hukum). [1]

II.      Pembagian Kerja

Perhatiannya terhadap fakta sosial non material ini jelas dalam karyanya paling awal, The Division of Labor in Society (1893/1964). Dalam buku ini perhatiannya tertuju pada upaya membuat analisis komparatif mengenai apa yang membuat masyarakat bisa dikatakan berada dalam keadaan primitif atau modern. Ia menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan terutama oleh fakta sosial non material, khususnya oleh kuatnya ikatan moralitas bersama atau oleh apa yang disebut sebagai kesadaran kolektif yang kuat. Tetapi karena kompleksitas masyarakat modern, kekuatan kesadaran kolektif itu telah menurun. Ikatan utama dalam masyarakat modern adalah pembagian kerja yang mengikat orang yang satu dengan orang lainnya dalam hubungan saling ketergantungan. Tetapi menurut Durkheim , pembagian kerja dalam msayarakat modern menimbulkan beberapa patologi (pathologies). Dengan kata lain, divisi kerja bukan metode yang memadai yang dapat membantu menyatukan masyarakat. Kecenderungan sosiologi konservatif Durkheim terlihat ketika Ia menganggap revolusi tak diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Menurutnya, berbagai reformasi dapat memperbaiki dan menjaga sistem sosial modern agar tetap berfungsi.

III.    Agama

Dalam  karyanya yang terakhir, The Elementary Forms of Religious Life (1912/1965), Emile Durkheim memusatkan perhatian pada bentuk terakhir fakta sosial non material,yakni agama. Dalam karya ini, Durkheim membahas masyarakat primitif untuk menemukan akar agama. Durkheim yakin akan dapar menemukan akar agama dengan membandingkan masyarakat primitif yang sederhana ketimbang masyarakat modern yang kompleks. Temuannya adalah bahwa sumber agama adalah masyarakat itu sendiri. Durkheim mendefinisikan agama sebagai berikut :" a religion is a unified system of beliefs and practices relative to sacred things, that is to say, things set apart and forbidden – beliefs and practices which unite into a single moral community called a church, all those who adhere to them." (Suatu agama adalah sebuah sistem kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan hal – hal yang dianggap sakral, yaitu hal – hal yang dipisahkan dan dilarang – kepercayaan dan perilaku yang mempersatukan semua penganutnya menjadi satu komunitas moral, yaitu berdasarkan nilai – nilai bersama yang disebut umat). Masyarakatlah yang menentukan bahwa sesuatu yang bersifat sakral dan yang lainnya bersifat profan, khususnya dalam kasus yang disebut totemisme. Akhirnya, Durkheim menyimpulkan bahwa masyarakat dan agama adalah satu dan sama. Agama adalah cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam bentuk fakta sosial non material.[2][3]

IV.      Fungsionalisme dan Emile Durkheim

Sebagai ahli waris tradisi pemikiran sosial Perancis, khususnya ajaran organisme yang dilancarkan oleh Comte, tidaklah terlalu mengherankan jika hasil karya Emile Durkheim terpengaruh terminologi organismik. Dalam bukunya The Division of Labor, Durkheim melancarkan kritik terhadap Spencer, namun hasil karya sesudahnya sangat terpengaruh oleh aliran biologis dalam situasi intelektual abad ke – 19. Asumsi – asumsi dasar Durkheim mencerminkan pokok – pokok pikiran mereka yang sangat terpengaruh oleh aliran organisme, yaitu:

A.   Masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri yang dapat dibedakan dari bagian – bagiannya. Masyarakat juga tidak dapat dihabiskan ke dalam bagian – bagiannya. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu keseluruhan.

B.    Bagian – bagian suatu sistem dianggap memenuhi fungsi – fungsi pokok, maupun kebutuhan sistem secara keseluruhan.

C.    Kebutuhan pokok suatu sistem sosial harus dipenuhi untuk mencegah terjadinya keadaan abnormal atau patologis.

D.   Setiap sistem mempunyai pokok – pokok keserasian tertentu yang segala sesuatunya akan berfungsi secara normal.[4]

V.        Teori Anomali

Menurut Emile Durkheim, Anomali adalah keadaan yang kontras antara pengaruh subkebudayaan – subkebudayaan dengan kenyataan sehari – hari dalam masyarakat. Indikasinya adalah seakan – akan masyarakat tidak mempunyai  aturan – aturan yang dijadikan pegangan atau pedoman untuk ditaati bersama. Dengan kata lain, anomali adalah penyimpangan dimana kebudayaan masyarakat telah mengalami kekacauan.

Contoh : Indonesia pada era Reformasi

Untuk menaklukan krisis moral ini, Durkheim sendiri yakin bahwa orang harus membentuk pengelompokan – pengelompokan profesional baru, korporasi baru yang mempertautkan seluruh pekerjaan yang berkolaborasi dalam sektor kehidupan[5] ekonomi: " Jika anomie itu sebuah kejahatan, itu semata – mata karena masyarakat memang menderita, dan mereka tidak dapat hidup tanpa kohesi dan keteraturan. Agar anomie itu bisa diakhiri, maka harus ada atau harus dibentuk satu kelompok yang bisa berbentuk sistem peraturan yang faktanya memang masih kurang memadai. Masyarakat politik secara keseluruhan ataupun negara sebenarnya tidak bisa dibangun dari fungsi ini; kehidupan ekonomi, karena bersifat sangat khusus dan setiap hari mengalami spesialisasi, mulai terlepas dari kompetensi dan tindakannya. Aktivitas sebuah profesi hanya bisa diatur secara efektif oleh sebuah kelompok yang cukup dekat dengan profesi itu, baik untuk mengenali fungsinya, untuk merasakan segala kebutuhan dan kemampuan untuk mengikuti seluruh variasinya".

Orang boleh saja meragukan penyelesaian ini, yang jadi masalah hanya tidak ada peraturan ekonomi yang bisa mengarah paa perang sosial dan kesengsaraan moral.



[1] Ritzer,George;J.Douglas.2011.Teori Sosiologi Modern Edisi keenam.Jakarta:Kencana.

[2] Ritzer,George;J.Douglas.2011.Teori Sosiologi Modern Edisi keenam.Jakarta:Kencana.

 

[3] Narwoko,J.Dwi;Suyanto,Bagong.2007.Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan.Jakarta:Kencana.

[4] Soekanto, Soerjono.2011.Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi.Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada.

[5] Anthony Giddens,Daniel Bell etc.2001.Sosiologi dan Berbagai Pemikirannya.Bantul:Kreasi Wacana Offset

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini