Selasa, 02 Oktober 2012

KarlMarx_HildaDziah JRN1B_Tugas3

Karl Marx (1818-
1883)
Karl Heirinch Marx, dilahirkan di
Trier, clistrik Mselle, Prussian Rhineland, Jerman, pada 5 Mei 1818. Ia terjun
dalam bidang jurnalistik dan radikalisme olitik, dan dalam anggota Asosiasi
Pekerja Internasional (International Association of Workes), dan kongres Liga
Komunis (Congress of the Communist League).Ia menghasilkan beberapa karya
seperti The German Ideologi (1845), The Communist Manifesto (1848), Outlines of a Critique of Political Economy pada tahun 1867 terbit bagian pertama dari Capital dan A Critique of Hegel`s
Philosophy of Law, Economic and Philosophical Manuscripts (1884).
Pertentangan Kelas
Dalm pandangan Marx, filsafat
semestinya aktif membuat perubahan- perubahan karena yang terpenting adalah
perbuatan dan materi, bukan ide- ide. Manusia selalu terkait dengan hubungan-
hubungan kemasyarakatan yang melahirkan sejarah. Manusia adalah makhluk yang
bermasyarakat yang beraktivitas, dan terlibat langsung maupun tidak langsung
dalam suatu proses produksi. Hakikat manusia dalah kerja (homo laborans, homo faber). Pemikiran Karl Marx ini kemudian
dikenal dengan materialisme dialektika atau materialism historis, dan membawa
pandangan Marx terhadap teori pertentangan kelas, hingga pada perkembangan
lebih lanjut melahirkan komunisme.
Marx terkenal dengan analisisnya
dibidang sejarah yang dikemukakan dalam bukunya Communist  Manifesto (1848).
Marx beryakinan bahwa "hantu- hantu" kapitalisme yang ada akan digantikan
dengan komunisme. Menurut Marx, ide- ide merupakan produk kesadaran subjektif
setiap individu, tetapi kesadaran tidak dapat terpisah dari lingkungan materiil
dan social, jadi selalu ada kesadaran akan limhkungannya. Marx membedakan
"kelas sebagaimana kondisi dirinya sendiri" darii "kelas bagi dirinya
sendiri".  Kelas yang dimaksudkan Marx
adalah suatu kelompok orang- orang yang memiliki fungsi dan tujuan yang sama
dalm suatu organisasi produksi.
Faktor utama yang menimbulkan konflik
dalam analisis Marx adalah terletak pada faktor produksi. Dengan adanya
perbedaan atau ketimpangan yang semakin tajam dalam proses produksi menjadi
dasar terjadinya konflik atau pertentangan kelas dalam masyarakat. Istilah ini
pun kemudian digumakan oleh Marx untuk menggambarkan hierarki masyarakat ke
dalam kelas atas (borjuis) dan kelas bawah (proletar). Dalam konteks system
stratifikasi, kelas pada dasarnya  sangat
tergantung dari pola hubungan antara kelompok- kelopmpok manusia terhadap
sarana produksi. [1]
 
Ideologi
Konsepsi materialis Marx yang
diterapkan pada perubahan sejarah untuk ertama kalinya dijelaskan dalam The German Ideologi disusun bersama
Engels. Salah satu tema pokok dalam karya itu adalah perubahan dalam bentuk
ideologi. [1]
Marx menempatkan ideologi sebagai
keseluruhan ide yang dominan dan diusung oleh sebuah masyarakat sebagai
kelompok sosial dalam bingkai superstuktur masyarakat. Ideologi ini
dikondisikan oleh bingkai atau batas ekonomi dan menjadi semacam refleksi atas
bingkai itu.[2] Marx juga memiliki sebuah teori tenteng ideologi  sebagai semacam alienasi. Ideologi merupakan
ajaran yang menjelaskan suatu keadaan terutama struktur kekuasaan yang
sedemikian rupa , sehingga sekelompok orang menilainya sah, walaupun
sesungguhnya tidak sah. Tetapi Marx menyebut ideologi sebagai "kesadaran palsu" yakni kesadaran yang
mengacu pada nilai- nilai moral tinggi dengan sekaligus menutup kenyataan bahwa
dibelakang nilai- nlai luhur tersembunyi kepentingan- kepentingan egois para
kelas penguasa.
Perjuangan ideologis antara kaum
proletar yang berpandang revolusioner dan kelas borjuis konservatif hanya
merupakan satu cermin dari perjuangan riil yang sedang berlangsung.Perbedaan
yang terpenting adalah bahwa kelas- kelas proletar mewakili kepentingannya yang
khusus, sedangkan kelas protelar, dalam pandangan utopis Marx, bertujuan untuk
mewakili umat manusia seluruhnya.
Dalam buku Turner The Structure
of sociological Theory (1982) ditemukan beberapa proposisi yang diajukan oleh
Marx:
1.       Semakin tidak merata
distribusi pendapatan, maka besar pula konflik kepentingan antara kelompok atas
dan bawah.
2.       Semakin sadar kelompok
bawah akan kepentingannya, semakin keras mereka mempertanyakan keabsahan sistem
pembagian pendapatan yang ada.
3.       Semakin besar kesadaran
akan interes kelompok mereka semakin besar kecenderungan memunculkan konflik
menghadapi kelompok yang menguasai system yang ada.
4.       Semakin kuat ideologi kelompok
bawah semakin kuat struktur kepemimpinan politik dan terjadinya polarisasi
system yang ada.
5.       Semakin meluas polarisasi,
maka semakin keras konflik yang terjadi.
6.       Semakin keras konflik yang
ada, maka semakin besar perubahan struktual yang terjadi pada sistem dan luas
proses perataan sumber- sumber ekonomis.
Sistematisasi kajian Marx
berkenaan dengan kapitalisme, materialsme sejarah, dan alienasi dapat ditemukan
dalam penahapan umat manusia ke dalam tiga tahap. Tahap pertama, masyarakt
purba, yakni masyarakat dimana belum terjadinya pembagian kerja. Tahap kedua
adalah tahap pembagian kerja sekaligus tahap dimana terjadinya hak milik
pribadi. Dengan demikian, pada tahap ini telah terjadi keterasingan.Tahap
ketiga, yaitu tahap kebebasan jika hak milik pribadi itu telah dihapuskan.[3]
 
 
 
Agama
Pemikiran Marx
bahwa agama adalah "candu bagi masyarakat".[4] Dalam artikelnya yang berjudul Economic
and Philosohical Manuscript, khususnya naskah pertama tentang alienasi labour, dan dalam kedua artikel
yang sudah disebutkan diatas, Karl Marx membedakan alienasi diri manusia secara
sakral dengan alienasi diri manusia secara sekuler. Yang pertama merupakan
alienasi diri manusia dari agama, sedangkan yang kedua merupakan alienasi diri
manusia dalam ekonomi, dan politik. Dengan metode materialisme historis, Marx
"membuka" selubung kenyataan yang ada dalam masyarakat. Menurut Marx agama
merupakan gambaran ideal yang diciptakan oleh manusia dalam wujud Tuhan.
Gambaran ideal yang disebut Tuhan itu kemudian disembah oleh manusia, sehingga
akhirnya ciptaan manusia itu menjadi teralienasi dari manusia karena agama itu
"menindas" manusia. Alienasi diri manusia secara sakral terjadi, karena manusia
tunduk pada Tuhan yang merupakan ciptaannya, dan Tuhan ciptaannya itu
mendominasi manusia. Menurut Marx, manusia lah yang menciptakan agama, dan
agama tidak menciptakan manusia. Marx, mengikuti pendapat Feuerbach,
berdasarkan kenyataan empirik tidak melihat manusia sebagai 'self-alienated
God' (alienasi diri Tuhan) atau manusia sebagai hasil penyerahan diri Tuhan,
tetapi dia memandang bahwa Tuhan merupakan 'self-alienated Man' (alienasi diri)
atau Tuhan sebagai hasil penyerahan diri manusia. Oleh karena itu, penghapusan
agama sebagai 'The Illusory Happiness of Man' merupakan tuntutan bagi
kebahagiaan riil atau empiris manusia. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa
Marx bukanlah anti pada 'spiritual' atau agama. Yang ditentang Marx adalah
agama sebagai 'The Illusory Happines of Man' atau agama sebagai 'self-alienated
Man'. Yang ingin dilihat Marx adalah manusia sebagai 'self-alienated god'.[5]
 
Model Produksi
Dasar atau fundamen masyarakat
terletak dalam kehidupan materiilnya. Dengan bekerja manusia menghasilkan
(bereproduksi) untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat. Cara produksi dari
sebuah masyarakat beurpa "tenaga kerja produksi" (manusia, mesin, dan teknik)
dan "hubungan produksi (perbudakan, sistem bagi hasil, sistem kerajinan tangan,
bekerja upahan). Cara produksi ini membentuk "kaki penopang" yang menyangga
struktur politik, yuridis, dan idesologis masyarakat. Selama kurun waktu
berlangsungnya sejarah terjadi pergantian cara berproduksi : dari yang model
kuno, model Asia, feodalistis dan borjuis. Ketika sampai pada tingkat
perkembangan tertentu, tenaga produksi mulai terlibat konflik dengan hubungan
produksi. Bergantinya suatu cara produksi ke cara produksi lain menimbulkan
kontradiksi- kontradiksi ekonomi. Cara produksi dalam kehidupan material pada
umumya mendominasi perkembangan kehidupan sosial, politik dan intelektual.
Bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya, namun sebaliknya,
eksistensi sosial mereka menentukan kesadaran tersebut. Pada taraf perkembangan
tertentu tenaga kerja produksi material dalam masyarakat berbenturan dengan
hubungan produksi yang ada, mulailah era revolusi sosial. Jika direduksi hingga
ke garis- garis besarnya, maka cara produksi ala Asia, kuno, feodal,dan borjuis
tampak sebagai zaman progresif terbentuknya ekonomi dalam masyarakat. Hubungan-
hubungan produksi model borjuis adalah bentuk antagonis terakhir dalam proses
sosial produksi. Kaum borjuis menjadi pemilik modal. Para "borjuis kecil" yang
merupakan kategori yang tidak terlalu tajam terdiri dari para tukang atau
pengrajin, pedagang, notaris, pengacara dan seluruh "birokrat". Sedangkan kaum
proletar adalah mereka yang "menjual tenaga dalam bekerja".[6]
 

________________________________

[1] Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi
dari Filosofi Positivistik Ke Post Positivistik, (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, cet.1,2010), hal.133,134 dan 142
[2]Anthony
Giddens, Daniel Bell, etc, SOSIOLOGI Sejarah
dan Berbagai Pemikiranny, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, cet.3, 2008) hal 31
[3] Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi
dari Filosofi Positivistik Ke Post Positivistik, (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, cet.1,2010), hal. 140.
[4] Anthony Giddens, Daniel Bell, etc, SOSIOLOGI
Sejarah dan Berbagai Pemikiranny, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, cet.3, 2008)
hal 31.
[5] Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana,
cet.1,2011), hal.708.
[6] Anthony Giddens, Daniel Bell, etc, SOSIOLOGI
Sejarah dan Berbagai Pemikiranny, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, cet.3, 2008)
hal.23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini