Senin, 17 Maret 2014

jamillah_pmi2_tugas ke2 "strategi pembangunan desa pesisir mandiri"

jamillah
pmi2
1112054000040


STRATEGI PEMBAGUNAN DESA PESISIR MANDIRI
 
M Pendahuluan.
            Desa pesisir memiliki karakteristik yang berbeda dengan desa di wilayah daratan. Desa pesisir memiliki akses langsung pada ekosistem pantai (pasir atau batu), padang lamun, serta ekosistem terumbu karang. Kondisi geografis-ekologis desa pesisir mempengaruhi aktifitas-aktifitas di dalamnya. Aktifitas ekonomi desa pesisir ialah memanfaatkan sumberdaya dan jasa lingkungan pesisir. Seperti, perikanan, pertambangan, wisata bahari, dan transportasi.
M Isu-isu Kritis.
            Ada sejumlah isu kritis dalam pembangunan desa pesisir, yang terbagi kedalam lima ranah: (1) Isu ekologi. (2) Isu Sosoal. (3) Isu Ekonomi. (4) Isu Agraria. (5) Isu Geopolitik.
            Pertama, kerusakan ekologis secara alamiah maupun antropogenik. Kerusakan ekologis secara alamiah dapat dilihat dari berbagai macam bencana alam, seperti tsunami, angina topan, elnino, dan gempa. Kerusakan alamiah ini memang diluar control manusia. Sementara kerusakan ekologis antropogenik adalah kerusakan yang disebabkan oleh manusia baik bersifat langsung maupun tidak langsung. Contoh kerusakan ekologis secara langsung antara lain seperti pengeboman ikan, pencemaran laut, serta erosi pantai akibat pembabatana mangrove. Sedangkan yang bersifat tidak langsung seperti sedimentasi akibat aktifitas hulu yang tidak ramah lingkungan.
            Kedua, isu social terkait dengan struktur social, budaya, dan politik. Struktur social masyarakat pesisir dicirikan oleh pola hubungan antara patron-klien. Scott (1993) melihat hubungan patron-klien sebagai fenomena yang terbentuk atas dasar ketidaksamaan dan sifat fleksibelitas yang tersebar sebagai sebuah sistem pertukaran peribadi.
            Ketiga, isu ekonomi umumnya terkait aktifitas ekonomi masyarakatnya yang bergantung pada sumberdaya pesisir. Aktifitas ekonomi di desa pesisir mencangkup perikanan, ekstratif (pasir laut), pariwisata, industry garam, pelabuhan dan transportasi, dan perdagangan. Potensi sumberdaya tersebut seharusnya dapat mensejahterakan masyarakat pesisir, namun karena kebijakan pemerintah kelautan yang belum berpihak pada pengembangan ekonomi berbasis sumber daya pesisir dan lautan maka peluang tersebut masih belum berkembang.
Keempat, isu agraria. Persoalan penting yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut adalah ketimpangan struktur argaria di desa pesisir. Isu-isu kritis baik tanah maupun air terjadi di desa pesisir di pulau-pulau kecil. Isu agraria tanah seperti masalah pemukiman, penguasaan mangrove dan penyewaan pulau kecil yang terjadi di desa pesisir di pulau-pulau besar juga terjadi di desa pesisir di pulau-pulau kecil.
            Isu pemukiman muncul ketika pemukiman di atas pantai mulai berkembang. Nelayan membangun rumah di atas air sebagian karena alasan kultural, yaitu karena mereka sudah menyatu dengan alam, dan kondisi tersebut memudahkan mereka dalam menjalankan aktifitas di laut. Namun sebenarnya ada alasan structural, yakni adanya factor tekanan penguasaan lahan dan wilayah darat yang umumnya dudah dikuasai elit desa.
            Kelima, isu geopolitik. Desa pesisir merupakan wilayah daratan terdepan yang berhadapan dengan wilayah perbatasan. Oleh karena itu, desa pesisir rentan terhadap gangguan keamanan, baik secara politik maupun ekonomi. Secara politik, desa pesisir, khususnya di pulau kecil perbatasan sangat rentan terhadap masuknya pengaruh asing yang dapat mempengaruhi nasionalisme.
M Visi Desa Pesisir 2030.
            Berdasarkan masalah yang dihadapi oleh desa pesisir, penyelesaian masalah desa pesisir harus berlandaskan pada tiga pilar. Pertama, kekuatan kelembagaan social dan ekonomi masyarakat desa pesisir sendiri serta kemampuan pengelola sumberdaya yang berkelanjutan. Kedua, kemampuan pemerintah yang memberikan kesempatan dan jaminan legal formal termasuk jaminan keamanan teritori dan ideology dari pengaruh negara luar. Ketiga, pihak swasta termasuk pengusaha-pengusaha perikanan dalam wadah kerjasama yang menguntungkan masyarakat desa pesisir.
            Visi desa pesisir 2030 dapat diformulasikan dalam bingkai kemandirian desa dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti pangan, energy, kesehatan, dan pendidikan. Konsep kemandirian sebagai visi 2030 tidaklah berarti desa pesisir terlepas kesaling-tergantungannya dengan desa atau wilayah lain. Konsep kemandirian tersebut mengacu pada konsep "net-benefit" yang dihasilkan dari pertukaran dengan daerah lain. Hal ini sekaligus untuk mengatasi problem surplus transfer dari desa ke kota yang selama ini terjadi.
M Jalan Menuju 2030.
Visi desa pesisir 2030 hendak dicapai dengan menggunakan sejumlah prinsip pendekatan sebagai berikut :
v  Berpusat pada rakyat: Merupakan prinsip yang mengutamakan rakyat sebagai sasaran maupun subyek pembangunan desa pesisir.
v  Berbasis pada budaya dan kearifan local: merupakan prinsip yang mendorong pembangunan desa pesisir tetap bertumpu pada kekayaan budaya dan kearifan local untuk menghadapi derasnya arus budaya global dan popular.
v  Focus pada keberlanjutan: merupaka prinsip yang mengutamakan hasil pembangunan yang dapat dinikmati secara terus menerus dan memikirkan dampak waktu panjang.
v  Holistic: merupakan prinsip yang menekankan perlunya menyentuh seluruh aspek kehidupan yang terkait satu sama lain.
v  Kemitraan: merupaka prinsip yang mementingkan adanya kerjasama antar pelaku yang terkait dengan pembangunan desa pesisir, baik masyarakat, pemerintah, dan swasta.
v  Keterkaitan antara proses mikro dan makro: merupakan prinsip yang menekankan keharmonisan antara proses yang berlangsung secara makro baik ditingkat nasional dengan proses mikro didaerah maupun desa.
v  Dinamis: merupakan prinsip yang mementingkan kemampuan desa untuk merespon perubahan-perubahan yg terjadi diluar, termasuk di dalamnya kemampuan beradaptasi tanpa harus tercerabut dari akar budaya lokalnya.
v  Rumah lingkungan: merupakan prinsip yang menekankan pentingnya kelestarian lingkungan pesisir dalam setiap kegiatan pembagunan desa.
M Penutup.
Karakteristik desa pesisir 2030 adalah desa yang mandiri dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar masyarakatnya yakni pangan, energy, pendidikan dan serta sejumlah karakteristik soaial-budaya, ekonomi, dan ekologi. Upaya mencapai visi desa pesisir 2030 tersebut memerlukan kerjasama berbagai pihak melalui strategi kebijakan mikro, meso, dan makro. Peran perguruan tinggi tidak semata melahirkan sejumlah konsep, inovasi teknologi tepat guna untuk pembangunan ekonomi desa, tetapi juga mendampingi proses pembangunan desa itu sendiri melalui tahap-tahap sebagaimana penjabaran strategi mikro bekerjasama dengan berbagai pihak.
Daftar pustaka.
ü  Charles, Anthony. 2001. Sustainable Fishery System. Blackwell Science Ltd: Victoria.
ü  DKP. 2007. Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Direktorat Jendral Pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil, Departemen kelautan Perikanan.
ü  Kusumastanto, T. 2006. Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi Daerah. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
ü  Kusamastanto, T. 2006. Ekonomi Kelautan (ocean economis). PKSPL-IPB press. Bogor.
ü  Satria, A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Cidesindo, Jakarta.
ü  Satria, A. 2006. Pembaruan Agrarian Nasional di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Makalah Disampaikan Pada Symposium Agrarian Nasional, Oleh BPN, Jakarta. Selasa, 12 Desember 2006.
ü  Scott, James.C. 1993. Perlawanan Kaum Tani. J
ü  akarta: Yayasan Obor Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini