Rabu, 17 Juni 2015

UAS Kualitatif BPI

Jadikan gambar sebaris

METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF
 
DAMPAK TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KOTA DEPOK DI KELURAHAN CIPAYUNG TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT KELURAHAN CIPAYUNG
 
Dosen: Dr. Tantan Hermansyah
 
Description: D:\bpi.jpg                       Description: D:\uin.jpg
           
 
Oleh:
Muhammad Ali Nurdin          (1112052000017)
 
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1436 H / 2015 M
KATA PENGANTAR
 
Syukur Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan berbagai macam nikmat, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas penelitian sebagai tugas Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Metodologi Penelitian Kualitatif. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Semoga tercurahkan pula kepada para keluarganya, sahabat-sahabatnya dan kepada kita selaku umatnya yang tunduk dan patuh menjalankan ajaran dan Sunnah-sunnah beliau.
Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas segala dukungan, bantuan dan kerjasamanya dalam proses penelitian hingga penyusunan laporan penelitian ini.
Akhirnya, seperti kata pepatah: Tak ada gading yang tak retak. Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan penelitian ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala masukan, kritik dan saran sangat saya harapkan demi kesempurnaan penyusunan laporan ataupun makalah ke depan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat. Amiin.
 
 
 
                                                                                                    Ciputat, Juni 2015
 
 
Muhammad Ali Nurdin
 
 
 
DAFTAR ISI
 
 
KATA PENGANTAR         .......................................................................             2
DAFTAR ISI                         .......................................................................             3
 
BAB I             PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah ...................................................................             5
B.     Rumusan Masalah ............................................................................              7
C.     Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................             7
1.      Tujuan Penelitian ........................................................................             7
2.      Manfaat Penelitian ......................................................................             8
D.    Metodologi Penelitian .......................................................................             8
1.      Metode dan Desain Penelitian ....................................................             8
2.      Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................             9
3.      Subjek dan Objek Penelitian .......................................................             9
4.      Teknik Pengumpulan Data ..........................................................            
5.      Teknik Analisis Data ...................................................................             10
 
BAB II            GAMBARAN UMUM
A.    Letak Kelurahan Cipayung ...............................................................             11
B.     Letak TPA Cipayung ........................................................................             12
C.     Karakteristik dan Volume Sampah TPA Cipayung ..........................             13
D.    Operasional TPA Cipayung ..............................................................             14
E.     Kondisi Masyarakat Kelurahan Cipayung ........................................             14
 
 
BAB III TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A.    Respon Positif ...................................................................................             17
B.     Respon Negatif ..................................................................................                        18
C.     Faktor Penyebab Munculnya Respon Beragam di Masyarakat Sekitar TPA
1.      Faktor Penyebab Munculnya Respon Positif ..............................             21
2.      Faktor Penyebab Munculnya Respon Negatif ............................             22
D.    Dampak TPA Terhadap Kesehatan ...................................................                        23
E.     Dampak TPA Terhadap Suasana/ Kehidupan Sosial ........................             25
 
BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan .......................................................................................             27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................                       28
DAFTAR NARASUMBER ........................................................................                       29
DAFTAR INFORMAN ..............................................................................                        29
LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA ......................................                       30
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB I
PENDAHULUAN
 
A.    Latar Belakang Masalah
Sampah menjadi salah satu permasalahan utama yang tak kunjung usai di berbagai daerah, tak terkecuali di Kota Depok Jawa Barat yang notabene merupakan salah satu kota penyangga ibu kota negara, Jakarta. keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sangat diperlukan oleh Kota Depok karena setiap harinya sampah diproduksi dan dibuang oleh masyarakat yang berada di Kota Depok.
Kota Depok yang memang dipersiapkan untuk kota pemukiman sejak memisahkan diri dari Bogor dan Jakarta pada tahun 1999 terus mengalami peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Bertambahnya jumlah penduduk yang juga dibarengi dengan perubahan gaya hidup telah meningkatkan jumlah volume sampah, jenis sampah dan keberagaman karakteristik sampah yang diproduksi/ dibuang setiap harinya. Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi, serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi seperti pasar dan pertokoan di Kota Depok juga memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan volume sampah yang dihasilkan.
Dengan meningkatnya volume sampah tersebut maka diperlukan pengelolaan sampah yang baik. Sampah yang diangkut setiap harinya dari berbagai penjuru Kota Depok tidak hanya sebatas diangkut dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), namun perlu dilakukan pengolahan sampah agar sampah tidak semakin menumpuk dengan tinggi di Tempat Pembuangan Akhir.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebagai 'terminal' terakhir bagi sampah sangat diperlukan untuk menampung sampah dari berbagai penjuru Kota Depok. Keberadaan ruang atau lahan untuk menempatkan sampah-sampah dari berbagai penjuru daerah yang ada, terutama dari pasar-pasar yang ada di Kota Depok tersebut menjadi sebuah keniscayaan. Dalam hal lahan untuk sampah, Kota Depok telah memilih Kelurahan Cipayung sebagai tujuan terakhir bagi sampah-sampah yang diangkut oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang terletak di kelurahan Cipayung kecamatan Cipayung kota Depok itu merupakan satu-satunya tempat pembuangan sampah yang ada di kota Depok. TPA Cipayung yang memiliki luas 11 hektar sudah sangat mengganggu warga sekitar yang setiap hari menghirup udara kotor dan bau akibat tumpukan sampah yang kian hari kian menggunung. Menurut kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Depok Zambrowi, seperti yang dilansir Tribunnews.com pada tanggal 19 Agustus 2014, idealnya untuk sebuah TPA tingkat kota, luasnya adalah 20 sampai 30 hektar.
Pihak Pemkot sudah berinisiatif melakukan perluasan area TPA ke kelurahan yang berada di sebelahnya, yakni kelurahan Pasir Putih kecamatan Sawangan, namun ide tersebut langsung ditolak warga Pasir Putih dengan berdemo di kantor DPRD dan kantor walikota Depok pada 2013. Pasalnya, bau sampah tersebut sudah menggangu warga Pasir Putih meskipun belum diperluas, apalagi jika TPA tersebut diperluas ke kelurahan Pasir Putih.
Penolakan dari warga Pasir Putih terhadap perluasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung ke Kelurahan Pasir Putih masih terus berlangsung. Jika melintas di Jalan Raya Pasir Putih, maka akan ditemukan banyak baliho yang berisikan penolakan warga pasir putih terhadap perluasan TPA sampah ke wilayah Pasir Putih.
Kini TPA tersebut sudah overload/ kelebihan kapasitas meskipun gagal diperluas ke kelurahan di sebelahnya. Namun demikian, bau sampah dari TPA ini tetap saja tercium sampai ke kelurahan Putih. Di kelurahan Cipayung sendiri, bau sampah dari TPA ini sudah sangat menyengat dan mengganggu masyarakat Cipayung, termasuk para pengguna jalan yang melintas di Jalan Raya Jembatan Serong yang menghubungkan antara Pasar Citayam (Bojong Gede) dengan kelurahan Pitara Pancoran Mas dan yang melintas di Jalan Raya Keadilan, Rawa Denok Kecamatan Rangkapan Jaya.
Dari uraian permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan sampah di Kota Depok, khususnya tentang dampak keberadaan TPA Cipayung terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya. Permasalahan yang dibahas mencakup pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana, mengapa dan tentang dampak dari keberadaan TPA Cipayung Kota Depok.
Maka dari itu, penelitian ini akan meneliti dan mengetahui dampak keberadaan TPA Cipayung terhadap kesehatan masyarakat kelurahan Cipayung.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang ingin diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana respon masyarakat Kelurahan Cipayung dan masyarakat Kelurahan Pasir Putih terhadap keberadaan TPA Cipayung?
2.      Faktor-faktor apa yang menyebabkan munculnya respon masyarakat Kelurahan Cipayung terhadap keberadaan TPA Cipayung?
3.      Apa dampak keberadaan TPA Cipayung terhadap kesehatan masyarakat Kelurahan Cipayung?
4.      Apa dampak keberadaan TPA Cipayung terhadap suasana/ kehidupan sosial masyarakat Kelurahan Cipayung?
 
C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:
1.      Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini terbagi kepada dua bagian, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengungkap hal-hal yang berhubungan dengan respon masyarakat Kelurahan Cipayung terhadap keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung yang didirikan oleh Pemerintah Kota Depok.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.       Untuk mengetahui respon masyarakat setempat terhadap keberadaan TPA Cipayung.
b.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya respon masyarakat setempat terhadap keberadaan TPA Cipayung.
c.       Untuk mengetahui dampak keberadaan TPA Cipayung terhadap kesehatan masyarakat Kelurahan Cipayung.
d.      Untuk mengetahui dampak keberadaan TPA Cipayung terhadap suasana/ kehidupan sosial masyarakat Kelurahan Cipayung.
2.      Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah:
a.       Manfaat Teoritis
1.      Menambah khazanah penelitian tentang dampak keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kota Depok.
2.      Meningkatkan pemahaman tentang upaya melestarikan lingkungan.
b.      Manfaat Praktis
1.      Penelitian ini bisa dijadikan bahan pertimbangan pemerintah dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan penetapan suatu kawasan sebagai TPA sampah dan yang berhubungan dengan perluasan kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
2.      Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan acuan oleh masyarakat yang lingkungannya dijadikan fasilitas pengolahan sampah sehingga mereka bisa memahami dampak dan perubahan yang mungkin terjadi.
D.    Metodologi Penelitian
1.      Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode/ pendekatan kualitatif dengan desain penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena/ temuan dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data.
Penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan gejala sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dalam penelitian sosial, penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial.[1]
2.      Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kota Depok. Tepatnya di sekitaran Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Kota Depok di Kampung Bulak Barat RT 02 RW 07 Kelurahan Cipayung. Peneliti juga menyempatkan melakukan penelitian di kelurahan sebelahnya, yakni Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok.
Adapun penelitian ini dimulai sejak tanggal 28 Mei 2015 hingga 16 Juni 2015.
 
3.      Subjek dan Objek Penelitian
a.       Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah satu orang tokoh masyarakat yang juga diangkat sebagai ketua RT, satu orang warga kelurahan disebelah TPA yang menolak perluasan TPA, dan dua orang warga setempat.
b.      Objek Penelitian
Objek pada penelitian ini adalah dampak keberadaan TPA sampah terhadap kesehatan masyarakat sekitar.
4.      Teknik Pengumpulan Data
a.       Wawancara
Menurut Burhan Bungin, wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan dan sebagainya yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan orang yang diwawancarai (interviewee).[2]Wawancara yang dilakukan di lokasi penelitian adalah wawancara secara mendalam. Wawancara mendalam bersifat terbuka melalui informan kunci yang memahami situasi dan kondisi objek penelitian. Peneliti tidak hanya percaya dengan begitu saja pada apa yang dikatakan informan, melainkan perlu mengecek dalam kenyataan melalui pengamatan.[3]
b.      Observasi
Observasi juga digunakan sebagai metode utama selain wawancara untuk mengumpulkan data. Pertimbangan menggunakan metode ini adalah bahwa apa yang orang katakan, sering kali berbeda dengan apa yang orang itu lakukan. Dengan metode ini peneliti secara langsung melihat peristiwa yang terjadi di sekitar lokasi penelitian. Metode observasi digunakan dengan tujuan untuk mengecek data yang diperoleh dari informan tentang keadaan di lapangan yang sebenarnya.
 
5.      Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang peneliti gunakan adalah analisis deskriptif, dimana semua data yang penulis peroleh dari hasil pengamatan (observasi) dan wawancara, lebih dulu peneliti kelompokan sesuai dengan persoalan yang telah ditetapkan, lalu peneliti menganalisanya.[4]
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB II
GAMBARAN UMUM
 
A.    Letak Kelurahan Cipayung
Cipayung adalah sebuah kelurahan yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Cipayung, Kota Depok. Kecamatan Cipayung sendiri merupakan kecamatan baru di Kota Depok yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Pancoran Mas. Jadi, pada saat TPA Cipayung berdiri/ dibentuk, TPA masih merupakan TPA di Kecamatan Pancoran Mas. Namun setelah ada pemekaran kecamatan Pancoran mas, maka TPA Cipayung masuk ke dalam wilayah Kecamatan Cipayung.
Kelurahan Cipayung merupakan salah satu kelurahan dari lima kelurahan yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Cipayung. Ke lima kelurahan tersebut adalah Kelurahan Cipayung, Kelurahan Cipayung Jaya, Kelurahan Pondok Jaya, Kelurahan Ratu Jaya dan Kelurahan Bojong Pondok Terong.
Wilayah Kelurahan Cipayung memanjang dari Timur ke Barat. Ada 3 kampung yang termasuk wilayah Kelurahan Cipayung, yakni Kampung Bulak Barat, Kampung Bulak timur dan Kampung Benda Barat. Letak TPA Cipayung ada di Kampung Bulak Barat.Kantor Kelurahan Cipayung sendiri berada di pinggir Jalan Raya Keadilan, yakni jalan yang menghubungkan antara Kecamatan Cipayung dengan Kecamatan Rangkapan Jaya dan Kecamatan Sawangan, Kota Depok.
Kelurahan Cipayung memiliki batas-batas wilayah Sebagai Berikut:
1.      Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Rawa Denok (Kecamatan Rangkapan Jaya) dan juga Kelurahan Pitara (Kecamatan Pancoran Mas).
2.      Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Pancoran Mas (Kecamatan Pancoran Mas).
3.      Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Cipayung Jaya (Kecamatan Cipayung).
4.      Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pasir Putih (Kecamatan Sawangan).
B.     Letak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung
TPA Cipayung merupakan tempat pemrosesan/ pembuangan akhir sampah yang diangkut dari berbagai penjuru Kota depok, terutama sampah pasar dan sampah rumah tangga yang ada di Kota Depok. TPA Cipayung ini mulai beroperasi pada tahun 1984, dimana saat itu lahan yang dijadikan tempat sampah adalah bukit kapur.
TPA Cipayung berada di Kampung Bulak Barat RT 02 RW 07, Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung Kota Depok. Letak TPA Cipayung hanya sekitar 1 KM dari keramaian Kecamatan Cipayung, yang terdekat adalah Jalan Raya Jembatan Serong yang hampir 24 jam ramai oleh kendaraan yang lalu-lalang, dengan waktu tempuh perjalan ke pusat Kota Depok (Jalan Margonda Raya) hanya sekitar 30 menit. Jarak TPA Cipayung dengan pemukiman warga yang terdekat hanya sekitar 50 meter.
TPA Cipayung merupakan satu-satunya tempat pembuangan akhir sampah di Kota Depok, luas area TPA yang terkini adalah 11, 2 hektar. Di sisi paling barat TPA terdapat Kali Pesanggrahan yang hilirnya adalah laut Jakarta. Sungai inilah yang menjadikan batas Kelurahan Cipayung dengan Kelurahan Pasir Putih, dan sungai ini pula yang menjadi batas area pembuangan sampah.
Letak TPA berada di sisi paling barat Kelurahan Cipayung. Di sisi timur laut area sampah, terdapat pemukiman warga yang masuk ke dalam wilayah Kampung Benda Barat, Kelurahan Cipayung. Jarak TPA ke pemukiman warga di sebelah barat sekitar 250 meter, jarak TPA ke pemukiman warga di sebelah utara atau timur laut sekitar 70 meter, jarak TPA ke pemukiman warga di sebelah timur sekitar 50 meter dan jarak TPA ke pemukiman warga di sebelah selatan sekitar 100 meter.
Di dalam area TPA Cipayung, terdapat 3 zona tumpukan sampah yang masing-masing di atas tumpukan sampah tersebut terdapat alat berat yang siap meratakan dan mengeruk sampah. Zona tumpukan sampah 1 berada di sisi paling selatan area TPA, luas zona tumpukan sampah 1 sekitar 2, 2 hektar. Zona tumpukan sampah 2 berada di sisi tengah atau sebelah utara dari zona 1, luas zona tumpukan sampah 2 sekitar 4 hektar. Zona tumpukan sampah 3 berada di sisi utara area TPA, luas zona tumpukan sampah 3 sekitar 6 hektar. Saat ini, zona tumpukan sampah 3 tidak ditumpuk sampah lagi (tidak aktif) sejak Mei 2013 karena sudah terlalu tinggi, dengan ketinggian sekitar 15 meter. Saat peneliti mendatangi lokasi bau sampah dari zona 3 tidak terlalu menyengat karena sudah ditumpuk dengan tanah setiap ketinggian 2 meter.
TPA Cipayung juga memiliki 3 kolam tempat mengalirnya air hasil sampah yang berbau busuk, yakni kolam A yang berada di sisi selatan dan masih aktif, kolam B yang berada di sisi utara (di pinggir tumpukan sampah yang sudah tidak diaktifkan), dan kolam C yang berada di sisi timur laut area sampah, kolam ini sudah tidak aktif dengan warna air hijau kehitam-hitaman. Sebenarnya masih ada satu kolam lagi yang berada di sisi paling utara area TPA, namun di depan kolam tersebut terdapat papan tulisan yang bertuliskan 'Dilarang Masuk' karena terdapat gas metanol.
Di sekitar TPA juga terdapat beberapa gedung ataupun tempat-tempat dan fasilitas yang berhubungan dengan operasional TPA sehari-hari, yakni gedung kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) di sisi selatan gerbang masuk TPA; area parkir truk, motor roda tiga, dan mobil bak terbuka berwarna oranye pengangkut sampah milik Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok yang terparkir memanjang ke selatan di depan gedung UPT; hanggar Unit Pengelolaan Sampah (UPS) yang saat peneliti datang pada sore hari tidak ada aktifitas manusia di sana; kolam-kolam aliran air dari sampah; alat berat pengeruk sampah; dan lain-lain.
Secara umum TPA ini berbentuk kotak dengan lebih condong melebar ke sisi barat atau mengarah ke Kali Pesanggrahan.
C.    Karakteristik dan Volume Sampah TPA Cipayung
Berdasarkan data dari studi ANDAL TPA Cipayung tahun 2002 yang terdapat di dalam Rencana Induk Persampahan Kota Depok tahun 2008, diketahui bahwa komposisi sampah Kota Depok adalah 72, 97% sampah organik dan 26, 03% sampah anorganik.
Untuk volume sampah yang masuk ke TPA Cipayung perharinya adalah sekitar 700-800 meter kubik. Sampah-sampah ini tidak semuanya menumpuk di TPA Cipayung, melainkan ada pemrosesan oleh Unit Pengelolaan Sampah terlebih dahulu, pemilahan dan pengambilan sampah yang bisa diambil oleh pemulung dan juga pemadatan sampah oleh alat berat.[5]
D.    Operasional TPA Cipayung
TPA Cipayung beroperasi mulai jam 7.00 di pagi hari hingga jam 15.00 di sore hari setiap hari senin hingga sabtu. Pada hari minggu dan hari raya operasional diliburkan. Namun pemulung yang mencari nafkah dari tumpukan sampah masih tetap ada hingga menjelang maghrib (pukul 18.00).
E.     Kondisi Masyarakat Kelurahan Cipayung
Beberapa masyarakat yang berada di sekitaran TPA dikaryakan/ dipekerjakan di TPA Cipayung sebagai petugas pengangkut sampah, baik yang menggunakan truk, motor roda tiga, hingga ditempatkan di Unit Pengelolaan Sampah (UPS) yang juga berada di area TPA. Beberapa masyarakat yang lain bekerja sebagai pemulung yang setiap harinya memanfaatkan sampah yang datang dari berbagai penjuru Kota Depok.
Namun masyarakat yang bekerja sehari-hari di area TPA hanyalah masyarakat yang rumahnya di sekitaran TPA yang jika dijumlahkan sekitar 150 warga. Selebihnya, masyarakat Cipayung bekerja sebagai pedagang, buruh tani, guru, dan lain-lain yang tidak terkait dengan keberadaan TPA Cipayung ini.
 
 
 
 
 
 
 
BAB III
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang terletak di kelurahan Cipayung kecamatan Cipayung kota Depok yang dijadikan bahan penelitian oleh peneliti ini merupakan satu-satunya tempat pembuangan sampah akhir yang ada di kota Depok. TPA Cipayung yang memiliki luas 11, 2 hektar ini pada dahulunya adalah sebuah bukit kapur atau gunung kapur yang dihancurkan dan dijadikan tempat pembuangan sampah sementara dari beberapa daerah Depok yang kala itu masih berada di bawah pemerintahan Kabupaten Bogor dan beberapa wilayah masuk wilayah DKI Jakarta. pada awal terbentuknya TPA, tidak setiap hari sampah masuk/ datang ke Cipayung. Kalaupun datang, jumlahnya tidak banyak, hanya lima hingga enam truk sampah yang membuang sampah di lokasi TPA Cipayung ini.
Sejak Kota Depok resmi memisahkan diri dari Kabupaten Bogor dan DKI Jakarta, jumlah sampah yang masuk ke TPA Cipayung kian hari kian meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk Kota Depok yang saat ini mencapai 1, 37 juta penduduk. Pada tahun 2012 saja, sampah yang masuk TPA Cipayung sudah mendekati angka 400 ton perhari. Sampah-sampah tersebut diangkut oleh 70 truk operasional sampah milik DKP Kota Depok. Menurut kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Depok Zambrowi, seperti yang dilansir Tribunnews.com pada tanggal 19 Agustus 2014, idealnya untuk sebuah TPA tingkat kota, luasnya adalah 20 sampai 30 hektar, Sedangkan luas area TPA Cipayung hanya 11, 2 hektar.
Sebagian masyarakat yang berada di sekitar Kelurahan Cipayung maupun yang berada di luar Kelurahan Cipayung sudah merasa sangat terganggu oleh sampah yang dianggap tidak diurus secara baik oleh pihak DKP Kota depok. Masyarakat yang merasa terganggu dengan keberadaan TPA Cipayung ini karena bau busuk menyengat yang terbawa angin ke daerah sekitaran Kelurahan Cipayung. Selain itu, lalat yang merupakan binatang penyebar kuman semakin marak atau berkembang biak dan tersebar ke kelurahan Cipayung dan kelurahan Pasir Putih yang berdekatan dengan lokasi TPA Cipayung. Ini dirasa sudah sangat mengganggu kenyamanan warga sekitar yang setiap hari harus merasakan keadaan demikian.
Tingginya volume sampah di Kota Depok dibandingkan ketersediaan lahan yang terbatas merupakan ancaman bagi lingkungan dan pemerintah Kota Depok sendiri. Jika TPA Cipayung diperluas, maka hanya bisa diperluas di sisi barat TPA atau masuk wilayah Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan. Karena sisi utara, timur dan selatan TPA sudah dipenuhi oleh pemukiman warga. Jika ditumpuk ke atas terus-menerus, bukan tidak mungkin menyebabkan longsoran sampah dan itupun merupakan solusi jangka pendek. Maka, yang paling memungkinkan adalah mengalihkan sampah yang diangkut ke TPA lain.
Sebenarnya Dinas Kebersihan Kota Depok sudah merencanakan perluasan area TPA Cipayung ke sisi barat atau masuk ke Kelurahan Pasir Putih, namun rencana tersebut buru-buru ditentang warga Pasir Putih dengan berdemo di depan Gedung DPRD dan gedung kantor Walikota Depok pada bulan Juli 2013. Dan sampai saat ini, sampah-sampah Kota Depok masih tetap diangkut ke TPA Cipayung seperti biasanya.
Sebagai kota yang pada awal pembentukannya diperuntukan untuk kota pemukiman, maka permasalah sampah di Kota Depok harus segera dicarikan solusi yang terbaik agar terciptanya kenyamanan di Kota Depok, dan ketidaknyamanan yang selama ini dirasakan oleh masyarakat Cipayung dan Pasir Putih tidak dirasakan oleh masyarakat Kota Depok lainnya.
Pada dasarnya, masalah sampah Kota Depok dan pengelolaannya bukan hanya menjadi tanggung jawab dari Pemerintah Kota atau petugas kebersihan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok saja, akan tetapi menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat Kota Depok. Pengelolaan sampah di Kota Depok, Khususnya TPA Cipayung memerlukan kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat secara harmonis agar dalam pelaksanaan pengelolaan sampah bisa berjalan dengan baik.Namun, untuk membangun kerjasama itu tidak mudah. Karena, masih banyak ditemukan kekurangsadaran dan partisipasi dari masyarakat untuk mendukung pemerintah dalam pengelolaan sampah secara baik, sehingga meminimalisir produksi sampah Kota Depok.
Perilaku dan budaya hidup bersih yang disertai rasa tanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya perlu diterapkan oleh segenap masyarakat Kota Depok. Dengan demikian untuk menuju kemandirian dan keberlanjutan kegiatan pengelolaan sampah, diperlukan kesadaran dan kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat Kota Depok.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, keberadaan TPA Cipayung menimbulkan respon negatif dari masyarakat Kelurahan Cipayung dan setelah ada rencana perluasan TPA, respon negatif meluas hingga kepada masyarakat di Kelurahan Pasir Putih.
A.    Respon Positif
Dibangunnya TPA Cipayung di Kelurahan Cipayung adalah untuk menampung sampah yang datang dari penjuru Kota Depok, terutama sampah-sampah hasil kegiatan pasar dan rumah tangga di Kota Depok. Alasan dipilihnya Kelurahan Cipayung adalah karena saat itu (tahun 1984) lokasi TPA Merupakan gunung/ bukit kapur yang di sekelilingnya terdapat area luas yang masih kosong. Selain itu, Kelurahan Cipayung mudah diakses dari segala penjuru karena dekat dengan jalan raya yang menghubungkan Kota depok dan Kabupaten Bogor.
Keberadaan TPA di Kelurahan Cipayung secara umum disambut baik oleh masyarakat saat itu hingga beberapa tahun setelah pembentukan TPA karena dengan adanya TPA, warga setempat yang belum memiliki pekerjaan bisa bekerja di sana sebagai buruh pengangkut sampah dan ada juga yang memulung sampah yang bisa dijual kembali. Tidak sedikit masyarakat sekitar dikaryakan/ diberi pekerjaan menjadi petugas kebersihan di bawah naungan DKP Kota Depok, bahkan sampai ada yang diwariskan ke anaknya.
Selain itu, saat pembentukan hingga beberapa tahun setelah adanya TPA, masyarakat beranggapan permasalahan sampah sudah dapat teratasi. Masyarakat menganggap tidak perlu jauh-jauh membuang sampah karena di wilayah mereka ada tempat sampah yang luas dan besar.
Menurut pendapat seorang informan bernama Munadi, TPA Cipayung menguntungkan bagi masyarakat sekitaran TPA. Ia mengatakan kepada peneliti:
"Dari dulu juga tanahnya emang punya pemerintah, udah dibeli sama pemerintah dulunya. Dan awalnya yang kerja dulu kan orang-orang sini. iya, jadi kalo kita kagak setuju atau di stop jadi banyak pengangguran di sini. dan kalaupun ngeganggu, palingan cuma bau doank, itu juga kalo ada angin gede"
"Dari awal memang tanah TPA ini adalah tanah pemerintah, dalam artian sudah dibeli oleh pemerintah pada zaman dahulu. Dahulu pada awal pembentukan TPA, yang bekerja di TPA adalah warga sekitar TPA. Jadi, kalau warga sekitar TPA tidak setuju atau memberhentikan operasional TPA, maka masyarakat Kelurahan Cipayung yang tinggal di sekitar TPA menjadi pengangguran. Dan kalaupun TPA disebut mengganggu, bentuknya hanya bau tak sedap, itupun hanya terjadi jika ada angin yang berhembus kencang" (Wawancara pada hari kamis, 11 Juni 2015, pukul 07.30 pagi di warung kelontong sekitar TPA).
Dari hasil wawancara di atas, dapat dianalisis bahwa informan yang juga ketua RT setempat merasa senang, karena beberapa puluh warganya sudah tidak menjadi pengangguran lagi. Tanah yang dijadikan TPA pun milik pemerintah, dan pemerintah memberdayakan warga sekitar dengan memberi pekerjaan kepada warga sekitar.
Suasana saat dilakukannya wawancara cukup kondusif, karena truk-truk sampah masih berada di pasar-pasar dan tidak ada bau menyengat yang saat itu terhirup. Informan ketika diwawancara tidak menatap ke arah peneliti akan tetapi pandangannya lurus ke depan. Namun demikian, informan sangat senang diwawancara, itu terlihat dari raut wajahnya yang sumringah.
Maka, respon positif datang dari masyarakat yang tempat tinggalnya tidak berjauhan dari TPA dan dikaryakan oleh DKP Kota depok serta yang diuntungkan dengan keberadaan TPA di Cipayung ini.
B.     Respon Negatif
Pada awal berdirinya TPA Cipayung di Kelurahan Cipayung, tidak banyak penduduk saat itu di kelurahan Cipayung. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah penduduk Kelurahan Cipayung kian bertambah hingga mendekati area TPA. Sampah yang kian hari kian menggunung pun mengeluarkan bau tak sedap yang menyengat dan mau tidak mau membutuhkan lahan tambahan untuk menampungnya.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, ada masyarakat yang merespon negatif keberadaan TPA di Kelurahan Cipayung, terlebih saat ini TPA sudah kelebihan kapasitas. Bagi masyarakat yang tidak bekerja dan mengais keuntungan dari TPA Cipayung, maka keberadaan TPA di wilayahnya sangat menggangu, terutama yang berkaitan dengan bau menyengat dan munculnya banyak lalat.
Menurut masyarakat Cipayung, keberadaan TPA di wilayahnya mengundang pemandangan tidak sedap terhadap tampilan wajah Kelurahan, apalagi 1 KM dari TPA terdapat Jalan Raya antar kota yang ramai dilalui kendaraan. Selain itu, bau tidak sedap sangat terasa dan membuat tidak nyaman saat ada tamu dari luar daerah yang datang ke rumah. Kelurahan Cipayung jadi terkesan bau, kumuh dan kotor.
Menurut pendapat seorang narasumber bernama Ade Reza, keberadaan TPA Cipayung sangat merugikan bagi keluarganya. Ia mengatakan kepada peneliti:
"Sebelum saya lahir juga TPA mah udah ada, tapi baru kerasa engga nyaman pas saya udah mulai gede. Kalau ada temen sekolah yang main ke rumah, kaya gimana gitu kalau lama-lama di rumah. Kita kan tuan rumah jadi engga enak juga. Pokoknya merugikan banget dah".
"TPA sudah ada sebelum saya lahir, tetapi saya merasa tidak nyaman ketika saya sudah mulai dewasa. Jika ada teman sekolah yang datang bertamu ke rumah, seperti tidak nyaman lama-lama berada di rumah. Saya sebagai tuan rumah menjadi tidak enak hati. Pada intinya, keberadaan TPA merugikan sekali bagi saya" (Wawancara pada hari Jumat, 12 Juni 2015, pukul 16.00 sore di kediaman Ade Reza di kawasan Jembatan serong, Kelurahan Cipayung; 1 KM dari lokasi TPA).
Dari hasil wawancara di atas, dapat dianalisis bahwa narasumber merasa dirugikan dengan keberadaan TPA Cipayung. Bentuk kerugiannya berupa bau tak sedap yang dirasakan sehari-hari yang menyebabkan teman-temannya sedikit ragu jika bertamu lama-lama. Sehingga lingkungan rumahnya terkesan bau, kumuh dan kotor.
Suasana saat dilakukannya wawancara cukup kondusif, karena wawancara dilakukan di teras depan rumah dan tidak ada gangguan yang berarti, hanya suara anak kecil di samping rumahnya yang asyik bermain. Ibu dan ayahnya berada di dalam rumah. Narasumber ketika diwawancara pandangannya terkadang menatap ke arah peneliti dan terkadang mengalihkan pandangan dari peneliti. Dari raut wajahnya narasumber menerima diwawancara dan terlihat antusias diwawancara pada beberapa pertanyaan.
Respon negatif berlebihan bahkan ditunjukan warga Kelurahan Pasir Putih setelah terdengar rencana bahwa akan ada perluasan TPA Cipayung ke wilayah Kelurahan Pasir Putih. Hal itu sangat terlihat dengan dimunculkannya/ dipublikasikan penolakan dengan media baliho besar di sepanjang Jalan Raya Pasir Putih.
Masyarakat beranggapan bahwa tidak diperluas pun, mereka merasa tidak nyaman akibat bau yang ditimbulkan, apalagi jika diperluas ke wilayah kelurahan mereka. Mereka mengungkapkan penolakan terhadap keberadaan dan perluasan TPA tidak hanya dengan baliho yang dipajang di sepanjang jalan, melainkan dengan berdemo di gedung DPRD dan gedung kantor Walikota Depok pada 2013.
Menurut pendapat seorang informan bernama Ardiansyah, perluasan TPA Cipayung sangat merugikan bagi masyarakat Kelurahan Pasir Putih. Ia mengatakan kepada peneliti:
"TPA ini sangat merugikan dari faktor udara dan lain-lain. Kami sangat terganggu sekali karena meskipun TPA berada di kelurahan sebelah, tetap saja kami kebagian baunya. Tahun 2000 an juga udah ada protes dari warga, cuman engga pernah didenger. Air limbah juga kan ngalirnya ke sungai. Jelas kita dirugikan. Bau, laler, apalagi saya yang pas buka pintu langsung terlihat sampah".
"TPA ini sangat merugikan bagi kami ditinjau dari berbagai faktor, termasuk faktor udara. Kami sangat terganggu sekali dengan keberadaan TPA Cipayung. Meskipun TPA berada di Kelurahan Cipayung, namun kami pun mendapat jatah bau dari TPA. Sejak tahun 2000 sebenarnya sudah ada protes dari warga sekitar TPA, namun tidak pernah didengar. Air limbah dari hasil penumpukan sampah mengalir ke sungai. Jelas masyarakat Pasir Putih dirugikan. Mulai dari bau sampah, lalat yang memasuki pemukiman akibat keberadaan sampah merugikan kami. Terlebih pemandangan depan rumah saya adalah TPA, ketika membuka pintu pemandangan tak sedap berupa sampah terlihat" (Wawancara pada hari kamis, 11 Juni 2015, pukul 09.00 pagi di kediaman bapak Ardiansyah, yang juga rumahnya dijadikan Pos Komando Penolakan Perluasan TPA Cipayung, di Kelurahan Pasir Putih, Sawangan Depok).
Dari hasil wawancara di atas, dapat dianalisis bahwa informan merasa dirugikan dengan keberadaan TPA Cipayung. Apalagi jika TPA Cipayung diperluas ke wilayahnya di Kelurahan Pasir Putih. Maka, pada tahun 2013 ia menggalang suara untuk berdemo di gedung DPRD dan kantor Walikota Depok.
Suasana saat dilakukannya wawancara cukup kondusif, karena wawancara dilakukan di ruang tamu dan tidak ada gangguan suara apapun. Anak dan istri dari bapak Ardiansyah sedang berada di sekolah. Operasional truk sampah dan alat berat di TPA tidak terdengar jika pintu rumah ditutup. informan ketika diwawancara pandangannya menatap ke arah peneliti dan dari raut wajahnya menyiratkan antusias. Selain itu, nada suara dan intonasi dari informan di beberapa bagian menggebu-gebu terutama ketika membahas masalah pergerakan dari warga Pasir Putih yang berdemo menurunkan Lurah Pasir Putih kala itu.
Maka, respon negatif datang dari masyarakat yang tempat tinggalnya berdekatan dengan TPA, namun tidak mendapatkan keuntungan apapun dari keberadaan TPA tersebut, justru dengan keberadaan TPA mereka merasa sangat dirugikan.
C.    Faktor Penyebab Munculnya Respon Beragam di Masyarakat Sekitar TPA
Faktor-faktor yang memunculkan respon masyarakat terhadap keberadaan TPA Cipayung dapat disebutkan atas dua hal, yakni faktor penyebab munculnya respon positif dan faktor penyebab munculnya respon negatif dari masyarakat sekitar TPA Cipayung terhadap keberadaan TPA Cipayung.
1.      Faktor Penyebab Munculnya Respon Positif
Penyebabkan munculnya respon positif dari masyarakat karena mereka diuntungkan dengan keberadaan TPA di Kelurahan Cipayung. Dikaryakan/ diberi pekerjaan dan mengais barang yang bisa didaur ulang dan dapat dijual kembali merupakan faktor yang menyebabkan respon positif dari masyarakat sekitar TPA Cipayung terhadap keberadaan TPA Cipayung yang ditemukan oleh peneliti.
Menurut pendapat seorang narasumber bernama Donih S, TPA Cipayung sudah dirasakan menguntungkan bagi masyarakat Kampung Bulak Barat. Ia mengatakan kepada peneliti:
"Warga sini mah setuju setuju bae ama tempat sampah mah. Engga cuman orang laki, orang perempuan juga ada yang jadi punya kerjaan gara gara ada sampah disini. Daripada kagak ada kerjaan, kan mendingan manfaatin sampah yang ada di kampung sendiri"
"Warga masyarakat di sini setuju-setuju saja dengan keberadaan TPA di Cipayung, Tidak hanya yang berjenis kelamin laki-laki yang bekerja di TPA, yang berjenis kelamin perempuan pun menjadi memiliki pekerjaan karena ada TPA di sini. daripada tidak ada kerjaan/ menganggur, lebih baik manfaatin sampah yang ada di kampung sendiri sehingga menghasilkan uang" (Wawancara pada hari kamis, 11 Juni 2015, pukul 08.15 pagi di warung kelontong sekitar TPA).
Dari hasil wawancara di atas, dapat dianalisis bahwa narasumber merasa diuntungkan dengan keberadaan TPA di wilayahnya. Tidak hanya kaum laki-laki yang bekerja, tetapi kaum ibu juga bekerja di TPA sehingga menghasilkan uang untuk keperluan hidup sehari-hari.
Suasana saat dilakukannya wawancara cukup kondusif, karena truk-truk sampah masih berada di pasar-pasar. Pengunjung warung pun hanya ada 1 orang selain kami. Narasumber ketika diwawancara tidak menatap ke arah peneliti akan tetapi pandangannya ke kopi yang dipesannya. Namun demikian, informan sangat senang diwawancara, itu terlihat dari raut wajahnya yang senyum selama wawancara.
Maka, faktor penyebab respon positif karena TPA Cipayung memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar.
2.      Faktor Penyebab Munculnya Respon Negatif
Di sisi lain, yang menyebabkan munculnya respon negatif dari masyarakat karena mereka merasa dirugikan dengan keberadaan TPA di Kelurahan Cipayung. Mereka tidak merasakan keuntungan sama sekali dari keberadaan TPA Cipayung. Itulah yang menyebabkan munculnya respon negatif dari masyarakat sekitar TPA Cipayung terhadap keberadaan TPA Cipayung yang ditemukan oleh peneliti.
Menurut pendapat seorang narasumber bernama Ade Reza, keberadaan TPA Cipayung sudah dirasa merugikan bagi masyarakat Jembatan Serong Kelurahan Cipayung. Ia mengatakan kepada peneliti:
"Baunya itu yang kadang-kadang engga nahan. Kalau laler sih engga nyampe sini. biasa-biasa aja banyaknya"
"Bau yang ditimbulkan dari TPA terkadang tak tertahankan baunya. Kalau masalah lalat sebenarnya tidak sampai ke rumah di daerah sekitar Jembatan Serong. Jumlah lalat di sekitar sini normal tidak ada peningkatan" (Wawancara pada hari Jumat, 12 Juni 2015, pukul 16.00 sore di kediaman Ade Reza di kawasan Jembatan serong, Kelurahan Cipayung; 1 KM dari lokasi TPA).
Dari hasil wawancara di atas, dapat dianalisis bahwa narasumber merasa dirugikan dengan keberadaan TPA di Kelurahan Cipayung. Meskipun tidak ada peningkatan jumlah lalat yang bertebaran di sekitar rumahnya, namun bau yang ditimbulkan tetap terasa dan terkadang sangat menyengat.
Suasana saat dilakukannya wawancara cukup kondusif, karena wawancara dilakukan di teras depan rumah dan tidak ada gangguan yang berarti, hanya suara anak kecil di samping rumahnya yang asyik bermain. Ibu dan ayahnya berada di dalam rumah. Narasumber ketika diwawancara pandangannya terkadang menatap ke arah peneliti dan terkadang mengalihkan pandangan dari peneliti. Dari raut wajahnya narasumber menerima diwawancara dan terlihat antusias diwawancara pada beberapa pertanyaan.
Maka, faktor penyebab respon negatif karena TPA Cipayung memberikan kerugian bagi masyarakat sekitar.
D.     Dampak TPA terhadap Kesehatan
TPA Cipayung yang sudah berumur 31 tahun dan sudah menumpuk karena sudah kelebihan kapasitas tentu berdampak langsung terhadap masyarakat di sekitarnya. Salah satu dampak yang menjadi objek penelitian adalah dampak di bidang kesehatan.
Dengan keberadaan TPA Cipayung yang setiap harinya mengeluarkan bau tak sedap yang menyengat serta banyaknya lalat yang ikut terangkut dari tempat asal sampah, maka berbagai penyakit tentu akan bermunculan di sekitar masyarakat.
Menurut pendapat seorang narasumber bernama Donih S yang tempat tinggalnya hanya berjarak 100 meter dari TPA, rata-rata penyakit yang diderita masyarakat adalah ISPA (Instalasi Saluran Pernafasan Atas). Ia mengatakan kepada peneliti:
"Ada mobil keliling yang dateng meriksa orang sini setiap hari rebo. Yaa bantuan dari pemerintah kali, dia tau disini ada sampah pasti ada penyakit"
"Ada Puskesmas keliling yang datang untuk memeriksa kesehatan masyarakat sekitar TPA setiap hari Rabu. Mungkin Puskesmas keliling itu bantuan dari pihak Pemerintah, karena mungkin pemerintah mengetahui jika di sekitar sini ada sampah maka dapat dipastikan ada penyakit" (Wawancara pada hari kamis, 11 Juni 2015, pukul 08.15 pagi di warung kelontong sekitar TPA).
Dari hasil wawancara di atas, dapat dianalisis bahwa narasumber merasakan ada penyakit yang mewabah pada masyarakat sekitar TPA, namun pihak pemerintah juga memberikan bantuan berupa puskesmas keliling yang datang menjemput bola pada masyarakat di sekitar TPA.
Suasana saat dilakukannya wawancara cukup kondusif, karena truk-truk sampah masih berada di pasar-pasar. Pengunjung warung pun hanya ada 1 orang selain kami. Narasumber ketika diwawancara tidak menatap ke arah peneliti akan tetapi pandangannya ke kopi yang dipesannya. Namun demikian, informan sangat senang diwawancara, itu terlihat dari raut wajahnya yang senyum selama wawancara.
Maka, dampak keberadaan TPA terhadap kesehatan masyarakat sekitar memang dirasakan ada oleh masyarakat. Itu terlihat dari banyaknya orang yang berobat setiap kali mobil puskesmas keliling datang setiap hari Rabu.
E.     Dampak TPA terhadap kehidupan sosial
Keberadaan TPA Cipayung tentu juga berdampak terhadap suasana sosial di masyarakat sekitar. Peneliti meneliti tentang perubahan interaksi masyarakat sekitar sebelum dan setelah adanya TPA Cipayung. Selain itu, peneliti juga menanyakan apakah ada warga yang berdatangan dan pergi meninggalkan wilayah kampung sekitar TPA setelah adanya TPA Cipayung ini.
Keberadaan TPA selain berdampak pada masalah kesehatan, tentu juga berdampak pada masalah sosial. Maka peneliti tertarik untuk menanyakan hal tersebut.
Masih menurut pendapat seorang narasumber bernama Donih S yang sudah berumur 65 tahun dan tinggal di Kampung Bulak Barat dekat TPA sejak kelahirannya, keberadaan TPA berdampak pada suasana sosial paling terasa pada pola interaksi. Ia mengatakan kepada peneliti:
"Ada sih perbedaan interaksi mah. karena ada kegiatan, jadi ibu-ibu kagak pada ngerumpi. Bapak-bapak juga gitu. jadi makin dikit interaksi orang orang sini, jarang yang nagangur sii "
"Sebenarnya ada perbedaan interaksi sebelum dan setelah adanya TPA ini. Ibu-ibu yang biasanya nge-rumpi sebelum ada TPA, sekarang menjadi jarang sekali kumpul untuk berbincang-bincang/ nge-rumpi karena sudah ada kegiatan/ pekerjaan di TPA. Begitu juga yang terjadi dengan kaum laki/ bapak-bapak. Jadi semakin sedikit interaksi masyarakat di sini, karena sedikit yang menganggur/ karena sudah mempunyai pekerjaan di TPA". (Wawancara pada hari kamis, 11 Juni 2015, pukul 08.15 pagi di warung kelontong sekitar TPA).
Dari hasil wawancara di atas, dapat dianalisis bahwa narasumber merasakan ada perubahan interaksi yang berarti di antara masyarakat sekitar TPA Cipayung dikarenakn kesibukannya di dalam TPA.
Suasana saat dilakukannya wawancara cukup kondusif, karena truk-truk sampah masih berada di pasar-pasar. Pengunjung warung pun hanya ada 1 orang selain kami. Narasumber ketika diwawancara tidak menatap ke arah peneliti akan tetapi pandangannya ke kopi yang dipesannya. Namun demikian, informan sangat senang diwawancara, itu terlihat dari raut wajahnya yang senyum selama wawancara.
Maka, dampak keberadaan TPA terhadap suasana/ kehidupan sosial masyarakat sekitar memang dirasakan ada oleh masyarakat. Dan perubahan itu ke arah negatif karena semakin jarangnya interaksi masyarakat sekitar. Itu terlihat dari banyaknya masyarakat sekitar yang bekerja di TPA Cipayung.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB IV
PENUTUP
 
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua respon masyarakat dalam menyikapi keberadaan TPA Cipayung, ada yang merespon positif keberadaan TPA Cipayung dan yang merespon negatif keberadaan TPA Cipayung.
Faktor penyebab respon positif dari masyarakat sekitar TPA Cipayung karena masyarakat merasa diuntungkan dengan adanya TPA Cipayung dalam bentuk dikaryakan/ dipekerjakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok dan banyak masyarakat sekitar yang mengasi keuntungan dari sampah yang dapat didaur ulang/ dijual kembali. Adapun faktor penyebab respon negatif dari masyarakat sekitar TPA Cipayung karena masyarakat merasa dirugikan dengan adanya TPA Cipayung dalam bentuk ketidaknyamanan yang ditimbulkan karena bau yang menyengat dan lalat yang mewabah di sekitar TPA Cipayung.
Dampak yang ditimbulkan TPA Cipayung terhadap kesehatan masyarakat sekitar sangat terasa terutama karena banyaknya masyarakat yang terserang penyakit ISPA (instalasi Saluran Pernafasan Atas).
Dampak yang ditimbulkan TPA Cipayung terhadap suasana/ kehidupan sosial masyarakat sekitar pun sangat terasa terutama pada masalah interaksi antar masyarakat. Setelah adanya TPA Cipayung, interaksi antar –masyarakat berkurang dikarenakan masyarakat sibuk dengan pekerjaannya di TPA Cipayung dibandingka dengan sebelum adanya TPA Cipayung.
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
·         Bungin, Burhan. Metodologi Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Surabaya: Prenda Media, 2004.
·         Erlinna, Ayu. Skripsi: Pengaruh Keberadaan TPA Cipayung Depok Terhadap Kualitas Sumber Air Versih di Wilayah Pemukiman Sekitarnya dengan Parameter Besi dan Mangan. Depok: Skripsi Universitas Indonesia, 2012.
·         Jamil, Sofhal. Skripsi: Peranan Pembimbing Agama dalam Mewujudkan Kemandirian bagi Anak-anak Yatim di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji Depok. Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2009.
·         Saputra, Abdul Rasyid Ahmad. Skripsi: Pembinaan Keagamaan dalam Mengembangkan Nilai-nilai Kecerdasan Spiritual Anak Jalanan di Sanggar Kreatif Anak Bangsa Ciputat Tangerang Selatan. Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
DAFTAR NARASUMBER
 
1.         Nama               :           Donih S
            Umur               :           65 tahun
Pekerjaan         :           Pengangguran
Alamat                        :           Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung Kota Depok.
2.         Nama               :           Ade Reza
            Umur               :           20 tahun
Pekerjaan         :           Mahasiswa
Alamat                        :           Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung Kota Depok.
DAFTAR INFORMAN
 
1.         Nama               :           Munadi
            Umur               :           54 tahun
Pekerjaan         :           Ketua RT setempat/ tokoh masyarakat
Alamat                        :           Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung Kota Depok.
2.         Nama               :           Ardiansyah
            Umur               :           35 tahun
Pekerjaan         :           Satpam/ Ketua Komando Penolakan Perluasan TPA.
Alamat                        :           Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan Depok.
 
 
LAMPIRAN
PERTANYAAN WAWANCARA
Pertanyaan Umum:
 
1.      Apakah bapak/ ibu asli masyarakat Cipayung?
2.      Sudah berapa lama bapak/ ibu tinggal disini?
3.      TPA ini sudah ada sejak tahun berapa?
4.      Apa pekerjaan bapak/ ibu sehari-hari?
5.      (jika pemulung/ petugas DKP) : apakah bapak/ ibu bekerja disini sejak awal adanya TPA atau setelah beberapa tahun adanya TPA ini?
6.      Apa bapak/ ibu mempunyai pekerjaan sampingan lainnya?
7.      Siapa saja yang membantu bapak/ ibu dalam bekerja?
8.      Apa yang bapak/ ibu ketahui ataupun pendapat bapak/ ibu tentang TPA Cipayung ini?
9.      Apakah Tempat tinggal bapak/ ibu berdekatan dengan TPA?
10.  Apakah bapak/ ibu merasa terganggu dengan adanya TPA ini?
11.  Dulu sebelum adanya TPA ini, adakah pemberitahuan sebelumnya dari pemerintah bahwa disini akan dibangun TPA?
12.  Jika ada, apa bentuk pemberitahuannya?
13.  Bagaimana tanggapan masyarakat saat itu?
14.  Setelah tahu, apakah ada protes dari bapak/ ibu dan warga lain?
Pertanyaan Rumusan Masalah
1.      Menurut bapak/ ibu, kapasitas TPA ini sudah sesuai pemberitahuan pada zaman dahulu atau sudah melebihi kapasitas (dari pemberitahuan/ perjanjian)?
2.      Menurut bapak/ ibu, apakah sampah disini sudah dikelola secara maksimal? Atau hanya sekedar diangkut dan dibuang disini?
3.      Adakah masyarakat yang menentang rencana pembentukan TPA sebelumnya (saat pemberitahuan)?
4.      Pada saat ini bagaimana pandangan masyarakat terhadap TPA?
5.      Apa keuntungan yang diharapkan oleh masyarakat Cipayung setelah terbentuknya TPA ini? (sebutkan)
6.      Apa keuntungan yang sudah didapat oleh masyarakat Cipayung setelah terbentuknya TPA ini? (sebutkan)
7.      Adakah keluhan dari masyarakat terhadap keberadaan TPA di Cipayung ini?
8.      Apa saja bentuk keluhan tersebut?
9.      Menurut bapak/ ibu, setelah terbentuknya TPA disini, apakah keadaan sosial ekonomi masyarakat di sini menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk?
10.  Bagaimana dengan keadaan kesehatannya?
11.  Apa manfaat langsung TPA Cipayung ini bagi masyarakat menurut bapak/ ibu?
12.  Apakah bapak/ ibu mengetahui dampak negatif yang ditimbulkan TPA ini terhadap kesehatan? Jika tahu, apa saja menurut bapak/ ibu?
13.  Ada beberapa orang dan mungkin juga termasuk bapak/ ibu yang menganggap TPA ini berdampak buruk bagi masyarakat Cipayung, apa tindakan ataupun gerakan yang sudah dan akan dilakukan masyarakat?
14.  Ada beberapa orang dan mungkin juga termasuk bapak/ ibu yang menganggap TPA ini berdampak baik bagi masyarakat Cipayung, apa tindakan ataupun gerakan yang sudah dan akan dilakukan masyarakat?
15.  Apakah sejak adanya TPA disini jumlah penduduk yang datang bertambah? (mengundang pendatang).
16.  Jika ada, dari mana saja asalnya?
17.  Mereka datang berkelompok/ rombongan ataukah satu persatu dan kemudian menetap di sini?
18.  Bagaimana interaksi warga disini sebelum dan sesudah adanya TPA ini?
19.  Setelah adanya TPA, apakah ada warga yang pindah karena merasa tidak nyaman dengan keberadaan TPA ini? ('terusir')
20.  Setelah adanya TPA, apakah ada peningkatan jumlah orang yang sakit?
21.  Apa saja penyakit yang dikeluhkan/ diderita warga?
22.  Penyakit apa yang paling sering muncul?
23.  Apakah bapak/ ibu merasakan peran pemerintah dalam hal ini kelurahan dalam menangani penyakit-penyakit itu?
24.  Bagaimana warga yang sakit menangani penyakit itu?
25.  Yang terserang penyakit itu rata-rata warga asli sini atau warga pendatang?


[1]Abdul Rasyid Ahmad Saputra, Skripsi: Pembinaan Keagamaan dalam Mengembangkan Nilai-nilai Kecerdasan Spiritual Anak jalanan di Sanggar Kreatif Anak Bangsa Ciputat Tangerang selatan (Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014), h. 8.
[2]Burhan Bungin, Metodologi Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya (Surabaya: Prenda Media, 2004), h. 143.
[3]Ibid., h. 144.
[4]Sofhal Jamil, Skripsi: Peranan Pembimbing Agama dalam Mewujudkan Kemandirian bagi Anak-anak Yatim di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji Kota Depok (Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2009), h. 7.
[5]Ayu Erlinna, Skripsi: Pengaruh Keberadaan TPA Cipayung Depok Terhadap Kualitas Sumber Air Bersih di Wilayah Pemukiman Sekitarnya dengan Parameter Besi dan Mangan (Depok: Skripsi Universitas Indonesia, 2012), h. 42.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini