BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebuah perusahaan besar bernama PT. Gunung Garuda telah membeli tanah warga desa Sukadanau, Cibitung, Kab. Bekasi yang luasnya 200 Hektar. Pembelian tanah tersebut di janjikan oleh perusahaan untuk membangun RS. Internasional dan Mall, kemudian masyarakat yang mempunyai rumah didaerah yang akan di beli tanahnya pun setuju dan bersedia untuk tanda tangan. Perusahaan membeli tanah pada awal tahun 2000.
Setelah mendapatkan tanah seluas 200 Hektar Perusahaan ini masih akan memperluas tanahnya lagi dengan menggusur tiga kampung yang ada disekitar PT. Gunung Garuda. Tiga kampung yang telah sepakat untuk digusur yaitu kampung blok Jenggot, blok Sawah, dan blok Pasir. Ketiga kampung tersebut dibeli oleh perusahaan dengan harga yang murah, dan masyarakat setuju untuk menjualnya.
PT. Gunung Garuda ini terletak ditengah-tengah pemukiman warga Desa Sukadanau, Cibitung. Setelah pembangunan perusahaan yang bertahun-tahun itu selesai tahun 2011. Ternyata yang dibangun oleh perusahaan bukanlah RS. Internasional ataupun Mall yang telah dijanjikan sebelumnya oleh perusahaan. Ternyata yang dibangun oleh perusahaan itu adalah pabrik Peleburan Baja.
Awalnya PT. Gunung Garuda itu hanya membuat gudang untuk menyimpan besi-besi baja. Dan semakin lama pabrik itu beroperasi ternyata mereka telah membuat dan mengadakan adanya alat-alat peleburan untuk baja. Masyarakat sangat kecewa atas pembangunan perusahaan tersebut, masyarakat dan warga sekitar Sukadanau itu telah dibohongi oleh perusahaan.
Atas terjadinya penipuan itu diadakannya perlawanan dari warga dengan membentangkan spanduk disejumlah titik di jalan Imam Bonjol, Warung Bongkok, Sukadanau. Spanduk tersebut bertuliskan "Tolak Calo-Calo Tanah dan Antek-Antek Gunung Garuda". "Kami Masyarakat Sukadanau dan sekitarnya Menolak Berdirinya Pabrik Peleburan Baja PT. Gunung Garuda" dan "Jangan Rusak Lingkungan Bumi Sukadanau".
Masalah tersebut diatas memberikan suatu inspirasi saya untuk meneliti hal penunjang yang bersifat masalah social yang terjadi di masyarakat. Mengingat bahwa banyak bahaya yang nantinya akan terjadi dilingkungan masyarakat jika pabrik tersebut tetap beroperasi. Mungkin dengan adanya penelitian ini saya menjadi tau yang sebenarnya terjadi disekitar pabrik Peleburan Baja masyarakat desa Sukadanau.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah Penelitian
Agar mempermudah dan memperlancar serta penelitian ini lebih fokus dan terarah, maka perlu adanya pembatasan masalah sebagai berikut:
Penelitian tentang Respon Masyarakat terhadap PT. Gunung Garuda Cibitung Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Dengan Narasumber warga sekitar PT. Gunung Garuda.
2. Perumusan Masalah Penelitian
Dari pemaparan di atas, peneliti ingin memberikan beberapa rumusan masalah diantaranya sebagai berikut:
1. Bagaimana Ijin jalannya PT. Gunung Garuda Peleburan Baja.
2. Bagaimana Operasi jalannya PT. Gunung Garuda Peleburan Baja.
3. Bagaimana Ragam Tanggapan masyarakat tentang berdirinya PT. Gunung Garuda Pabrik Peleburan Baja.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan agar memudahkan peneliti melakukan penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, Dalam melakukan penelitian tentunya peneliti mempunyai tujuan yang ingin dicapai diantaranya:
1. Untuk mengetahui Respon masyarakat Cibitung, Bekasi. Terhadap adanya pembangunan PT. Gunung Garuda.
2. Untuk mengetahui dampak yang akan terjadi jika PT. Gunung Garuda tetap diberjalan dan beroperasi ditengah-tengah lingkungan masyarakat Cibitung, Bekasi.
2. Manfaat Penelitian
1. Ilmu Pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan baru tentang kejadian sosial yang ada dimasyarakat.
2. Akademis, diharapkan penelitian ini dapat membuat kita sadar bahwa banyak masyarakat diluar sana yang membutuhkan Mahasiswa sebagai pelindung masyarakat.
D. Sistematika Penulisan
Tugas penelitian ini agar teratur secara sistematis, peneliti membagi pembahasan menjadi 5 bab, masing-masing bab terdiri dari sub bab, yakni :
BAB I. PENDAHULUAN membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II. KAJIAN TEORI membahas tentang Respon masyarakat terhadap adanya PT. Gunung Garuda.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN membahas tentang pendekatan penelitian yang bersifat Deskriptif dan wawancara dengan metode kualitatif. Menggambarkan suatu kondisi wilayah berdasarkan kenyatan dan kemudian memaparkannya dalam bentuk laporan penelitian secara lugas.
BAB IV. HASIL PENELITIAN membahas tentang Respon masyarakat terhadap PT. Gunung Garuda.
BAB V. PENUTUP membahas kesimpulan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Respon Masyarakat
Masyarakat menolak karena hal ini juga dipicu oleh adanya dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas produksi perusahaan terhadap kesehatan warga setempat. Banyak warga, terutama anak-anak yang menderita ISPA sampai TBC. Dan Perusahaan ini sering membuat limbah pada saat turun hujan.
Sekitar 3.000 warga dari empat desa di Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menolak rencana perluasan pabrik baja PT Gunung Garuda dilingkungan sekitar mereka. Penolakan itu ditunjukan warga melalui aksi unjuk rasa diKompleks Perkantoran Pemerintah Kabupaten Bekasi, Kota Deltamas, Desa Sukamahi, Kecamatan Cikarang Pusat.
Masyarakat resah karena adanya pembangunan perluasan pabrik baja berdekatan dengan pemukiman warga. Karena dampaknya langsung dirasakan oleh warga setempat yang tinggal didekat atau sebelah dengan pabrik baja tersebut.
Perusahaan peleburan baja memanfaatkan perluasan tanah milik warga sampai 10 Hektar. Sedangkan yang tercatat didalam perijinan perluasan tanah milik perusahaan hanya 20 Hektar. Perluasan tanah tanpa ijin tersebut sudah berlangsung lama sejak tahun 2013. Masyarakat setempat telah menghalau perluasan tanah tersebut tetapi belum ada respon dari pihak yang terkait Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) dalam masalah perluasan tanah milik warga sekitar. Warga Desa Sukadanau, resah dengan aktivitas pengurukan lahan dengan bahan limbah besi. Air tanah warga setempat pasti terkontaminasi karat dan sangat berbahaya untuk kesehatan.
Pabrik peleburan baja yang ada saat ini dirasakan sangat menganggu warga dengan adanya polusi udara. Polusi udara yang begitu seram karena debu besi yang dihasilkan oleh peleburan baja tersebut sering menempel dikaca dirumah-rumah warga sekitar PT. Gunung Garuda tersebut. Dikaca rumah saja sudah terlihat menakutkan bagi kesehatan apa lagi warga masyarakat setempat yang setiap hari menghisap udara disekitar rumahnya. Ada empat tuntutan dari perwakilan warga Desa Telagamurni yang tergabung dalam Majelis Taklim Al Munawaroh. Tuntutan itu, di antaranya menolak peleburan baja PT Gunung Garuda, adili penguasa nakal dan arogan, kesehatan hidup dan lingkungan adalah hak asasi warga negara, dan selamatkan Telagamurni dari polusi udara berbahaya.
Untuk siapa saja yang melintas diruas jalan Fatahillah Cikarang Barat atau tepatnya diarea Warung Bongkok yang memiliki tugu bambu di pertigaan jalan, terlihat banner, spanduk yang bertuliskan bahwa warga Telaga Murni, kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi menolak dengan keras berdirinya pabrik peleburan baja, berbagai protes warga ini dikarenakan tempat peleburan baja tidak mengindahkan aspek lingkungan.
Dahulu tempat itu adalah areal persawahan, namun dalam perjalanannya lokasi tersebut akan dibangun pabrik peleburan baja, tiang pancang dan juga bangunan bangunan dari cikal bakal pabrik sudah terlihat dari jalan.Yang ditakutkan oleh warga Telaga Murni adalah dampak lingkungan yang akan ditimbulkan dengan keberadaan pabrik ini, tak heran akhirnya warga Telaga Murni melakukan aksi untuk menolak pendirian pabrik peleburan baja.
1 September 2014, warga Telaga Murni dan sekitarnya melakukan aksi penolakan berdirinya pabrik peleburan baja, iring iringan panjang aksi adalah menuju komplek perkantoran pemda kabupaten Bekasi, mereka beraudiensi dengan wakil rakyat yang berada di sana, mereka berharap agar nantinya pabrik tak jadi untuk melakukan aktifitas yang besar kemungkinan akan menyebabkan polusi yang merugikan bagi masyarakat sekitarnya.
Masyarakat sekitar lokasi pembangunan tetap menolak perluasan pabrik pembuat baja tersebut. Diantaranya warga Desa Telaga Murni Kecamatan, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, sampai saat ini tidak mengenal lelah menolak pembangunan pabrik PT. Gunung Garuda. Penolakan warga karena mereka khawatir akan menimbulkan suara bising dan mencemari lingkungan sekitar pemukiman warga.
Warga yang menolak sebelumnya sempat mendatangi Kantor Bupati Bekasi, dan 20 orang perwakilan warga diterima oleh Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin. Dalam pertemuan yang dilakukan diruang dinas bupati itu, Bupati berjanji akan melakukan penutupan pembangunan, jika dalam waktu 15 hari pihak perusahaan tidak melengkapi izin. Rapat antara perwakilan warga dengan bupati sempat tegang sebab warga dengan tegas menolak pembangunan pabrik.
Karena tak kunjung ada kejelasan, rencananya, esok lusanya, warga Desa Telaga Murni kembali melakukan aksi. Namun aksi yang dilakukan kali ini tidak mendatangi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, melainkan akan mendatangi PT. Gunung Garuda.
Ketua Aliansi Ormas, Kabupaten Bekasi, Zaenal, mengatakan sekitar 5.000 massa akan mendatangi PT. Gunung Garuda. Kedatangan warga untuk menolak pembangun peleburan baja PT. Gunung Garuda. Karena jika pembangunan tersebut tetap dilaksanakan dan sampai beroperasi, warga khawatirkan akan berdampak pada kesehatan warga sekitar, hasil pembakaran bahan material berupa C02 akan menggangu pernapasan warga di sekitar pemukiman.
Zaenal berkata, izin pembangunan pabrik tersebut belum ditempuh sesuai dengan prosedur, seperti izin gangguan lingkungan. Untuk izin gangguan lingkungan harus ada persetujuan warga sekitar pabrik. Oleh karena itu ia meminta pihak Pemkab Bekasi untuk melakukan pengecekan terkait izin pembangunan pabrik Selain menggangu kesehatan, pembangunan pabrik itu juga disinyalir menyebabkan banjir, dan kebisingan.
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi menyepakati penghentian sementara proyek perluasan pabrik baja milik PT Gunung Garuda di Kecamatan Cikarang Utara. Dewan bahkan kemungkinan besar akan membentuk pantia khusus (pansus) terkait keberadaan pabrik yang meresahkan warga tersebut.
Akhirnya ada juga orang penting didalam DPRD yang menyuarakan suara rakya supaya rakyat tidak menderita dengan adanya pengoperasian pabrik peleburan baja tersebut. Wakil ketua DPRD menegaskan harus diberhentikannya perluasan pembangunan pabrik peleburan baja tersebut dan pemerintah akan juga akan mencarikan solusinya seperti apa dan bagaimana untuk menghentikan perluasan pabrik tersebut. Bahkan, ia menjelaskan, kesepakatan menghentikan perluasan peleburan baja itu telah ditandatangani 12 anggota DPRD. Rekomendasi penghentian yang dilakukan itu karena aktivitas perluasan PT Gunung Garuda telah meresahkan warga di empat desa sekitarnya dan merusak lingkungan hidup.
Kesepakatan penghentian perluasan pabrik baja itu akan ditindak lanjuti oleh DPRD setempat dengan membentuk pansus. Ini dari adalah aspirasi masyarakat yang harus diakomodasi oleh DPRD. Pansus akan dibuat dan perluasan harus dihentikan. Aksi demo kembali dilakukan ribuan warga itu samapai dikawal ketat ratusan personel gabungan dari Polresta kabupaten Bekasi, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dan Dinas Perhubungan setempat. Melalui pengeras suara yang sengaja dibawa dan dipersiapkan, warga menuntut bupati segera menghentikan perluasan pabrik baja tersebut. Warga menuding, banyak dampak negatif yang terjadi jika pabrik peleburan baja itu diperluas.
Perluasan pabrik baja tersebut membuat warga semakin cemas dengan kesehatan dilingkungan rumahnya. Pabrik lamanya saja sudah meresahkan warga membuat polusi udara yang kotor dan suara gaduh dan bising menggangu aktifitas warga di sekitarnya. Hal yang paling mengrikan waktu warga melihat sendiri adalah perluasan lahan tersebut sejak beberapa tahun yang lalu telah diuruk dengan bekas limbah beracun bekas olahan peleburan baja. Kejadian seperti itu sangat mengganggu lingkungan dan merusak wilayah pemukiman yang berada disekitar pabrik.
Berbohong lagi soal izin menurut warga, awalnya izin perluasan itu untuk penggabungan mess, gudang, dan gedung workshop. Kenyataannya, izin tersebut dibuat untuk produksi peleburan baja. Ini sangat bahaya bagi warga. Perizinannya diduga kuat tidak ditempuh. Bahkan lokasi perluasan pabrik itu kini dibatasi pagar yang terbuat dari kontainer bekas. Warga menolak keras perluasan pabrik baja ini karena dapat mengganggu kenyamanan lingkungan.
Terdapat pula limbah bahan beracun dan berbahaya yang dikelola PT Gunung Garuda yang berada di Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, itu. Limbah berbahaya itu mengandung zat arsenik dari peleburan baja, mengakibatkan penyakit paru-paru dan penyakit kulit yang banyak diderita warga.
Masyarakat meminta pabrik baja tersebut ditutup, serta tidak memperluas bisnisnya. Apalagi saat ini, pembangunan seluas 60 hektare sudah selesai. Sekarang perusahaan itu sudah mulai membeli lahan permukiman untuk perluasan kembali. Tentu ini sangat meresahkan warga sekitar.
METODELOGI PENELITIAN
BAB III
A. Pendekatan Penelitian
Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, jenis penelitian yang digunnakan dalam penulisan ini adlah penelitian bersifat deskriptif dan wawancara dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif yaitu suatu cara menyajikan data melalui gambar keadaan yang sesuai dengan realita dari fenomena yang di teliti. Tujuan penelitian deskriptif ini menggambarkan fenomena yang terjadi saat ini yaitu selama penelitian yang berlangsung. Metode penelitian ini dilakukan dengan menggambarkan kondisi wilayah penelitian berdasarkan kondisi nyata, peneliti hanya memotret apa yang terjadi pada diri objek atau wilayah yang diteliti, kemudian memaparkan apa yang terjadi dalam bentuk laporan penelitian secaralugas, dan apa adanya.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian mengenai judul yang telah dikemukakan sebelumnya dilakukan di PT. Gunung Garuda Cikarang Barat Kabupaten Bekasi. Adapun alasan memilih lokasi ini adalah karena peneliti merupakan orang yang bertempat tinggal didaerah yang tidak jauh tempatnya dari tempat penelitian tersebut.
Adapun pelaksanaan penelitian dilakukan selama 20 hari.
HASIL PENELITIAN
BAB IV
A. Hasil Wawancara
Apakah sebelumnya sudah ada izin lokasi untuk pabrik ini dibangun dan diperluas?
Tokoh masyarakat dan warga di tiga desa yaitu Sukadanau pak Adul, pak Danu, dan pak Roni warga Telaga Murni dan Telaga Asih Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi mencabut izin lokasi berupa pertimbangan teknis penatagunaan tanah bagi PT. Gunung Garuda yang diterbitkan pada 30 Januari 2009, dengan nomor 005/R/PTPGT.IL-2009. Sebab surat yang diterbitkan BPN bertolak belakang dengan surat rekomendasi yang dibuat pemerintah daerah. BPN mengizinkan perluasan pabrik, sedangkan surat yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) berupa rekomendasi untuk perluasan gudang, workshop, dan mess. "Pemkab Bekasi tidak mengizinkan perluasan pabrik karena mereka tahu di daerah tersebut dihuni oleh pemukiman padat penduduk," kata pak Adul tokoh masyarakat setempat.
Dengan adanya surat izin lokasi dari BPN, PT Gunung Garuda merasa memiliki legalitas untuk memperluas pabrik pengelolaan baja. Padahal sejak pembangunan perluasan pabrik, penolakan warga terhadap aktifitas PT. Gunung Garuda semakin meningkat. Aksi unjuk rasa terjadi beberapa kali, bahkan hingga saat ini spanduk penolakan perluasan pabrik dibentangkan warga di sekitar perusahaan tersebut.
Menurut Malik salah seorang warga bila BPN berpihak dan tuduk pada ketentuan yang dibuatnya, surat izin lokasi bisa di cabut. Hal itu seperti tertuang dalam poin (16) yang berbunyi "Apabila kegiatan perluasan pabrik tersebut berdampak negatif terhadap lingkungan sekitar, maka keberadaanya dapat ditinjau kembali". Namun Malik dan warga lainnya menyesalkan sikap BPN yang tidak berbuat apapun.
BPMPPT Kabupaten Bekasi mengklaim izin IMB proyek perluasan PT Gunung Garuda di Jalan Imam Bonjol, Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat sudah selesai. Menanggapi proyek perluasan PT Gunung Garuda yang diduga belum mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Amdal, Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPT) mengklaim kalau izin perluasan PT Gunung Garuda sudah selesai. "Dalam proyek perluasan PT Gunung Garuda ini. 8 desa sudah setuju, hanya satu desa saja yang belum setuju, yaitu Desa Telagamurni. Izinnya juga sudah keluar," ungkap Kabid Pemrosesan BPMPT, Deni Mulyadi.
Disinggung mengenai dampak lingkungan yang diakibatkan dari proyek perluasan PT Gunung Garuda tersebut, pak Deni melemparnya ke BPLH Kabupaten Bekasi. ''Kalau soal Amdal tanya ke BPLH. Jangan ke saya. Saya tidak mengerti masalah tersebut," ungkapnya. Sementara itu, Ketua Lembaga Kajian Advokasi Informasi Lingkungan Hidup (eL-Kail), Ridwan Arifin mengatakan, Amdal itu merupakan syarat untuk memperoleh Izin Lingkungan. Dan Izin Lingkungan merupakan syarat mutlak mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). ''Coba dilihat di Permen LH Nomor 5 tahun 2012. Jika IMB sudah diterbitkan sementara Izin Lingkungan maupun Amdalnya belum selesai, maka dapat dipastikan itu cacat hukum," tegasnya.
Pak Ridwan meminta agar pejabat yang menerbitkan izin untuk paham peraturan. Jangan asal menerbitkan izin sebelum jelas rangkaian izin yang lainnya. ''Antara Amdal dengan perangkat izin lainnya sangat berkaitan, tidak terpisah pisah. Layaknya pengajuan surat nikah, harus ada pengantar RT, pengantar KUA, KTP dan keterangan Desa. Inikan rangkaian izin supaya seluruh masyarakat mengetahui proses yang sedang dijalani. Apalagi menyangkut kegiatan yang bakal memiliki dampak bagi kelangsungan alam sekitar, dan juga menyangkut kesehatan dan kesinambungan makhluk hidup yang berada di sekitar lokasi kegiatan," ungkapnya.
Apakah tanggapan tentang perusakan lingkungan yang terjadi disekitar rumah warga?
Jika benar IMB dari BPMPPT sudah diterbitkan, maka pak Ridwan menduga telah terjadi penyalahgunaan wewenang dari pejabat negara, dalam hal ini BPMPPT Kabupaten Bekasi. ''Hal tersebut berindikasi kepada tindak pidana korupsi, karena penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara," tandas pak Ridwan.
Selanjutnya "Pihaknya juga sudah resmi melaporkan dugaan perusakan lingkungan tersebut ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), BPLH, dan Bupati Bekasi," ujar Ketua Dewan Pembina LP3D, Jonly Nahampun. ''Diduga sisa produksi sludge dari PT Gunung Garuda, yaitu limbah yang dapat merusak lingkungan hidup, digunakan untuk menimbun lahan yang saat ini dilakukan perluasan PT Gunung Garuda," lanjutnya. Karena itu, LP3D mendesak BPLH untuk melakukan klarifikasi dan penyelidikan mengenai pengelolaan limbah B3 tersebut. Dan penggunaan bahan sludge untuk bahan urugan perluasan pabrik.
Tidak hanya itu, pihaknya juga meminta instansi terkait menyelidiki perizinan perusahaan baja tersebut. Apakah sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. "Kami juga mempertanyakan Garis Sepadan Bangunan (GSB) perusahaan yang menyalahi aturan, karena terlalu dekat dengan bahu jalan," tandasnya pak Jonly Nahampun.
Seperti yang sudah diketahui, masyarakat, mahasiswa, serta buruh melakukan aksi unjukrasa di depan Gedung DPRD Kabupaten Bekasi dan Kantor Bupati Bekasi. Massa aksi menolak perluasan lahan PT Gunung Garuda, Cikarang Barat, yang dinilai belum memiliki dokumen lingkungan. Pemkab Bekasi pun memberikan batas waktu selama 21 hari ke depan kepada PT Gunung Garuda untuk melengkapi proses perizinannya. Dimana personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) akan ditempatkan di lokasi perluasan pabrik baja tersebut.
Presiden Direktur PT Gunung Garuda Endang Rasyid, membantah pihaknya telah melakukan pencemaran lingkungan dan tidak mengantongi izin resmi. Endang menjelaskan, pihaknya sudah melakukan rekayasa polusi agar tidak menyebar dan merugikan sekitar. "Bangunan yang tinggi itu untuk meredam polusi. Namun masyarakat tidak paham. Dikatakan seram lah, mau meledak lah," jelas pak Endang.
Menurutnya, penolakkan masyarakat dengan 2 alasan tersebut dianggap wajar karena belum memahami. "Saya maklumi jika masyarakat belum paham, mereka emosional, main tutup saja, kita adakan sosialisasi, instansi pemerintah juga harus ikut menjelaskan," katanya. Pabrik baja kata pak Endang, juga menggunakan teknologi baru yang lebih ramah lingkungan. Pak Endang pun menolak jika harus dituntut penutupan perluasan pabrik tersebut. Soal ijin, pihaknya mengaku sudah mengurus baik lisan maupun tulisan. "Mengenai izin, pihak Gunung Garuda mengatakan sudah menempuh perizinan dan karena adanya perluasan izin baru juga sedang diurus. Begitu pun Amdal yang dalam proses," tandasnya.
KESIMPULAN
BAB V
Awalnya PT. Gunung Garuda itu hanya membuat gudang untuk menyimpan besi-besi baja. Dan semakin lama pabrik itu beroperasi ternyata mereka telah membuat dan mengadakan adanya alat-alat peleburan untuk baja. Masyarakat sangat kecewa atas pembangunan perusahaan tersebut, masyarakat dan warga sekitar Sukadanau itu telah dibohongi oleh perusahaan.
Atas terjadinya penipuan itu diadakannya perlawanan dari warga dengan membentangkan spanduk disejumlah titik di jalan Imam Bonjol, Warung Bongkok, Sukadanau. Spanduk tersebut bertuliskan "Tolak Calo-Calo Tanah dan Antek-Antek Gunung Garuda". "Kami Masyarakat Sukadanau dan sekitarnya Menolak Berdirinya Pabrik Peleburan Baja PT. Gunung Garuda" dan "Jangan Rusak Lingkungan Bumi Sukadanau".
Masyarakat menolak karena hal ini juga dipicu oleh adanya dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas produksi perusahaan terhadap kesehatan warga setempat. Banyak warga, terutama anak-anak yang menderita ISPA sampai TBC. Dan Perusahaan ini sering membuat limbah pada saat turun hujan.
Berbohong soal izin menurut warga, awalnya izin perluasan itu untuk penggabungan mess, gudang, dan gedung workshop. Kenyataannya, izin tersebut dibuat untuk produksi peleburan baja. Ini sangat bahaya bagi warga. Perizinannya diduga kuat tidak ditempuh. Bahkan lokasi perluasan pabrik itu kini dibatasi pagar yang terbuat dari kontainer bekas. Warga menolak keras perluasan pabrik baja ini karena dapat mengganggu kenyamanan lingkungan.
Terdapat pula limbah bahan beracun dan berbahaya yang dikelola PT Gunung Garuda yang berada di Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, itu. Limbah berbahaya itu mengandung zat arsenik dari peleburan baja, mengakibatkan penyakit paru-paru dan penyakit kulit yang banyak diderita warga.
Presiden Direktur PT Gunung Garuda Endang Rasyid, membantah pihaknya telah melakukan pencemaran lingkungan dan tidak mengantongi izin resmi. Endang menjelaskan, pihaknya sudah melakukan rekayasa polusi agar tidak menyebar dan merugikan sekitar. "Bangunan yang tinggi itu untuk meredam polusi. Namun masyarakat tidak paham. Dikatakan seram lah, mau meledak lah," jelas pak Endang.
Menurutnya, penolakkan masyarakat dengan 2 alasan tersebut dianggap wajar karena belum memahami. "Saya maklumi jika masyarakat belum paham, mereka emosional, main tutup saja, kita adakan sosialisasi, instansi pemerintah juga harus ikut menjelaskan," katanya. Pabrik baja kata pak Endang, juga menggunakan teknologi baru yang lebih ramah lingkungan. Pak Endang pun menolak jika harus dituntut penutupan perluasan pabrik tersebut. Soal ijin, pihaknya mengaku sudah mengurus baik lisan maupun tulisan. "Mengenai izin, pihak Gunung Garuda mengatakan sudah menempuh perizinan dan karena adanya perluasan izin baru juga sedang diurus. Begitu pun Amdal yang dalam proses," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar