TUGAS 3
KARL MARX (1818 – 1883)
Oleh : AVISSA SUSENO
JURNALISTIK 1 B
I. Pertentangan Kelas
Kendati Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, namun yang paling tersohor adalah analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas. Teori kelas Marx merupakan teori sosiologi yang hingga kini masih tetap menjadi rujukan klasik dalam berbagai karya ilmiah tentang konflik. Kelas yang dimaksudkan oleh Karl Marx adalah suatu kelompok orang – orang yang memiliki fungsi dan tujuan yang sama dalam suatu organisasi produksi.
Pada dasarnya teori konflik dari Marx merupakan pokok – pokok dari interpretasi sejarah ekonomi. Menurutnya, sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya merupakan sejarah tentang pertentangan kelas atau antar golongan mulai dari masyarakat sederhana hingga pada masyarakat kompleks. Faktor utama yang menimbulkan konflik dalam analisis Marx adalah terletak pada faktor produksi. Dengan adanya perbedaan atau ketimpangan yang semakin tajam dalam proses produksi menjadi dasar terjadinya konflik atau pertentangan kelas dalam masyarakat.
Perlu diketahui bahwa Marx bukanlah orang pertama yang menggunakan istilah kelas dalam masyarakat. Penggunaan istilah ini sudah sejak lama sebelum Marx mempopulerkannya. Istilah kelas sejak awal telah digunakan oleh para penguasa Romawi untuk membagi penduduk ke dalam kelompok – kelompok pembayar pajak.
Istilah kelas digunakan pula oleh Ferguson dan Miller diabad ke – 18 semata – mata untuk membedakan strata sosial, kemudian istilah ini dapat ditemukan dalam bahasa Eropa dipenghujung abad ke – 18 (Dahrendorf 1986). Istilah ini pun kemudian digunakan oleh Marx untuk menggambarkan hierarki masyarakat kedalam kelas atas (borjuis) dan kelas bawah (proletar). Atas konsepnya itu, Marx kemudian menyatakan bahwa pada hakikatnya negara dalam sistem kapitalis merupakan negara kelas, artinya negara baik secara langsung maupun tidak langsung telah dikuasai oleh kelas yang menguasai bidang ekonomi. Dalam sistem produksi kapitalis, kedua kelas ini tidak hanya saling ketergantungan, tetapi antara kelas pemilik yang menduduki posisi kelas atas dengan kelas buruh yang termarginalkan itu kerap kali terjadi konflik vis a vis. Disini Marx menggambarkan bahwa kelas pemilik adalah kelas yang berkuasa dan pekerja adalah kelas yang lemah. Pada kondisi yang demikian ini, kelas pemilik dengan seenaknya menetapkan persyaratan kepada mereka yang hendak bekerja sebagai kelas tanpa kepemilikan. Hubungan mereka merupakan kekuasaan dimana kelas atas berkuasa atas kelas bawah sebagai buruh yang senantiasa tertindas. Peradangan dari pola hubungan patron clien ini menyebabkan munculnya kesadaran kelas yang kelak melahirkan konflik sosial.[1]
II. Ideologi
Marx merupakan ideologi sebagai keseluruhan ide yang dominan dan diusung oleh sebuah masyarakat sebagai kelompok sosial dalam bingkai superstruktur masyarakat. Ideologi ini dikondisikan oleh bingkai atau batas ekonomi dan menjadi semacam refleksi atas bingkai itu. Dengan demikian kaum borjuis yang semakin menanjak telah menetukan pemikiran – pemikiran tentang kebebasan, hak asasi manusia, kesetaraan dihadapan hukum (hak) dalam bingkai pergulatan menghadapi orde atau tatanan lama. Mereka ini cenderung memindahkan apa – apa yang menjadi ekspresi kepentingan kelasnya menjadi nilai – nilai yang universal.
Marx juga memiliki sebuah teori tentang ideologi sebagai semacam alienasi. Pengertian ini dipinjam filsuf Ludwig Feuerbach yang merupakan penulis L'Essence du Christianisme (Esensi Kristianisme) (1864).
III. Agama
Dalam artikelnya yang berjudul Economic and Philosophical Manuscript, khusunya mengenai naskah pertama tentang alienated labour, dan dalam artikel yang sudah disebutkan diatas, Karl Marx membedakan alienasi diri manusia secara sacral dan alienasi diri manusia secara sekuler. Yang pertama merupakan alienasi diri manusia dari agama, sedangkan yang kedua merupakan alienasi diri manusia dalam ekonomi dan politik. Dengan metode materialisme historis, Marx "membuka" selubung kenyataan yang ada dalam masyarakat.[2] Orang bisa mempercayai eksistensi Tuhan secara riil seperti yang ditemukannya. Marx mengambil kembali pemikiran ini (bahwa agama adalah "candu bagi masyarakat").[3] "Religous distress is at the same time the expression of real distress and the protest against real distress. Religion is sign of the oppressed creature, the heart of a heartless world, just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people. The abolition of religion as the illusory happiness of the people is required for their real happiness. The demand to give up the illusion about it's condition is the demand to give up a condition which needs illusion''. Ini adalah kutipan kata – kata Karl Marx, seorang Filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia dalam Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy of Right (1843). Menurut Marx, agama merupakan gambaran ideal yang diciptakan oleh manusia dalam wujud tuhan. Gambaran ideal yang disebut Tuhan itu kemudian disembah oleh manusia, sehingga akhirnya ciptaan manusia itu menjadi teralienasi dari manusia karena agama itu "menindas" manusia. Alienasi diri manusia secara sacral terjadi karena manusia tunduk pada tuhan yang merupakan ciptaanya dan Tuhan ciptaannya itu mendominasi manusia. Menurut Marx, manusia lah yang menciptakan agama dan agama tidak menciptakan manusia. Menurut Feuerbach, Tuhan adalah esensi kehidupan manusia yang mereka proyeksikan menjadi sebuah kekuatan impersonal. Manusia menempatkan Tuhan diatas dan disekeliling mereka sendiri yang menyebabkan mereka menjadi terasing dari Tuhan dan membangun seperangkat ciri positif bagi Tuhan (bahwa Dia mahasempurna, mahakuasa dan mahasuci). Sementara mereka merendahkan diri, mereka sendiri lantas menjadi manusia tidak sempurna, tanpa kuasa dan penuh dosa. Menurut Feuerbach masalah seperti keyakinan agama harus diatasi dan kelemahannya itu harus dengan filsafat materialis yang menempatkan manusia (bukan agama) menjadi objek tertinggi diri mereka sendiri, menjadi tujuan didalam diri mereka sendiri. Filsuf materialistis mendewakan manusia nyata, bukan gagasan abstrak seperti agama.[4]
IV. Mode Produksi
Dapat dikatakan bahwa Marx menawarkan sebuah teori tentang masyarakat kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat sumber mendasar manusia. Marx yakin bahwa manusia pada dasarnya produktif, artinya untuk bertahan hidup manusia juga perlu bekerja didalam dan dengan alam. Dengan bekerja, mereka menghasilkan makanan, pakaian, peralatan, perumahan dan kebutuhan lain yang memungkinkan mereka hidup.
Produktivitas mereka bersifat alamiah, yang memungkinkan mereka mewujudkan dorongan kreatif mendasar yang mereka miliki. Dorongan ini diwujudkan bersama – sama dengan orang lain. Dengan kata lain, manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial. Mereka perlu bekerja untuk menghasilkan segala sesuatu yang mereka perlukan untuk hidup.[5]
Cara produksi dari sebuah masyarakat berupa " tenaga kerja produksi" ( manusia, mesin dan teknis) dan "hubungan produksi" (perbudakan, sistem bagi hasil, sistem kerajinan tangan, bekerja upahan). Cara produksi ini membentuk "kaki penopang" yang menyangga superstruktur politik, yuridis dan ideologis masyarakat. Selama kurun waktu berlangsungnya sejarah, terjadi pergantian cara berproduksi dari yang model kuno, model Asia, feodalistis dan borjuis. Ketika sampai pada tingkat perkembangan tertentu, tenaga produksi mulai terlibat konflik dengan hubungan produksi. Itu sebabnya, maka "dimulailah era revolusi nasional". Banyak penafsiran dalam memperdebatkan tentang apa yang seharusnya dipahami dari " dasar material masyarakat" tentang cara – cara yang dijelaskan lewat "tenaga produksi" dan "hubungan produksi".[6]
[1]. Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi Dari Filosofi Positivistik ke Post Positivistik. Jakarta : Rajawali Pers hal. 141 - 143
[2] Setiadi, Elly M;Kolip Usman.2011.Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial:Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta :Kencana
[3]. Giddens, Anthony; Daniel Bell, Michael Forse. 2009. Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikirannya. Bantul : Kreasi Wacana Offset hal. 31
[4] .Ritzer, George;J.Goodman,Douglas.2007.Teori Sosiologi Modern.Jakarta:Kencana
[5] .Ibid
[6]. Giddens, Anthony; Daniel Bell, Michael Forse. 2009. Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikirannya. Bantul : Kreasi Wacana Offset
Tidak ada komentar:
Posting Komentar