Minggu, 23 September 2012

Teori Konflik
Oleh Ahmad Afandi PMI 3
Tugas II
Paradigma Soiologi yang mengkaji masalah konflik sosioal adalah paradigma fakta sosial. Salah satu varian teori dari paradigma ini adalah teori konflik dengan tokoh utamanya adalah Ralp Dahrendorf. Teori ini dibangun dalam rangka untuk menentang secara langsung terhadap teori fungsionalisme struktural. Karena itu tidak mengherankan bila proposisi yang dikemukakan bertentangan dengan proposisi yang terhadap dalam teori fungsionalisme struktural.
Landasan teori konflik pada gambaran Rap Dahrendorf yang didasarkan pada proposisi-proposisi berikut:
1.      Setiap masyarakat kapan saja tunduk pada proses perubahan. Perubahan sosial ada dimana-mana.
2.      Setiap masyarakat kapan saja memperlihatkan perpecahan dn konflik.
3.      Setiap element dalam suatu masyarakat menyumbang disentegrasi dan peerubahan.'
4.      Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain.
Maka teori konflik menilai keteratuaran yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa:
Konflik sosial dalam kamus sosiologi diartikan sebagai berikut:
1.      Pertentangan sosiaal u=yang bertujuan untuk menguasai atau menghancurkan ke pihak yang lain.
2.      Kegiatan dari suatu kelompok yang menghalangi atau menghancurkan kelompok lain, walaupun hal itu tidak menjadi tujuan utama aktivitas kelompok pertama.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, seperti kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan kecil, yaitu individu maupun lingkungan luas, yaitu masyarakat. Pada taraf di dalam seseorang, konflik timbul menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian atau emosi-emosi dan dorongan yang antagonistik di dalam dirinnya. Sedangkan pada taraf masyarakat konflik juga bersumber pada perbedaan diantara nilai-nilai dan norma-norma kelompoknya dengan kelompok lainnya, dan adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio ekonomis di dalam suatu kebudayaan tertentu dengan kebudayaan lainnya.
Menurut teori konflik versi Rap dahrendorf masyarakat terdiri atas organisasi-organisasi yang didasarkan pada kekuasan (dominasi satu pihak atas pihak lain atas dasar paksaan) atau wewenang (dominasi yang diterima dan diakui oleh pihak yang didominasi) yang dinamakannya "imperatively coordianted associations" (asosiasi yang dikoordinasi secara paksa). Karena kepentingan kedua pihak dalam asosiasi-asosiasi tersebut berbeda pihak penguasa berkepentingan untuk memtahankan kekuasaan, sedangkan pihak yang dikuasai berkepentingan untuk memperoleh kekuasaan, maka dalam asosiasi akan terjadi polarisasi dan konflik antara dua kelompok. Keberhasilan kelompok yang dikuasai untuk merebut kekuasaan dalam asosiasi akan menghasilkan perubahan sosial. Dengan demikian konflik, menurut Dahrendorf, merupakan sumber terjadinya perubahan sosial.
 
Sementara itu Simon Fisher dkk (2000 : 4)menyatakan bahwa konflik dan kekerasan merupakan dua hal yang berbeda. Konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok ) yang memiliki, atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Sedangkan kekerasan meliputi tindakan, sikap, berbagai struktur atau sistem yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial atau lingkungan, dan menghalangi seseorang untuk meraih potensinya.
Konflik merupakan kenyataan hidup yang kadangkala tidak terhindarkan. Konflik terjadi ketika masyarakat tidak sejalan. Bernagai perbedaaan pendapat dan konflik biasanya diselesaikan tanpa kekerasan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebadian atau semua pihak yang terlibat, sehingga seringkali dianggap bahwa konflik tetap berguna. Jika konflik selalu ada berarati konflik memang dibutuhkan, dalam bidang bisnis dengan adanya konflik orang menyadari addanya berbagai masalah dalam kehidupan, yang pada sisi lain dapat untuk mendorong terjadinya perubahan yang diperlukan, memperbaiki solusi, menumbuhkan semangat, mempercaepat perkembangan pribadi serta menambah kepedulian diri.
Tahap-tahap yang penting untuk diketahui agar dapat menganalisa berbagai dinamika dan kejadian yang berkaitan dengan masing-masing tahap konflik. Analisa dasar terdiri dari lima tahap yang umumnya disajikan secara berurutan, yaitu:
1.      Pra konflik, Fase ini ditandai dengan suatu ketidaksesuaikan sasaran diantara dua pihak atau lebih. Sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari pandangan umum, meskipun satu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadinya konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan hubungan  diantara beberapa pihak untuk menghindari konflik satu sama lain.
2.      Konfrontasi, Tahap ini ditandai dengan semakin terbukannya konflik yang ada. Jika hanya satu pihak yang merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai melakukan aksi demonstrasi atau perilaku konfrontasi lainnya. Kadang pertikaian atau kekerasan pada tingkat rendah lainnya terjadi di antara kedua pihak. Masing-masing pihak mungkin mengumpulkan sumber daya dan kekuatan serta mungkin mencari sekutu dengan harapan dapat meningkatkan konfrontasi dan kekerasan. Hubungan di antara kedua belah pihak menjadi sangat tegang, mengarah pada polarisasi di antara para pendukung di masing-masing pihak.
3.      Krisis, Fase ini merupakan puncak konflik,
4.      Akibat, Suatu krisis pasti akan menimbulkan akibat.
5.      Pasca Konflik, Tahap ini ditandai dengan berakhirnya berrbagai bentuk konfrontasi, kekerasan, ketegangan berkurang dan mengarah pada hubungan yang normal antar kedua belah pihak.
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini