KONFLIK SOSIAL ANTARA PEDAGANG KECIL (WARUNG KECIL)
OLEH : LILIS YUNIARSIH
(1112051100048)
JURNALISTIK 1B
I. Latar Belakang
Secara kodrati, manusia selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu bekerjasama dengan orang lain sehingga tercipta sebuah kehidupan yang damai. Dalam bekerjasama tentu manusia menemui sebuah konflik. Karena konflik sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Baik didalam keluarga, bisnis, dan lain-lain.
Konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
- Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis, konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
- Menurut Gibson, hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
- Menurut Robbin, keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
- Menurut Soerjono Soekanto, konflik merupakan suatu proses sosial di mana orang per orangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman atau kekerasan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi karena adanya hubungan kerjasama yang timbul karena adanya perbedaan persepsi antara masing-masing individu.
Penyebab konflik didalam masyarakat, antara lain karena :
1. Perbedaan individu.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan yang menyebabkan perbedaan diantara individu-individu.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Kali ini saya melakukan penelitian tentang konflik sosial yang berada dekat dengan lingkungan saya. Saya meneliti mengenai menjamurnya warung-warung kecil yang berada dipinggir jalan pesanggrahan. Karena jika diteliti lebih dalam masalah ini dapat menjadi masalah yang serius dalam kehidupan bermasyarakat.
II. Pertanyaan Pokok Penelitian
1. Bagaimana tanggapan anda mengenai menjamurnya warung-warung seperti yang anda miliki dilingkungan pesanggrahan ini ?
2. Apakah ini merugikan anda atau malah sebaliknya ?
III. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini saya masih menggunakan metode kualitatif. Karena dirasa sangat efektif apabila kita ingin mendapatkan informasi yang kita inginkan. Melalui wawancara dengan narasumber kita dapat mengetahui secara langsung apa yang terjadi. Penelitian ini saya lakukan di jalan pesanggrahan (samping kampus UIN) pada hari minggu tanggal 16 Desember 2012 pukul 13.00-14.00 WIB. Dengan narasumber pemilik warung kecil bernama Ibu Emy dan Bapak Aom.
IV. Gambaran Subyek
Dua orang yang saya wawancarai dalam penelitian kali ini adalah Ibu Emy dan Bapak Aom. Orang pertama adalah Ibu Emy. beliau sudah kurang lebih 30 tahun berjualan dijalan pesanggrahan, meneruskan usaha kecil milik keluarganya. Saat ini usianya sudah 35 tahuun dan sudah memiliki satu orang anak. Ibu Emy membantu ibunya menjaga warung tersebut untuk membiayai kehidupannya dan keluarganya sehari-hari. Kemudian orang kedua yang saya wawancarai bernama Bapak Aom yang berusia 37 tahun. Beliau membuka usaha warung kecilnya sejak tahun 1998 kurang lebih sudah 15 tahun.
V. Analisis
Konflik memang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Kerjasama yang dilakukan antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok tidak selalu berjalan lancar dan beriringan. Pasti selalu ada masalah dalam setiap apa yang dilakukan.
Begitu pula dalam kehidupan bermasyarakat. Dimana didalam masyarakat itu terdapat individu-individu yang memiliki beragam kebudayaan dan perbedaan-perbedaan lainnya yang dapat memicu terjadinya sebuah konflik.
Konflik tidak selalu anarkis dan memanas. Seperti penelitian yang saya lakukan kemarin. Konflik yang saya lihat dalam penelitian ini adalah persaingan diantara pemilik warung kecil yang ada dijalan pesanggrahan. Dimana disana terdapat beberapa warung kecil yang menjual makanan, minuman, rokok, dan lain sebagainya. Meskipun jaraknya tidak terlalu berjauhan namun mereka tidak pernah merasa saling dirugikan. Menurut salah seorang pemilik warung yang saya wawancarai yaitu Ibu Emy, menurut beliau meskipun warungnya dekat dengan warung-warung lain namun mereka tidak pernah beradu mulut atau bahkan saling menjelek-jelekan dagangan yang mereka jual. Justru ibu Emy beranggapan bahwa rejeki sudah ada yang mengatur, yaitu Allah SWT. dan masing-masing penjual memang sudah memiliki langganannya masing-masing. Sehingga untuk ibu Emy sendiri tidak perlu menegur para pedagang lain yang berada disekitar pesanggrahan walaupun beliau mengaku sudah berjualan sebelum warung-warung lain yang ada di pesanggrahan ada seperti sekarang ini. Namun, ibu Emy merasa pendapatannya berkurang karena munculnya warung-warung sejenis seperti miliknya. Itu tidak membuat ibu Emy berkecil hati. Beliau tetap melanjutkan usaha warung kecilnya ini hingga saat ini.
Begitu pula dengan orang kedua yang saya wawancarai, yaitu bapak Aom. Beliau sudah berjualan selama kurang lebih 37 tahun. Warungnya berada persis didepan pintu kecil yang biasa dilalui mahasiswa/i jika ingin ke jalan pesanggrahan. Karena letaknya yang strategis bapak Aom jelas mendapatkan pelanggan yang lebih banyak dibanding ibu Emy. Karena lebih dekat dengan jalan yang biasa dilalui oleh banyak mahasiswa /i. Tanggapan bapak Aom sendiri mengenai menjamurnya warung-warung yang sejenis hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Ibu Emy.
Kedua narasumber yang saya wawancarai memiliki persamaan anggapan bahwa rejeki sudah ada yang mengatur. Setiap orang yang berjualan sudah pasti memiliki langganannya masing-masing. Jadi, sesama orang yang mencari nafkah tidak perlu saling bermusuhan. Karena semua sudah ada yang mengatur.
Hubungan antara ibu Emy dan bapak Aom dengan pedagang-pedagang lain juga tidak pernah menimbulkan konflik yang serius. Hanya saja, mungkin secara tidak langsung mempengaruhi pendapatan yang mereka dapat. Hubungan mereka dengan petugas penertiban lingkungan juga cukup baik. Pernah sesekali ibu Emy yang berjualan tepat dipinggir jalan raya disuruh untuk mencari tempat lain karena akan ada pelebaran jalan. Namun karena dibicarakan dengan baik-baik antara petugas dengan ibu Emy akhirnya ibu Emy boleh tetap berjualan namun warungnya digeser sedikit agar tidak mengganggu pengguna jalan. Karena petugas itu mengerti meskipun hanya pedagang warung kecil Ibu Emy sudah berupaya menghidupi keluarganya.
Toleransi yang baik antara sesama merupakan kunci hidup damai dan saling berdampingan. Tidak semua konflik dapat diselesaikan dengan kekerasan. Mengerti dan memahami kelebihan dan kekurangan orang lain akan membawa kita menjadi manusia yang lebih dihargai. Memang sudah tugas kita sebagai makhuk ciptaan Yang Maha Esa menjalin hubungan yang baik antara sesama manusia lainnya agar tercipta suasana damai dan tentram dalam sebuah masyarakat.
VI. Daftar Pustaka
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012
Bapak Aom dan Ibu Emy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar