Teori sosiologi oleh max weber
Terbagi menjadi empat:
- Teori kapitalisme
- Teori tindakan
- Teori verstehen
- Teori karisma
TEORI KAPITALISME
Dalam karyanya yang The Protestan Ethic and The Spirit of Cafitalism, Weber memaparkan bagaimana agama Protestan mendorong lahir dan berkembangnya kapitalisme. Namun, harus difahami bahwa pengaruh agama Protestan hanya satu bagian saja dari keseluruhan pemikiran Weber yang menjelaskan mengapa kapitalisme lahir dan berkembang di barat. Agama hanyalah salah satu faktor penting disamping faktor lain yakni rasionalisasi intitusi.
Weber mendefinisikan kapitalisme sebagai upaya manusia untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang di kelola secara pribadi. Meski demikian, kegiatan usaha yang dimaksu bukanlah sekedar perdagangan dan pertukaran barabg yang sudah ada sejak dahulu di masyarakat manapun. Menurut Weber kapitalisme harus mengandung aspek penting yakni rasionalisasi. Sistem kapitalisme yang rasionalmenurut weber adalah sistem yang menggunakan sisitem akuntansi, yaitu sistem yang menghitung pengeluaran dan pemasukan dengan sistem penghitungan berdasarkan tata pembukuan modern (Sociology of Economic Life: 92 – 93).
Menurut Weber, ada kondisi-kondisi sosial tertentu dalam masyarakat yang menentukan lahirnya sistem kapitalisme yang rasional. Pertama, adanya pergerakan bebas dari dari tenaga kerja, lahan, dan barang. Syarat kedua, adanya sistem kepimilikan,hukum, dan keuangan yang mndukung terciptanya pasar yang luas. Syarat-syarat ini yang kemudian menjadi jawaban kenapa kapitalisme bisa lahir dan berkembang di barat, tapi tidak di wilayah lainnya. Untuk mencapai kesimpulan, Weber meneliti sistem masyarakat di China dan India. Weber membandingkan antara sistem masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Di China, rasionalisasi terhambat oleh ikatan kesukuan dan klan yang feodal. Selain itu, sistem kekaisaran yang mendasarkan pemerintahan pada nilai-nilai dan keyakinan tradisional juga menghalangi terjadinya kondisi yang menjadi syarat kapitalisme. Di India syarat kapitalisme terhambat oleh sistem kasta. Pembedaan kasta menjadi syarat dalam sistem dan ekonomi di India.
Tindakan Sosial
Tindakan sosial menurut Max Weber adalah suatu tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain (Weber dalam Ritzer 1975). Suatu tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati tidak masuk dalam kategori tindakan sosial. Suatu tindakan akan dikatakan sebagai tindakan social ketika tindakan tersebut benar-benar diarahkan kepada orang lain (individu lainnya). Meski tak jarang tindakan sosial dapat berupa tindakan yang bersifat membatin atau bersifat subjektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Bahkan terkadang tindakan dapat berulang kembali dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu (Weber dalam Turner 2000).
Ciri-ciri tindakan sosial
Ada 5 ciri pokok Tindakan sosial menurut Max Weber sebagai berikut:
1. Jika tindakan manusia itu menurut aktornya mengandung makna subjektif dan hal ini bisa meliputi berbagai tindakan nyata
2. Tindakan nyata itu bisa bersifat membatin sepenuhnya
3. Tindakan itu bisa berasal dari akibat pengaruh positif atas suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang, atau tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam dari pihak mana pun
4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu
5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain
Tipe tindakan sosial
Weber membedakan tindakan sosial manusia ke dalam empat tipe yaitu:
1. Tindakan rasionalitas instrumental (Zwerk Rational)
Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Contohnya : Seorang siswa yang sering terlambat dikarenakan tidak memiliki alat transportasi, akhirnya ia membeli sepeda motor agar ia datang kesekolah lebih awal dan tidak terlambat. Tindakan ini telah dipertimbangkan dengan matang agar ia mencapai tujuan tertentu. Dengan perkataan lain menilai dan menentukan tujuan itu dan bisa saja tindakan itu dijadikan sebagai cara untuk mencapai tujuan lain.
2. Tindakan rasional nilai (Werk Rational)
Sedangkan tindakan rasional nilai memiliki sifat bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Contoh : perilaku beribadah atau seseorang mendahulukan orang yang lebih tua ketika antri sembako. Artinya, tindakan sosial ini telah dipertimbangkan terlebih dahulu karena mendahulukan nilai-nilai sosial maupun nilai agama yang ia miliki.
3. Tindakan afektif/Tindakan yang dipengaruhi emosi (Affectual Action)
Tipe tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu. Contohnya: hubungan kasih sayang antara dua remaja yang sedang jatuh cinta atau sedang dimabuk asmara.Tindakan ini biasanya terjadi atas rangsangan dari luar yang bersifat otomatis sehingga bias berarti
4. Tindakan tradisional/Tindakan karena kebiasaan (Traditional Action)
Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Tindakan pulang kampong disaat lebaran atau Idul Fitri.
Verstehen
Max Weber menawarkan model analisis sistem simbol dengan pendekatan Verstehen (pemahaman) yang memungkinkan orang untuk bisa menghayati apa yang diyakini oleh pihak lain, tanpa adanya prasangka tertentu. Dalam tradisi Verstehen, jika obyeknya adalah sistem budaya, maka bisa dipilih antara tradisi agung (great trdition) dan tradisi rendah (litlle tradition).
Aspek pemikiran Weber yang paling terkenal yang mencerminkan tradisi idealis adalah tekanannya pada Verstehen (pemahaman subyektif) sebagai metode untuk memperoleh pemahaman yang valid mengenai arti-arti subyektif tindakan sosial. Bagi Weber, istilah ini tidak hanya sekedar merupakan introspeksi. Introspeksi bisa memberikan seorang pemahaman akan motifnya sendiri, tetapi tidaklah cukup untuk memahami arti-arti subyektif dalam tindakan orang lain. Sebaliknya, apa yang diminta adalah empati, kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya hendak dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya ingin dilihat menurut perspektif itu. Proses tersebut mengacu pada konsep "take a role play" (mengambil peran) yang terdapat dalam interaksionisme simbol.
Tindakan Subyek harus dapat dipahami dalam hubungannya dengan arti subyektif yang terkandung didalamnya. Untuk itu, orang perlu mengembangkan suatu metode untuk mengetahui arti subyektif ini secara obyektif, akurat dan analitis.
Konsep Rasionalitas merupakan kunci bagi suatu analisa obyektif mengenai arti-arti subyektif dan juga merupakan dasar perbandingan mengenai jenis-jenis tindakan sosial yang berbeda. Pendekatan obyektif hanya berhubungan dengan gejala-gejala yang dapat diamati (benda fisik atau perilaku nyata), sedangkan pendekatan subyektif berusaha untuk memperhatikan juga gejala-gejala yang sukar ditangkap dan tidak dapat diamati seperti perasaan individu, pikiran dan motif-motifnya.
Memahami realitas sosial yang dihasilkan oleh tindakan itu berarti menjelaskan, " Mengapa manusia menentukan pilihannya ? Metode yang dikembangkan oleh Weber adalah Verstehen, karena menurutnya sosiologi juga adalah manusia yang mengapresiasi lingkungan sosial dimana mereka berada, memperhatikan tujuan-tujuan warga masyarakat yang bersangkutan dan oleh sebab itu dapat berupaya memahami tindakan mereka, sehingga konsep inilah yang dapat membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu sosial.
Verstehen adalah suatu metode pendekatan yag berusaha untuk mengerti makna yang mendasari dan mengitari peristiwa sosial dan histori/sejarah. Pendekatan ini bertolak dari gagasan bahwa tiap situasi sosial didukung oleh jaringan makna yang dibuat oleh aktor yang terlibat di dalamnya. Yang menjadi inti dari sosiologi, bukanlah bentuk-bentuk substansial dari kehidupan masyarakatnya, maupun nilai yang obyektif dari tindakan yang ada di dalamnya, melainkan semata-mata arti yang nyata dari tindakan perindividu yang timbul dari alasan subyektif itu yang di sebut dengan Verstehende Sociologie.
Teori Kharisma
Secara etimologi (bahasa), kata "kharisma" berasal dari bahasa Yunani yang berarti "berkat yang terinspirasi secara agung" atau "pemberian Tuhan". Menurut Weber, kharisma hanyalah suatu persepsi/paradigma dalam masyarakat, bahwa seorang pemimpin telah diberkati oleh Tuhan karena kualitas kepemimpinan yang luar biasa. Kharisma terjadi, pada saat adanya krisis sosial, seorang pemimpin hadir dengan visi yang menawarkan sebuah solusi untuk mengatasi krisis sosial tersebut, kemudian muncul pemimpin yang dapat menarik rakyatnya yang percaya terhadap visi dan misi sang pemimpin itu. Kemudian mereka mengalami suatu keberhasilan berkat jasa sang pemimpin. Sehingga, seluruh rakyatnya percaya, bahwa pemimpin tersebut ialah orang yang diberkati oleh Tuhan dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Pemimpin kharismatik mendapatkan otoritasnya dari kemampuan/bakat luar biasa atau ciri-ciri luar biasa, atau mungkin dari keyakinan rakyatnya, bahwa pemimpin itu memang memiliki ciri tersebut.
Daftar Pustaka
Johnson, D.P. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terjemahan Robert MZ Lawang. Jakarta: Gramedia.
Ritzer, G. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Terjemahan Alimandan. Jakarta: Rajawali.
Ritzer, G dan Goodman Douglas J. 2005. Teori Sosiologi Modern. Terjemahan Alimandan. Jakarta:
Prenada Media.
Ninaastuti.blogspot.com
Terbagi menjadi empat:
- Teori kapitalisme
- Teori tindakan
- Teori verstehen
- Teori karisma
TEORI KAPITALISME
Dalam karyanya yang The Protestan Ethic and The Spirit of Cafitalism, Weber memaparkan bagaimana agama Protestan mendorong lahir dan berkembangnya kapitalisme. Namun, harus difahami bahwa pengaruh agama Protestan hanya satu bagian saja dari keseluruhan pemikiran Weber yang menjelaskan mengapa kapitalisme lahir dan berkembang di barat. Agama hanyalah salah satu faktor penting disamping faktor lain yakni rasionalisasi intitusi.
Weber mendefinisikan kapitalisme sebagai upaya manusia untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang di kelola secara pribadi. Meski demikian, kegiatan usaha yang dimaksu bukanlah sekedar perdagangan dan pertukaran barabg yang sudah ada sejak dahulu di masyarakat manapun. Menurut Weber kapitalisme harus mengandung aspek penting yakni rasionalisasi. Sistem kapitalisme yang rasionalmenurut weber adalah sistem yang menggunakan sisitem akuntansi, yaitu sistem yang menghitung pengeluaran dan pemasukan dengan sistem penghitungan berdasarkan tata pembukuan modern (Sociology of Economic Life: 92 – 93).
Menurut Weber, ada kondisi-kondisi sosial tertentu dalam masyarakat yang menentukan lahirnya sistem kapitalisme yang rasional. Pertama, adanya pergerakan bebas dari dari tenaga kerja, lahan, dan barang. Syarat kedua, adanya sistem kepimilikan,hukum, dan keuangan yang mndukung terciptanya pasar yang luas. Syarat-syarat ini yang kemudian menjadi jawaban kenapa kapitalisme bisa lahir dan berkembang di barat, tapi tidak di wilayah lainnya. Untuk mencapai kesimpulan, Weber meneliti sistem masyarakat di China dan India. Weber membandingkan antara sistem masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Di China, rasionalisasi terhambat oleh ikatan kesukuan dan klan yang feodal. Selain itu, sistem kekaisaran yang mendasarkan pemerintahan pada nilai-nilai dan keyakinan tradisional juga menghalangi terjadinya kondisi yang menjadi syarat kapitalisme. Di India syarat kapitalisme terhambat oleh sistem kasta. Pembedaan kasta menjadi syarat dalam sistem dan ekonomi di India.
Tindakan Sosial
Tindakan sosial menurut Max Weber adalah suatu tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain (Weber dalam Ritzer 1975). Suatu tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati tidak masuk dalam kategori tindakan sosial. Suatu tindakan akan dikatakan sebagai tindakan social ketika tindakan tersebut benar-benar diarahkan kepada orang lain (individu lainnya). Meski tak jarang tindakan sosial dapat berupa tindakan yang bersifat membatin atau bersifat subjektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Bahkan terkadang tindakan dapat berulang kembali dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu (Weber dalam Turner 2000).
Ciri-ciri tindakan sosial
Ada 5 ciri pokok Tindakan sosial menurut Max Weber sebagai berikut:
1. Jika tindakan manusia itu menurut aktornya mengandung makna subjektif dan hal ini bisa meliputi berbagai tindakan nyata
2. Tindakan nyata itu bisa bersifat membatin sepenuhnya
3. Tindakan itu bisa berasal dari akibat pengaruh positif atas suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang, atau tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam dari pihak mana pun
4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu
5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain
Tipe tindakan sosial
Weber membedakan tindakan sosial manusia ke dalam empat tipe yaitu:
1. Tindakan rasionalitas instrumental (Zwerk Rational)
Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Contohnya : Seorang siswa yang sering terlambat dikarenakan tidak memiliki alat transportasi, akhirnya ia membeli sepeda motor agar ia datang kesekolah lebih awal dan tidak terlambat. Tindakan ini telah dipertimbangkan dengan matang agar ia mencapai tujuan tertentu. Dengan perkataan lain menilai dan menentukan tujuan itu dan bisa saja tindakan itu dijadikan sebagai cara untuk mencapai tujuan lain.
2. Tindakan rasional nilai (Werk Rational)
Sedangkan tindakan rasional nilai memiliki sifat bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Contoh : perilaku beribadah atau seseorang mendahulukan orang yang lebih tua ketika antri sembako. Artinya, tindakan sosial ini telah dipertimbangkan terlebih dahulu karena mendahulukan nilai-nilai sosial maupun nilai agama yang ia miliki.
3. Tindakan afektif/Tindakan yang dipengaruhi emosi (Affectual Action)
Tipe tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu. Contohnya: hubungan kasih sayang antara dua remaja yang sedang jatuh cinta atau sedang dimabuk asmara.Tindakan ini biasanya terjadi atas rangsangan dari luar yang bersifat otomatis sehingga bias berarti
4. Tindakan tradisional/Tindakan karena kebiasaan (Traditional Action)
Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Tindakan pulang kampong disaat lebaran atau Idul Fitri.
Verstehen
Max Weber menawarkan model analisis sistem simbol dengan pendekatan Verstehen (pemahaman) yang memungkinkan orang untuk bisa menghayati apa yang diyakini oleh pihak lain, tanpa adanya prasangka tertentu. Dalam tradisi Verstehen, jika obyeknya adalah sistem budaya, maka bisa dipilih antara tradisi agung (great trdition) dan tradisi rendah (litlle tradition).
Aspek pemikiran Weber yang paling terkenal yang mencerminkan tradisi idealis adalah tekanannya pada Verstehen (pemahaman subyektif) sebagai metode untuk memperoleh pemahaman yang valid mengenai arti-arti subyektif tindakan sosial. Bagi Weber, istilah ini tidak hanya sekedar merupakan introspeksi. Introspeksi bisa memberikan seorang pemahaman akan motifnya sendiri, tetapi tidaklah cukup untuk memahami arti-arti subyektif dalam tindakan orang lain. Sebaliknya, apa yang diminta adalah empati, kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya hendak dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya ingin dilihat menurut perspektif itu. Proses tersebut mengacu pada konsep "take a role play" (mengambil peran) yang terdapat dalam interaksionisme simbol.
Tindakan Subyek harus dapat dipahami dalam hubungannya dengan arti subyektif yang terkandung didalamnya. Untuk itu, orang perlu mengembangkan suatu metode untuk mengetahui arti subyektif ini secara obyektif, akurat dan analitis.
Konsep Rasionalitas merupakan kunci bagi suatu analisa obyektif mengenai arti-arti subyektif dan juga merupakan dasar perbandingan mengenai jenis-jenis tindakan sosial yang berbeda. Pendekatan obyektif hanya berhubungan dengan gejala-gejala yang dapat diamati (benda fisik atau perilaku nyata), sedangkan pendekatan subyektif berusaha untuk memperhatikan juga gejala-gejala yang sukar ditangkap dan tidak dapat diamati seperti perasaan individu, pikiran dan motif-motifnya.
Memahami realitas sosial yang dihasilkan oleh tindakan itu berarti menjelaskan, " Mengapa manusia menentukan pilihannya ? Metode yang dikembangkan oleh Weber adalah Verstehen, karena menurutnya sosiologi juga adalah manusia yang mengapresiasi lingkungan sosial dimana mereka berada, memperhatikan tujuan-tujuan warga masyarakat yang bersangkutan dan oleh sebab itu dapat berupaya memahami tindakan mereka, sehingga konsep inilah yang dapat membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu sosial.
Verstehen adalah suatu metode pendekatan yag berusaha untuk mengerti makna yang mendasari dan mengitari peristiwa sosial dan histori/sejarah. Pendekatan ini bertolak dari gagasan bahwa tiap situasi sosial didukung oleh jaringan makna yang dibuat oleh aktor yang terlibat di dalamnya. Yang menjadi inti dari sosiologi, bukanlah bentuk-bentuk substansial dari kehidupan masyarakatnya, maupun nilai yang obyektif dari tindakan yang ada di dalamnya, melainkan semata-mata arti yang nyata dari tindakan perindividu yang timbul dari alasan subyektif itu yang di sebut dengan Verstehende Sociologie.
Teori Kharisma
Secara etimologi (bahasa), kata "kharisma" berasal dari bahasa Yunani yang berarti "berkat yang terinspirasi secara agung" atau "pemberian Tuhan". Menurut Weber, kharisma hanyalah suatu persepsi/paradigma dalam masyarakat, bahwa seorang pemimpin telah diberkati oleh Tuhan karena kualitas kepemimpinan yang luar biasa. Kharisma terjadi, pada saat adanya krisis sosial, seorang pemimpin hadir dengan visi yang menawarkan sebuah solusi untuk mengatasi krisis sosial tersebut, kemudian muncul pemimpin yang dapat menarik rakyatnya yang percaya terhadap visi dan misi sang pemimpin itu. Kemudian mereka mengalami suatu keberhasilan berkat jasa sang pemimpin. Sehingga, seluruh rakyatnya percaya, bahwa pemimpin tersebut ialah orang yang diberkati oleh Tuhan dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Pemimpin kharismatik mendapatkan otoritasnya dari kemampuan/bakat luar biasa atau ciri-ciri luar biasa, atau mungkin dari keyakinan rakyatnya, bahwa pemimpin itu memang memiliki ciri tersebut.
Daftar Pustaka
Johnson, D.P. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terjemahan Robert MZ Lawang. Jakarta: Gramedia.
Ritzer, G. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Terjemahan Alimandan. Jakarta: Rajawali.
Ritzer, G dan Goodman Douglas J. 2005. Teori Sosiologi Modern. Terjemahan Alimandan. Jakarta:
Prenada Media.
Ninaastuti.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar