KONFLIK DAN PERTENTANGAN DALAM MASYARAKAT
Oleh: M.Zaeni Dahlan (1112051100030)
Jurnalistik 1B
I. Latar Belakang.
Struktur masyarakat Indonesia yang bersifat multidimensi merupakan masalah tersendiri bagi upaya dan proses integrasi. Dari perspektif sosiologis, secara etis, fenomena konflik sosial memiliki bobot ganda selain juga bersifat kontradiktif. Dari perspekif fungsional, konflik sosial sama sekali dihindari karena akan berbenturan dengan sistem mekanisme fungsi-fungsi organisme yang berlangsung secara linear dan alami. Sementara pada beberapa rumpun teori yang melandaskan dirinya pada wawasan Marxis dan teori kritis lainnya, memandang konflik sosial sebagai bentuk sinergi (kekuatan gabungan) yang harus dimiliki dan dipelihara untuk menjaga dinamisasi sistem sosial dan sekaligus sebagai kekuatan penjaga keseimbangan sosial.Sementara bila dilihat dari sudut prilaku, keberadaan konflik sosial merupakan fitrah manusiawi yang merupakan bagian bawaan dan keberadaan manusia itu sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya.
Istilah lain yang kadangkala pengertiannya berhimpit dengan kata konflik adalah kata "kerusuhan". Kata kerusuhan itu sendiri terbentuk dari kata dasar "rusuh" yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti banyak banyak gangguan keamanan, kacau, dan ribut. Sedang kata kerusuhan berarti keadaan rusuh (tidak aman); keributan; kekacauan; dan huru-hara.
Adapun kata "konflik" berarti percekcokan, perselisihan, pertentangan (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh dan pertentangan antara dua tokoh.Dari segi bahasa ini, dapat dipahami bahwa kerusuhan adalah kelanjutan dari satu konflik atau dengan kata lain konflik dapat berubah dan berkembang menjadi kerusuhan. Dalam penelitian ini yang dimaksud kerusuhan adalah segala macam bentuk konflik yang menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Dengan demikian, penggunaan kata kerusuhan dapat bermakna konflik dan sebaliknya.
Secara terminologi, konflik didefinisikan sebagai pertentangan yang bersifat langsung dan disadari antara individu-individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam batasan ini, kekalahan pihak lawan dianggap sangat penting dalam mencapai tujuan. Dalam konflik, orientasi kearah pihak lawan lebih penting daripada obyek yang hendak dicapai. Dalam kenyataan, karena berkembangnya rasa kebencian yang makin mendalam, pencapaian tujuan seringkali menjadi sekunder, sedangkan pihak lawan yang dihadapi jauh lebih penting.
Para peneliti konflik, seperti dikutip Rizal Panggabean, memberikan definisi yang beraneka ragam. Definisi Coser menekankan aspek prilaku konflik. Pengertian konflik yang difokuskan pada prilaku cukup popular di kalangan peneliti konflik dan di kalangan masyarakat pada umumnya. Di lain pihak, definisi Boulding menekankan situasi yang melatarbelangi konflik, seperti ketidakselarasan kepentingan dan tujuan. Ini menunjukkan bahwa kondisi-kondisi konflik adalah fokus penting lainnya dalam studi-studi konflik. Definisi yang diberikan Kriesberg menekankan keyakinan (belief), karena konflik terjadi manakala pihak-pihak meyakini bahwa mereka memiliki tujuan yang bertentangan satu sama lain. Akhirnya dalam definisi yang diajukan Pruitt dan Rubin menegaskan persepsi (perception) dan keyakinan (belief) mengenai ketidakselarasan kepentingan dan aspirasi.
Masing-masing definisi di atas dapat digunakan karena mengandung kegunaan sendiri-sendiri. Tetapi, definisi-definisi tersebut juga dapat digunakan untuk kepentingan lain. Jika dirangkum, definisi-definisi tersebut menunjukkan beberapa komponen inti konflik yang dapat diperhatikan dan diamati. Tiga komponen konflik yang utama berdasarkan definisi-definisi itu adalah:
1. Kondisi-kondisi yang mendahului konflik
2. Prilaku konflik
3. Aspek-aspek kognitif dan afektif konflik.
Istilah lain yang kadangkala pengertiannya berhimpit dengan kata konflik adalah kata "kerusuhan". Kata kerusuhan itu sendiri terbentuk dari kata dasar "rusuh" yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti banyak banyak gangguan keamanan, kacau, dan ribut. Sedang kata kerusuhan berarti keadaan rusuh (tidak aman); keributan; kekacauan; dan huru-hara.
Adapun kata "konflik" berarti percekcokan, perselisihan, pertentangan (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh dan pertentangan antara dua tokoh.Dari segi bahasa ini, dapat dipahami bahwa kerusuhan adalah kelanjutan dari satu konflik atau dengan kata lain konflik dapat berubah dan berkembang menjadi kerusuhan. Dalam penelitian ini yang dimaksud kerusuhan adalah segala macam bentuk konflik yang menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Dengan demikian, penggunaan kata kerusuhan dapat bermakna konflik dan sebaliknya.
Secara terminologi, konflik didefinisikan sebagai pertentangan yang bersifat langsung dan disadari antara individu-individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam batasan ini, kekalahan pihak lawan dianggap sangat penting dalam mencapai tujuan. Dalam konflik, orientasi kearah pihak lawan lebih penting daripada obyek yang hendak dicapai. Dalam kenyataan, karena berkembangnya rasa kebencian yang makin mendalam, pencapaian tujuan seringkali menjadi sekunder, sedangkan pihak lawan yang dihadapi jauh lebih penting.
Para peneliti konflik, seperti dikutip Rizal Panggabean, memberikan definisi yang beraneka ragam. Definisi Coser menekankan aspek prilaku konflik. Pengertian konflik yang difokuskan pada prilaku cukup popular di kalangan peneliti konflik dan di kalangan masyarakat pada umumnya. Di lain pihak, definisi Boulding menekankan situasi yang melatarbelangi konflik, seperti ketidakselarasan kepentingan dan tujuan. Ini menunjukkan bahwa kondisi-kondisi konflik adalah fokus penting lainnya dalam studi-studi konflik. Definisi yang diberikan Kriesberg menekankan keyakinan (belief), karena konflik terjadi manakala pihak-pihak meyakini bahwa mereka memiliki tujuan yang bertentangan satu sama lain. Akhirnya dalam definisi yang diajukan Pruitt dan Rubin menegaskan persepsi (perception) dan keyakinan (belief) mengenai ketidakselarasan kepentingan dan aspirasi.
Masing-masing definisi di atas dapat digunakan karena mengandung kegunaan sendiri-sendiri. Tetapi, definisi-definisi tersebut juga dapat digunakan untuk kepentingan lain. Jika dirangkum, definisi-definisi tersebut menunjukkan beberapa komponen inti konflik yang dapat diperhatikan dan diamati. Tiga komponen konflik yang utama berdasarkan definisi-definisi itu adalah:
1. Kondisi-kondisi yang mendahului konflik
2. Prilaku konflik
3. Aspek-aspek kognitif dan afektif konflik.
Ketiga komponen ini dapat digambarkan dalam bentuk segitiga, sehingga menjadi "segitiga konflik" yang terdiri dari dan merangkai ketiga komponen tersebut.
Penelitian ini saya ambil dari sebuah lembaga yang sedang mengalami konflik dalam pembangunan dan pembelajaran pendidikan islam yang berbeda sistem didalamnya,yakni Pondok Pesantren AL-Qur'aniyyah dengan pondok pesantren AL-Ikhwaniyyah,ini merupakan tugas ke-6 dalam penelitian Konflik dan pertentangan dalam masyarakat,karena tema ini sangat berpengaruh dalam lingkungan masyarakat.
II. Pertanyaan Pokok Penelitian.
1. Wawancara dengan Drs.KH M Sobron Zayyan,MA (Pimpinan Pon-pes ALQur'aniyyah)
Ø Sebenarnya apa yang menjadi sebab terjadinya konflik pondok ini dengan pondok AL-Ikhwaniyyah dan benarkah ada yang merasa dirugikan?
Jawabannya : "Abi tidak merasa memiliki rasa persaingan dan pertentangan,apalagi konflik dengan AL-Ikhwaniyyah,sebenarnya hanya ada satu perbedaan yang mengakibatkan pimpinan pondok itu merasa tersaingi,ya dengan berkembang pesatnya pondok ini Beliau merasa tergeser,karena sistem yang telah abi jalankan mengacu kepada ajaran dasar-dasar ke-AL-Qur'anan dan ke-modernisasian yang sedang merajalela disetiap pondok pesantren,dan pondok disana itu berbasis dan berlatar belakang ke-kitab kuningan/salaf sehingga para pelajar bosan dengan sistem pembelajaran seperti itu,bisa dibilang mereka masih mengacu pada kitab-kitab klasik".
2. Wawancara dengan KH Muhasyar Baran (Pimpinan Pon-pes AL-Ikhwaniyyah)
Ø Apa benar pondok ini merasa tersaingi dengan adanya pondok yang baru muncul seperti pondok pesantren AL-Qur'aniyyah dan benarkah kiyai merasa dirugikan?
Jawabannya : "Sebagai sesepuh dan orang tua dikampung ini,saya benar-benar kagum dengan anak/murid saya "Sobron",karena dia dulu dibesarkan dipondok ini,tapi setelah dia sudah merasa dewasa dan bisa berkiprah dimasyarakat dan dunia luar,saya membiarkan dan membebaskan dia mau bangun pesantren,dan itupun saya izinkan karena saya melihat dia sudah memiliki kemampuan dalam bidang ilmu AL-Qur'an,jadi yang masyarakat anggap saya tersaingi itu hanya sebatas sistem pembelajarannya dipesantren,saya merasa bangga dengan dia,tapi tolong jangan merasa lebih dari orang tua,memang saya kurang dalam bidang AL-Qur'an tapi tidak menutup kemungkinan saya bisa menafsirkan dalam ilmu yang lainnya".
III. Metode Penelitian.
Metode yang digunakan yaitu dengan metode kualitatif, yang menggunakan indeks interview (wawancara mendalam) dengan narasumber. Alasannya, bahwa penelitian dengan metode ini dapat menghasilkan pernyataan yang lebih akurat dan dapat menimbulkan kepercayaan antara narasumber dan peneliti.
LokasiPenelitian : 1. PONPES AL-QUR'ANIYYAH
Jl. Panti Asuhan,Kp.Ceger-JurtimNo 16,Rt 03/12-Pd.Aren-TangSel-Banten
Waktu :Selasa, 18 Desember 2012 ( pukul 08.30 s/d 09.30 WIB).
2.PONPES AL-IKHWANIYYAH
Jl. Panti Asuhan,Kp.Ceger-JurBar No 46-Pd.Aren-TangSel-Banten
Waktu :Selasa, 18 Desember 2012 ( pukul 13.30 s/d 14.30 WIB).
IV. Gambaran Subyek Peneliti.
Dalam penelitian kali ini, saya memilih dua orang nara sumber yang bisa memberikan sebuah contoh kecil tentang konflik dalam lingkungan masyarakat. Mereka berdua adalah Pimpinan Pondok Pesantren AL-Qur'aniyyah dan Pondok Pesantren AL-Ikhwaniyyah.Orang pertama yang saya wawancarai adalah Bapak KH.M Sobron Zayyan yakni seorang Kiyai yang tinggal di daerah JurangMangu Timur, Pd.Aren,Tangerang Selatan. Beliau adalah Kiyai dan tokoh masyarakat sekaligus menjadi salah satu pendiri dari yayasan "Panti Asuhan-Pendidikan Islam Pondok Pesantren AL-Qur'aniyyah" beliau lahir diTangerang selatan-Banten, terlahir di keluarga yang kurang mampu dan beliau seorang yatim ketika beranjak diusia 6 tahun, dengan modal pendidikan yang mumpuni untuk menjadi seorang Kiyai,terlebih dalam bidang AL-Qur'an dan y memiliki intelektualitas yang tinggi di daerah sekitar yang sekarang ditempati.
Dan yang kedua adalah Bapak KH Muhasyar Baran selaku pimpinan Pondok Pesantren AL-Ikhwaniyyah yang sudah sangat lama memimpin pesantren tersebut,dan sudah dikenal dikampungnya dengan kesederhanaan dan keshalehannya,membuat pesantren tersebut masih berdiri hingga sekarang,beliau sosok penyalur dan donatur bagi para santri anak-anak yatim yang kurang mampu,beliau mendirikan pesantren sekaligus panti Asuhan AL-Ikhwaniyyah.
V. Analisis
Dalam penelitian kali ini, saya mencari data tentang konflik melalui pendekatan kualitatif. Mengenai tentang mengapa konflik terjadi dalam masyarakat dan apa yang meyebabkan konflik itu tejadi diantara kedua yayasan pendidikan islam tersebut yang notaben dan latar belakangnya berbeda satu sama lain.
Karakter pribadi yang mencakup sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian, serta perbedaan individual bisa menjadi titik awal dari konflik. Dan dalam kehidupan sehari- hari terjadinya komunikasi. Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik, selain itu masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kolaborasi dan merangsang kesalahpahaman.
Dan semua konflik seringkali dipandang sebagai pencapaian tujuan satu pihak dan merupakan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain. Hal ini karena seringkali orang memandang tujuannya sendiri secara lebih penting, sehingga meskipun konflik yang ada sebenarnya merupakan konflik yang kecil, seolah-olah tampak sebagai konflik yang besar.
Konflik muncul diakibatkan salah satunya perebutan sumberdaya. Misalnya, jika dua orang yang memiliki pesantren ditempat yang berdekatan, maka akan terjadi konflik sumber daya. Dan apabila salah satu pihak bertingkah laku seakan-akan mau menguasai tempat itu, pihak lain akan terganggu maka terjadilah konflik diakibatkan sumberdaya.
Dari data dan sumber yang saya dapat,konflik disini saya mengedepankan tentang perebutan kepentingan dan keuntungan,sebagaimana kedua pihak pesantren yang saling bersaing dalam mencari kader-kader santri yang berkualitas,mereka saling membuat umbul-umbul dan spanduk telah dibukanya pendaftaran peserta didik baru,apalagi sekarang semakin banyak dan maraknya pembangunan sekolah-sekolah islam diluar wilayah kedua pesantren ini.
Dalam kata lain,kedua pimpinan memiliki perbedaan system pembelajaran dipesantren masing-masing,pondok pesantren AL-Qur'aniyyah yang mengedepankan system AL-Qur'an dan kemodernisasian banyak memancing kaula muda untuk bias belajar dipesantren tersebut,begitupun halnya pondok pesantren AL-Ikhwaniyyah yang mengedepankan sistem Salafi yang tidak keluar dari ajaran ulama-ulama terdahulu.
Jadi,apapun system dan kultur yang ada dipesantren masing-masing,mereka tetap menjaga keharmonisan dan kekeluargaan dengan mengedepankan ISLAMI DIINA.
DaftarPustaka
Fattah Muhammad Hattah, Faktor Penyebab dan Upaya Penanganan Konflik Sosial di Kabupaten Luwu, (Makassar: 2002), 7.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. VIII; Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 855.
Ahmad Fediyani Saifuddin, Konflik dan Integrasi: Perbedaan Faham dalam Agama Islam (Cet. I; Jakarta: CV Rajawali, 1986), 7.
Rizal Panggabean, "Manajemen dan Resolusi Konflik", Makalah disampaikan dalam TOT Manajemen Efektif dan Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi (Yogyakarta, Juli 2004), 1.
Ahmad Fediyani Saifuddin, Konflik dan Integrasi: Perbedaan Faham dalam Agama Islam (Cet. I; Jakarta: CV Rajawali, 1986), 7.
Rizal Panggabean, "Manajemen dan Resolusi Konflik", Makalah disampaikan dalam TOT Manajemen Efektif dan Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi (Yogyakarta, Juli 2004), 1.
Drs.KH M Sobron Zayyan,MA - KetuaYayasan Pondok Pesantren AL-Qur'aniyyah
Drs .KH Muhasyar Baran – Ketua Yayasan Pondok Pesantren AL-Ikhwaniyyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar