Selasa, 29 Desember 2015

Tugas Observasi Kehidupan sosial di pasar tradisional. Dani KPI 1A 11150510000037, Sonya Sania KPI 1B 11150510000095, Rizky Kusumawati Jurnal 1A 11150510000111

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Permasalahan

Kita sebagai makhluk sosial yang tinggal dibumi tidak akan bisa hidup berdiri dengan sendiri, kita memerlukan orang lain yang saling berinteraksi melakukan aktifitas sehari-harinya serta kita tidak bisa terlepas dengan kebutuhan pokok kita meliputi papan, sandang danpangan.
     Dengan ini kami memilih pedagang pasar maupun pedagang kaki lima sebagai bahan penelitian serta disinilah makhluk-makhluk sosial yang kebanyakan dari mereka melakukan aktifitas interaksi secara langsung yang dilakukan oleh si pedagang maupun si pembeli dengan individu maupun kelompok. Dan disinilah kemungkinan akan terjadi konflik sosial, kekuasaan serta hambatan-hambatan si pedagang serta pembeli, yang terjadi di pasar ataupun di pedagang kaki lima.

B.     Tinjauan Teoritis

Karl Marx beserta teman dekatnya, yakni Friedrich Engles (1820-1895) menuliskan sebuah buku "Das Kapital", yang isinya kurang lebih tentang bagaimana ekonomi sosial atau komunis diorganisasikan. Yang kemudian disusul buku The Communist Manifesto (1848) yang berisikan daftar singkat karakter alamiah komunis. Dimana suprastruktur yang berfungsi untuk menjaga relasi produksi yang dipengaruhi oleh historis (seni, literatur, musik, filsafat, hukum, agama, dan bentuk budaya lain yang diterima oleh masyarakat). Prinsip-prinsip komunis modern dalam bukunya tersebut antara lan :

1. Pengahapusan kekayaan tanah dan menerapkan sewa tanah bagi tujuan-tujuan publik.

2. Pengenaan pajak pendapat (tax income) yang bertingkat.

3. Pengapusan seluruh hak-hak warisan.

4. Penarikan kekayaan seluruh emigran dan para penjahat atau pemberontak.

5. Sentralisasi kredit pada negara melalui bank nasional dengan modal negara dan monopoli yang bersifat eksklusif.

6. Sentralisasi alat-alat komunikasi, dan transportasi di tangan negara.

7. Perluasan pabrik dan alat-alat produksi yang dimilki oleh negara, menggarap tanah yang tanah, dan meningkatkan guna tanah yang sesuai dengan perencanaan umum.

Karl Marx percaya dalam kapitalisme, terjadi keterasinagan (alienasi) manusia dari dirinya sendiri. Kekayaan pribadi dan pasar menurutnya tidak memberikan nilai dan arti pada semua yang mereka rasakan sehingga mengasingkan manusia, manusia dari diri mereka sendiri. Hasil keberadaan pasar, khususnya pasar tenaga kerja menjauhkan kemampuan manusia untuk memperoleh kebahagiaan sejati, karena dia menjauhkan cinta dan persahabatan. Dia berpendepat bahwa dalam ekonomi klasik, menerima pasar tanpa memperhatikan kekayaan pribadi, dan pengaruh kebradaan pasar pada manusia. Sehingga sangat penting untuk mengetahui hubungan antra kekayaan pribadi, ketamakan, pemisahan buruh, modal dan kekayaan tanah, antara pertukaran dengan kompetisi, nilai dan devaluasi manusia, monopoli dan kompetisi dan lain-lain. Fokus kritiknya terhadap ekonomi klasik adalah, ia tidak memeperimbangkan kekuatan produksi akan meruntuhkan hubungan produksi.

Hasil dari teori historis Karl Marx pada masyarakat antara lain :

  1. Masyarakat feudalisme, dimana faktor-faktor produksi berupa tanah pertanian dikuasai oleh tuan-tuan tanah.
  2. Pada masa kapitalisme hubungan antara kekuatan dan relasi produksi akan berlangsung, namun karena terjadi peningkatan output dan kegiatan ekonomi, sebagaimana feudalisme juga mengandung benih kehancurannya, maka kapitalismepun akan hancur dan digantikan dengan masyarakat sosialise.
  3. Masa sosialisme dimana relasi produksi mengikuti kapitalisme masih mengandung sisa-sisa kapitlisme.
  4. Pada masa komunisme, manusia tidak didorong untuk bekerja dengan intensif uang atau materi.

 

 

 

Menurut Karl Marx dalam komoditas dan kelas dapat dibagi menjadi dua kelas, yaitu:

  1. Kaum kapitalis (borjuis) yang memiliki alat-alat produksi.
  2. Kaum buruh (proletar) yang tidak memiliki alat-alat produksi, ruang kerja, maupun bahan-bahan produksi.

Teori historis dari Karl Marx mencoba menerapkan nya ke dalam masyarakat, dengan meneliti antara kekuatan dan relasi produksi. Dimana nantinya akan terjadi sebuah kontradiksi, yang berakibat perubahan kekuatan produksi dari penggilingan tangan pada sistem feodal menjadi penggilingan uap pada sistem kapitalisme. Menurutnya satu-satunya biaya sosial untuk memproduksi barang adalah buruh.

Sementara prinsip teori Weber adalah bahwa penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko biaya atau biayanya paling murah atau minimal (least cost location) yaitu tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya minimum, tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum yang cenderung identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Prinsip tersebut didasarkan pada enam asumsi bersifat prakondisi, yaitu :

1. Wilayah bersifat homogen dalam hal topografi, iklim dan penduduknya (keadaan penduduk yang dimaksud menyangkut jumlah dan kualitas SDM)

2. Ketersediaan sumber daya bahan mentah.

3. Upah tenaga kerja.

4. Biaya pengangkutan bahan mentah ke lokasi pabrik (biaya sangat ditentukan oleh bobot bahan mentah dan lokasi bahan mentah)

5. Persaingan antar kegiatan industri.

6. Manusia berpikir secara rasional.

 

Weber juga menyusun sebuah model yang dikenal dengan istilah segitiga lokasional (locational triangle), yang didasarkan pada asumsi : 1. Bahwa daerah yang menjadi obyek penelitian adalah daerah yang terisolasi. Konsumennya terpusat pada pusat-pusat tertentu. Semua unit perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas dan persaingan sempurna. 2. Semua sumber daya alam tersedia secara tidak terbatas. 3. Barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral adalah sporadik tersedia secara terbatas pada sejumlah tempat. 4. Tenaga kerja tidak tersedia secara luas, ada yang menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya tinggi.

Dalam menentukan lokasi industri, terdapat tiga faktor penentu, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan dampak aglomerasi dan deaglomerasi. Biaya transportasi diasumsikan berbanding lurus terhadap jarak yang ditempuh dan berat barang, sehingga titik terendah biaya transportasi menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi. Biaya transportasi akan bertambah secara proporsional dengan jarak. titik terendah biaya transportasi adalah titik yang menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku (input) dan distribusi hasil produksi.

 

C.     Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
      Pendekatan penelitian kami ini menggunakan Metode Kualitatif yang lebih menekankan
aspek pemahaman terhadap suatu masalah dengan menggunakan tekhnik wawancara dan penelitian untuk mendapatkan hasil dari narasumber pedagang pasar.
2. Lokasi dan Tempat Penelitian
      Lokasi penelitian yang kami lakukan adalah diberbagai pasar yaitu Pasar Johar
(Jakarta Pusat), Pasar Ci-putat dan Pasar Pondok Labu.  Dalam penelitian untuk melakukan kegiatan wawancara tersebut kita tidak perlu mengeluarkan uang untuk transport karena tempat tersebut mudah di jangkau oleh kami.
3. Subyek Penelitian
      Dalam subyek penelitian ini kami memilih untuk mewawancarai beberapa pedagang yang
ada di dalam pasar karena ini membantu untuk hasil wawancara kami. 
     

 

 

 

 

 

 

BAB II
GAMBARAN LOKASI
           

                                        

Pasar pertama yang kami datangi ialah Pasar Johar yang terletak di Jakrta Pusat. Beralamatkan di Jl. Percetakan Negara 2 Kelurahan Johar Baru, Kecamatan Johar Baru kota Jakarta Pusat (10560). Kios-kios yang disediakan juga cukup banyak. Untuk kios pedagang sapi itu sendiri terletak dilantai bawah.

                                  

Pasar yang beralamatkan di JL. Dewi Sartika Ciputat, Tangerang Selatan ini dulunya meupakan pasar yang sangat kotor. Namun kini telah jauh berbeda dan menjadi lebih bersih. Untuk kios-kiosnya, sama seperti pasar-pasar tradisional lainnya. Kios pedagang dagingnya juga terletak dilantai bawah.

 

                       

Pasar Pondok Labu beralamatkan di JL. R.S Fatmawati Ujung, kelurahan Pondok Labu, kecamatan Cilandak, kota Jakarta Selatan. Sama dengan asar tradisional lainnya. Banyak kios di dalam maupun diluar pasar. Untuk letak pedagang dagingnya sendiri ada yang dilantai bawah, ada juga yang ilantai atas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

HASIL OBSERVASI

            Narasumber I : Bapak Udin.

Pada kesempatan ini kami mewawancarai narasumber pedagang daging sapi pertama di Pasar Johar (Jakarta Pusat).Bapak ini bernama Pak Udin yang berumur 50 tahun.Pak Udin ini berjualan daging sapi  sejak tahun 1985 tahun yang lalu kira-kira sekitar 30 tahun yang lalu hmmmmmmmm...ternyata cukup lama juga yaa pak Udin ini berjualan.Pak Udin berjualan dari jam 1 malam sampai jam 12 siang,tetapi Beliau tidak pernah mengeluh atas profesi itu,Beliau sangat mensyukuri atas apa yang telah Allah berikan terhadapnya,untuk itu Pak Udin melakukannya dengan penuh semangat dan penuh dengan rasa syukur.Yang mendasari usaha Pak Udin berjualan daging sapi ini ialah perlunya keadaaan ekonomi untuk menafkahi istri dan anak-anaknya untuk kehidupan sehari-hari.Awalnya usaha Pak Udin berjualan ini tanpa adanya modal dikarenakan adanya seorang teman dekat yang mempunyai usaha bejualan daging sapi telah memberi kepercayaan kepada Pak Udin untuk melakukan usaha atau meneruskan usahanya tersebut akhirnya hari demi hari dilakukan oleh Pak Udin berjualan daging sapi,ia pun memutuskan sampai saat ini berjualan daging sapi.dan tidak ada berkeinginan untuk beralih ke profesi lain.ditempat inilah Pak Udin bejualan selama 30 tahun lamanya dan tidak ada tempat lain selain dipasar dan ditempat ini.Pak Udin berjualan daging sapi dibantu oleh adik kandungnya tanpa adanya campur tangan orang lain.

            Suka duka Pak Udin selama berjualan sama dengan penjual lain .Suka nya itu ialah ketika daging sapi yang dijual habis terjual dan Duka nya ialah ketika ada daging yang masih belum laku terjual atau masih tersisa. Pak Udin mempunyai harapan setiap jualannya yaitu agar daging sapi yang dijualnya habis setiap harinya tanpa adanya sisa.Pak Udin mendapatkan daging-daging sapi ini dari peternak yang juga menjual-jual ternaknya kepenjual lain untuk diperjualkan dipasar,setiap hari Pak Udin memesan daging sapi sebanyak 100 kilo daging sapi dan Pak Udin menjual 1 kilo dagingnya dengan seharga 110 ribu perkilo. Pak Udin mempersiapkan jualannya membutuhkan 3 jam lamanya.Pak Udin setelah selesai bejualan uang nya ia tabung,membeli daging ke ternak dan sebagiannya lagi untuk memcukupi kehidupan kelurganya 5 orang.

            Alhamdulillah uang untuk mencukupi kelurga Pak Udin selalu tercukupi walaupun kadang banyak pelanggan Pak Udin yang banyak menghutang tetapi pak udin tidak merasa kurang atas rezekinya.walaupun banyak pesaing untuk Pak Udin tetapi Pak Udin tetap santai terhadap persaingan pada penjual daging lain ."saya tidak pernah merasa tersaingi terhadap profesi yang ssaya jalani ini terhadap pedagang lagi,karna saya tidak pernah takut kekurangan rezeki,karna segala sesuatu semuanya sudah diatur oleh sang maha pencipta yaitu Allah SWT,alhamdulillah saya tidak pernah kekurangan untuk menafkahi keluarga saya"(kata Pak Udin).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Narasumber II : Bapak H.Suhelmi

Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah, penggunaan daging ini berbeda-beda tergantung dari cara pengolahannya. Sebagai contoh has luardaging iga dan T-Bone sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat sebagai bahan pembuatan steak sehingga bagian sapi ini sangat banyak diperdagangkan. Akan tetapi seperti di Indonesia dan di berbagai negara Asia lainnya daging ini banyak digunakan untuk makanan berbumbu dan bersantan seperti sup konro dan rendang.Selain itu ada beberapa bagian daging sapi lain seperti lidahhatihidungjeroan dan buntut hanya digunakan di berbagai negara tertentu sebagai bahan dasar makanan.

 

Bapak H.Suhelmi adalah salah satu pedagang Sapi, beliau berdagang sejak tahun 1992 sampai sekarang. Tempat yang bapak H.Suhelmi tempati bukan milik dia sendiri melainkan itu punya pihak pasar, bapak suhelmi hanya menyewa lapak itu perbulan, dia orang asli pandeglang dan dia tinggal di pandeglang tepatnya di kampung gombang. Selama berjualan daging banyak suka maupun duka yang di alami Bapak Suhelmi. Suka nya yaitu beliau masih istiqomah berjualan ditempat ini dengan pendapatan dan konsumen yang tetap, dan kebanyakan orang yang berjualan daging di pasar itu juga kebanyakan orang-orang pandeglang sehingga kekerabatan dan persaudaraannya semakin kuat. Para pedagang  daging di situ mempunyai forum atau lembaga yaitu( BPK ). BPK merupakan forum persatuan para pedang daging Banten. Dalam forum ini, sering diadakan rapat situ tentang masalah dan program-program sekaligus sebagai jembatan atau tempat silatuhrohmi. Adapun dukanya ialah pasar yang bapak H.Suhelmi tempati masih  berantakan dan kotor dan banyak lapak-lapak yang kosong, disebakan karena tidak ada perbaikan dan pembenahan dari pihak pasar. Lapak yang kosong itu disebabkan karena harga sewanya yang cukup mahal sehingga para pedagang daging pindah tempat ke wilayah atau tempat yang banyak orang. Dari masalah tempat itu sendiri pak H.Suhelmi menyewa perbulan Rp.500,000. Daging yang di jual oleh Bapak H.Suhelmi itu kebanyakan pelanggan tetap yaitu pelanggan yang punya warung, atau rumah makan. Sedikit sekali ibu rumah tangga yang menjadi pelanggan tetap karna harganya yang terlalu tinggi. Bapak Suhelmi pun hanya membuka lapaknya di pasar Ciputat ini dan beliau belum memiliki cabang.

           

Pembelian sapi itu sendiri para pedagang daging sapi di pasar ciputat biasanya sapi dibeli dari Bali karna kulitas sapi dari Bali itu cukup baik dan dari daerah sekitar itu sendiri. Para pedagang daging sapi itu, beli sapi satu ekor di bagi empat samapi lima orang dan harga sapi itu bisa berkisaran sekitar 20 Jutaan lebih dan itu pun tergantung timbangan. Setelah membeli sapi yang masih hidup, para pedagang memotong nya di kampong Sawah. Adapun harapan dari Pak H.Suhelmi beserta para pedagang daging lainya yaitu mereka berharap kepada pihak pengelola  pasar agar pasar itu cepat-cepat  di tata ulang kembali agar tidak berantakan dan terlihat bersih. H.Suhelmi juga berharap para pedagang sapi yang  ada di sekitar Pasar Ciputat itu hanya satu tempat tidak berpenar-pencar sehingga persaingan hanya di satu tempat dan lapak-lapak yang kosong di situ terisi oleh para pedagang-pedagang daging khusus.

 

 Di tempat itu juga bukan hanya pedagang daging sapi melainkan ada juga yang berjualan  daging kambing, kaki kambing, kaki sapi dan jeroan sapi itu, semua berbeda beda akan tetapi mereka cukup akur dan bekerja sama dan saling menghormati bahkan mereka saling berbagi tukar pikiran.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Narasumber III : Bapak Muhammad Sarkawi.

 

Bapak Muhammad Sarkawi (50 tahun), pedagang sapi asli Jakarta ini memulai usahanya di pasar pondok labu  sejak tahun 1989 . Beliau memilih untuk ikut berdagang daging dengan ayah dan kakaknya pada saat itu dikarenakan sulit untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus sekolah. Pernyataan bapak Sarkawi ini berkaitan dengan hasil teori historis Karl Marx pada masyarakat yang mengatakan bahwa pada masa komunisme, manusia tidak didorong untuk bekerja dengan intensif uang atau materi. Hal ini benar adanya, karena pada saat itu Bapak Sarkawi sendiri bekerja bukan untuk mencari uang melainkan hanya ikut membantu ayahnya dikarenakan beliau sulit mendapatkan pekerjaan setelah lulus sekolah.  Pada akhirnya pun, usaha ini menjadi usaha turun menurun daam keluarga Bapak Sarkawi.

 

Ketika ditanya mengenai masalah modal dalam usaha ini, Bapak Sarkawi menjawab bahwa awalnya ia hanya ikut membantu ayahnya dan tidak mengeluarkan modal, karena saat itu konteksnya beliau membantu. Kemudian ia mulai ikut membantu pedagang lain sampai ia dipercaya untuk menjual daging tersebut ke pasar-pasar. Saat itu beliau juga belum memiliki ruang kerja sendiri dan masih bergantung pada pedagang lain untuk masalah produksi barang. Ini sesuai dengan teori Karl Marx yang mengatakan bahwa komoditas itu ada dua macam. Yang pertama adalah kaum borjuis, dimana mereka memiliki alat-alat produksi. Kaum borjuis dalam hal ini ialah pedagang sapi yang memiliki alat produksi yang mana alat produksinya itu ialah sapi-sapi yang menghasilkan daging-daging segar. Yang kedua adalah kaum proletar, dimana mereka tidak memiliki alat-alat produksi, ruang kerja, serta bahan-bahan produksi. Kaum proletar yang masuk dalam hal ini ialah Bapak Sarkawi. Beliau tidak memiliki alat-alat produksi, ruang kerja sendiri, serta bahan-bahan produksi karena pada saat itu pun Ia masih bergantung pada produksi daging dari pedagang lain.

 

Di pasar ini, tentunya ada tempat yang disewakan, ada juga tempat yang bisa dibeli. Kalau pedagang kaki lima seperti yang ada diluar pasar merupakan tempat yang disewakan oleh pihak pengelola. Kalau yang ada di dalam, baik itu dilantai satu maupun dilantai dua merupakan tempat yang bisa dibeli. Lokasi usaha Bapak Sarkawi ini kebetulan berada dilantai dua dan lokasinya berdampingan dengan pedagang daging sapi dan daging ayam. Sudah dipastikan dari penjelasan tadi bahwa tempat yang digunakan Bapak Sarkawi untuk berdagang ialah tempat yang Ia beli. Ini seperti yang dikemukakan Weber bahwa penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko biaya atau biayanya paling murah atau minimal (least cost location) yaitu tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya minimum, tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum yang cenderung identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.

Hambatan dalam berdagang daging sapi yang dihadapi oleh Bapak Sarkawi bahwa, saat ini pedagang daging sapi yang ada di pasar pondok labu sudah semakin banyak. Apalagi semenjak adanya pasar daging dilantai bawah. Pelanggan yang biasa membeli dagangannya jadi menurun. Konsumen lebih memilih untuk membeli daging dilantai bawah ketimbang dilantai atas dikarenakan malas dan akan menjadi lelah jika harus membeli ke lantai atas. Ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Karl Marx mengenai fokus kritiknya terhadap ekonomi klasik yaitu ia tidak memeperimbangkan kekuatan produksi akan meruntuhkan hubungan produksi. Jika pedagang daging dilantai bawah memiliki kekuatan produksi yang kuat dengan alasan pembeli malas untuk naik tangga maka ini akan meruntuhkan hubungan produksi antara pedagang yang ada dilantai atas dan dilantai bawah. Untuk menghadapi hal ini, Bapak Sarkawi hanya berkata bahwa ia akan terus menghadapinya dengan kesabaran.

Kenaikan harga daging yang terjadi menjelang hari-hari besar keagamaan dan akhir tahun biasanya dikarenakan banyaknya permintaan yang sangat melonjak, namun persediaannya tidak sebanding dengan permintaan. Artinya, permintaan dengan persediaan tidak berjalan dengan seimbang. Akhirnya, pemerintah terpaksa mengimpor daging dari luar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kenaikan harga ini biasanya terjadi di kisaran harga dari yang biasanya per kg Rp 100.000 mengalami kenaikan menjadi Rp 130.000. Ini sangat berbeda dengan harga daging yang ada di Malaysia dan Singapura yang harganya hanya Rp 50.000 per kg meskipun mendekati akhir tahun dan hari-hari besar keagamaan.

Untuk daging yang dijual, Bapak Sarkawi memasokya dari berbagai pedagang daging di daerah seperti Sawangan ataupun daerah di Kampung Rambutan. Jika dagangannya tidak laku terjual pada hari ini, ia akan menaruhnya di dalam freezer agar daging tersebut menjadi awet.

Ketika ditanya mengenai masalah persaingan, dengan santai Bapak Sarkawi menjawab bahwa ia tidak merasa tersaingi sama sekali meskipun dalam menjalankan usahanya ia berdampingan dengan para pedagang daging yang lain. Ia mengatakan bahwa rezeki kia sudah di atur dan tidak akan tertukar.

 

 

BAB V

KESIMPULAN

Pada dasarnya juga Pasar tradisional merupakan pasar lokal dari masyarakat yang bersangkutan. Sehingga pasar tradisional sebagai pasar lokal tetap terkait dengan pasar modern . adanya keterkaitan antara pasar lokal dengan pasar modern tidak terlepas dari kemajuan yang sangat pesat dibidang teknologi komunikasi gaya hidup tradisional menjadi gaya hidup nasional bahkan menjadi gaya hidup global. Pasar sebagai suatu pranata ekonomi dan sekaligus cara hidup, suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencapai dari segala aspek.

Pasar tradisional adalah tempat bertemunya pedagang dengan pembeli. Di sini proses tawar menawar harga biasa terjadi. Ini adalah ciri khas sekaligus kelebihan pasar tradisional. Umumnya, yang dijual di pasar tradisional adalah barang-barang kebutuhan pokok manusia. Masalah kebersihan di sini memang kurang terjaga. Mungkin karena kondisi pasar tradisional yang cenderung sederhana bila dibanding pasar modern. Becek dan bau bukanlah hal yang aneh di sini. Apalagi jika kebetulan memasuki bagian pasar yang khusus menjual ikan dan daging. Lalat yang beterbangan ke sana-kemari bukanlah hal yang aneh. Begitu juga lantai yang kotor dan berlumpur. Keadaan bisa semakin parah ketika musim hujan tiba. 

 Pasar tradisional mulai kekurangan peminat, itu tidak bisa disangkal. Pasar ini memang kian tersisih. Tidak sedikit orang yang memandang pasar jenis ini sebagai tempat yang harus dihindari. Padahal, di sini justru dapat membeli barang dengan harga yang lebih murah dibanding dengan pasar modern. Jika cukup pintar menawar ketika berbelanja di pasar tradisional, selisih harga jadi dengan harga saat barang ditawarkan bisa cukup jauh. Inilah seninya. Akan tetapi, ini justru berubah menjadi bumerang ketika tidak mahir menawar. Bukannya mendapat harga yang murah, besar kemungkinan justru akan mendapat kerugian. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini