Selasa, 02 Oktober 2012

KarlMarx_EvaFauziahJNR1B_TugasKe3

KARL MARX 

Oleh Eva Fauziah

Karl Marx lahir di Treves (daerah Rhin). Ayahnya seorang Yahudi yang kemudian memeluk agama Protestan dan bekerja sebagai pengacara liberal. Marx setidak-tidaknya mempunyai empat tema besar dalam karyanya yang menjadi pokok pemikiran yaitu : konsepsi umum mengenai masyarakat, teori kelas, teori pemerintahan dan teori ideologi. Dan saya akan membahas tentang :                                                 

 1. Pertentangan kelas, 2. Ideologi, 3. Agama dan 4. Model Produksi.

1. Pertentangan Kelas

            Kendati Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, namun yang paling tersohor adalah analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas. Kelas yang dimaksudkan oleh marx adalah suatu kelompok orang-orang yang memiliki fungsi dan tujuan yang sama dalam suatu organisasi produksi. Pada dasarnya teori konflik dari Marx merupakan pokok-pokok dari interprestasi sejarah ekonomi. Menurutnya sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya merupakan sejarah tentang pertentangan kelas atau antargolongan mulai dari masyarakat sederhana hingga pada masyarakat kompleks. Faktor utama yang menimbulkan konflik dalam analisis Marx adalah terletak pada factor produksi. Dengan adanya perbedaan atau ketimpangan yang semakin tajam dalam proses produksi menjadi dasar terjadinya konflik atau pertentangan kelas dalam masyarakat.

            Istilah ini pun kemudian digunakan Marx untuk menggambarkan hierarki masyarakat kedalam kelas atas (borjuis) dan kelas bawah (proletar). Atas konsepnya itu, Marx kemudian mengatakan bahwa pada hakikatnya Negara dalam system kapitalis merupakan Negara kelas, artinya Negara baik secara langsung maupun tidak langsung telah dikuasai oleh kelas yang menguasai bidang ekonomi. Marx menggambarkan bahwa kelas pemilik adalah kelas yang paling kuat dan berkuasa dan pekerja adalah kelas yang lemah.Pada mulanya hubungan-hubungan ini dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan alamiah antarmanusia sesuai dengan kekuatan, ukuran, tenaga, kemampuan-kemampuan dan semacamnya. Tetapi pada awal munculnya suatu struktur ekonomi masyarakat, pembagian kerja sudah berkembang dan hal ini mengharuskan adanya suatu sistem aturan dalam proses interaksi ekonomi. Contoh konkret dari perbedaan itu adanya perbedaan dalam kepemilikan yang berbeda atas alat produksi, di mana menurut Marx perbedaan ini jauh lebih keras dari pada perbedaan antarseseorang secara biologis alamiah yang merupakan dasar pokok untuk pembentukan kelas-kelas sosial.

            Kendati pun demikian atau penguasaan atas alat produksi selalu merupakan sumber mutlak untuk pembagian kelas, karakteristik khusus dari kelas-kelas yang berbeda dan sifat hubungan sosial di antara kelas-kelas itu akan berbeda-beda dalam masyarakant yang berbeda-beda atau dalam tahap sejarah yang berbeda-beda. Lantas kapankah kesadaran kelas tertindas itu bangkit? Apa yang menyebabkan kesadaran kelas itu muncul? Apakah akan terjadi revolusi dalam sejarah ekonomi kapitalis? Sederetan pertanyaan ini , marx memusatkan jawabannya pada perkembangan dalam kelas proletar masyarakat kapitalis. Satu faktor penting adalah semakin terpusatnya kaum buruh protelar dalam daerah-daerah industry di kota, maka kaum protelar menjadi sadar akan penderitaan bersama. Singkatnya, terpusatnya mereka pada satu tempat, memungkinkan terbentuknya jaringan komunikasi dan menghasilkan kesadaran bersama.

            Dalam kondisi kesengsaraan yang berkepanjangan itu, dibutuhkanlah jaringan komunikasi untuk meningkatkan kesadaran dari sekian banyak kelompok marginal. Jaringan ini dibentuk untuk kepentingan bersama menjadi kelas, maka strategi berikutnya adalah dibentuknya kelas proletar yang berdirinya serikat-serikat buruh, atau serikat-serikat kerja lainnya untuk mendesak upah yang lebih tinggi, perbaikan kondisi kerja dan sebagainya. Organisasi kelas buruh ini dimaksudkan untuk menguatkan kaum buruh untuk menumbangkan segenap struktur sosial yang akan menghargai kebutuhan dan kepentingan umat manusia seluruhnya. Sejalan dengan itu, selanjutnya organisasi politik ini dikembangkan menjadi suat ideology yang mengungkapkan kepentingan kelas buruh yang sesungguhnya dan memberikan satu penjelasan mengenai peranan sejarahnya dalam mengubah struktur sosial.

2. Ideologi

Marx menempatkan ideologi sebagai keseluruhan ide yang dominan dan diusung oleh sebuah masyarakat sebagai kelompok sosial dalam bingkai superstruktur masyarakat. Ideologi ini dikondisikan oleh bingkai atau batas ekonomi dan menjadi semacam refleksi atas bingkai itu. Ideologi merupakan ajaran yang menjelaskuan suatu keadaan, terutama struktur kekuasaan sedemikian rupa, sehingga sekelompok orang menilainya sah, walaupun sesungguhnya tidaklah sah. Ideologi melayani kepentingan kelas berkuasa karena memberikan legitimasi. Karena itu Marx menyebutkan ideology sebagai "kesadaran palsu" yakni kesadaran yang mengacu pada nilai-nilai moral tinggi dengan sekaligus menutup kenyataan bahwa di belakang nilai-nilai luhur tersembunyi kepentingan-kepentingan egois para kelas penguasa (Suseno, 1992). Sebagai contoh dalam cara pandang yang demikian ini, misalnya adanya klaim sepihak suatu Negara bahwa sesungguhnya Negara telah mewujudkan kepentingan umum, tetapi pada kenyataannya hanya sekedar melayani kepentingan kelas berkuasa.

Kendati demikian, perjuangan ideologis antara kaum proletar yang berpandangan revolusioner dan kelas borjuis koservatif hanya merupakan satu cermin dari perjuangan riil yang sedang berlangsung. Pada kelas majikan hal itu berarti bahwa mereka berkepentingan untuk mengusahakan laba sebanyak mungkin. Bukan karena pemilik secara pribadi rakus atau asocial, melainkan karena hanya dengan mencapai laba mereka dapat mempertahankan diri dalam persaingan di pasar bebas. Karena itu, setiap majikan dengan sendirinya akan menekan biaya tenaga kerja buruh yang dibelinya serendah mungkin. Begitu pula sebaliknya. Dengan sendirinya kelas buruh berkepentingan untuk mendapatkan upah sebanyak-banyaknya, mengurangi jam kerja, dan menguasai sendiri kondisi-kondisi pekerjaan mereka, yang dengan demikian untuk mengambil alih pabrik tempat mereka bekerja dari tangan kelas pemilik.

3. Agama

            Marx juga memiliki sebuah teori tentang ideology sebagai macam aliensi. Pengertian ini dipinjam filsuf Lidwig Feuerbach yang merupakan penulis L'Essence du christianisme (esensi kristianisme) (1864). Bagi Feuerbach agama itu merupakan proyeksi dalam bentuk 'surga bagi pemikiran (ide)', harapan dan keyakinan manusia. Orang bias mempercayai eksistensi Tuhan secara riil seperti detemukannya. Marx mengambil kembali pemikiran ini (bawa agama adalah "candu bagi masyarakat"). Selanjutnya ia akan mengusungnya ke dalam analisis komoditas.Dalam artikelnya yang berjudul Economic and    Philosophical Manuscript, khususnya mengenai naskah pertama tentang Alienated Labour, dan dalam kedua artikel yang sudah disebutkan diatas, Marx membedakan aliensi diri manusia secara sacral dengan aliensi diri manusia secara sekuler. Yang pertama merupakan aliensi diri manusia dari agama, sedangkan yang kedua merupakan aliensi diri manusia dalam ekonomi, dan politik. Dengan metode materilisme historis, Marx "membuka" selubung kenyataan yang ada dalam masyarakat.

Menurut marx, agama merupakan gambaran ideal yang diciptakan oleh manusia dalam wujud Tuhan. Gambaran ideal yang disebut Tuhan itu kemudian disembah manusia, sehingga ciptaan manusia itu menjadi teralienasi dari manusia karena agama itu "menindas" manusia. Aliensi diri manusia secara sacral terjadi, karena manusia tunduk pada Tuhan yang merupakan ciptaannya, dan Tuhan ciptaannya itu mendominasi manusia. Menurut Marx, manusialah yang menciptakan agama; dan agama tidak menciptakan manusia. Mark mengikti pendapat Feuerbach, berdasarkan kenyataan empiric tidak melihat manusia sebagai 'self-alienated God' (aliensi diri Tuhan) atau manusia sebagai hasil penyerahan diri Tuhan tetapi dia memandang bahwa Tuhan merupakan 'self-aliented Man' (aliensi diri manusia) atau Tuhan sebagai hasil penyerahan diri manusia. Oleh karena itu, penghapusan agama sebagai 'The Illusory Happines Of Man' merupakan tuntunan bagi kebahagiaan riil atau empiris manusia. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa Mark bukanlah anti pada 'spiritual' atau agama, yang ditentang Mark adalah agama sebagai 'The Illusory Happines Of Man' atau agama sebagai 'self alienated man', yang ingin dilihat Mark adalah manusia sebagai 'self alienated god'.

4. Model Produksi

          Dasar atau fundamental masyarakat terletak dalam kehidupan materiilnya. Dengan bekerja manusia menghasilkan (berproduksi) untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat. Jadi "dalam ekonomi politik kita bias menemukan anatomi masyarakat sipil". Struktur ekonomi masyarakat merupakan "fondasi riil yang menjadi dasar pendirian bangunan yuridisdan politik, serta menjadi jawaban atas bentuk-bentuk kesadaran sosial yang telah ditentukan". Bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya, malahan "sebaliknya eksistensi sosiallah yang menentukan kesadaran mereka". Cara produksi dari at berupa "tenaga kerja produksi"(manusia, mesin dan tekhnik) dan "hubungan produksi" (perbudakan, sistem bagi hasil, sistem kerajinan tangan, bekerja upahan). Cara produksi ini membentuk 'kaki penopang' yang menyangga superstruktur politik, yuridis, dan ideology masyarakat. Selama kurun waktu berlangsungnya sejarah terjadi pergantian cara berproduksi : dari model kuno, model asia, feodalistis dan borjuis.

            Ketika sampai pada tingkat perkembangan tertentu, tenaga produksi mulai terlibat konflik dengan hubungan produksi. Itu sebabnya maka, dimulailah era revolusi sosial." Perubahan landasan ekonomi disertai dengan semacam kekacauan secara cepat atau lambat pada bangunan "bentuk  politik, relijius, artistic, dan filosofis. Pendeknya bangunan ini adalah bentuk-bentuk ideology yang di dalamnya manusia sampai ke ujung batas". Banyak penafsiran dalam memperdebatkan tentang apa yang seharusnya dipahami dari "dasar material masyarakat", tentang cara-cara yang djelaskan lewat "tenaga produksi" dan "hubungan produksi". Pada titik ini naskah Marx seringkali tidak tepat menjelaskan, bersifat ambigu dan memiliki begitu banyak variasi. Kadang-kadang ia mengakui adanya determinisme ringkas dan suatu mekanika hukum sejarah yang tidak kenal ampin. Kadang kala ia juga mengajukan visi yang lebih terbuka dan kompleks menyangkut organisasi sosial.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REFERENSI

-          -Kolip, Usman & Setiadi Elly M, (2011). Pengantar Sosiologi Dan Pemahaman Fakta Dan gejala Permasalahan Sosial, Jakarta: Prenada Media Group.

-         - Beilharz, Peter, (2002). Teori-Teori Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

-         - Upe, Ambo, (2010),. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi, Jakarta: PT RajaGrafindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini