Senin, 17 Maret 2014

Rosa juni andri_tugas2_penataan ruang dan penguatan insfrastruktur desa dalam mendukung konsep agropolitan

PENATAAN RUANG DAN PENGUATAN INFRASTRUKTUR DESA DALAM MENDUKUNG KONSEP AGROPILITAN
 
Pendahuluan
            Pedesaan di dunia ketiga atau Negara-negara yang sedang berkembang sebagaimana dikemukakan Dalal-Claiton et al.(2003) secara umum dicirikan oleh tiga isu menonjol 1. Adalah masalah kemiskinan dan terbatasnya alternatif lapangan kerja 2. masalah sumber daya lahan secara berkelanjutan, dan masalah-masalah terkait dengan hak untuk dapat mengakses penggunaan sumber daya utama khususnya lahan. 3. Masalah hubungan dan keterkaitannya ke perkotaan (urban linkages) , termasuk spartial links (aliran penduduk, barang, limbah, capital/financial serta informasi) dan sektor links (keterkaitan dengan aktifitas-aktifitas berbasis "pedesaan" diperkotaan: seperti urban agriculture) dan masalah membangkitkan sektor manufacture dan jasa dikawasan pedesaan dan implikasi terhadap perencanaan keterkaitan desa-kota.
            Dalam pandangan pembangunan pedesaan dan perkotaan yang paling mutakhir saat ini, hubungan desa-kota selalu ditempatkan dalam hubungan keterkaitan (linkages) yang tidak terpisahkan hubungan yang saling memperkuat . mempertahankan pola hubungan status quo merupakan kepentingan Negara-negara industry maju di belahan utara.
 
MASALAH DISPARITAS DAN KEBERIMBANGAN DESA-KOTA
            Lama kelamaan semakin tampak adanya kesenjangan antara jumlah tenaga kerja dengan lapangan usaha yang tersedia, pengangguranpun bertambah diwilayah ini.
 
KESEHATAN DAN PENDIDIKAN
            Pendudukan merupakan komponen utama untuk membangun manusia yang handal dan menjadi paling mendasar yang harus dipenuhi untuk mewujudkan tunjuan pembangunan manusia merupakan motor penggerak pembangunan merupakan modal utama yang harus ditingkatkan terus menerus kualitasnya. Terlepas dari keterisolasian dan kualitas sumber daya manusia yang terbatas pelajaran yang menarik dari krisis ekonomi yang telah berlangsung dalam satu decade ini adalah tingkat kemiskinan dengan besaran dampak kriisis, ternyata tidak selalu berkorelasi positif.
            Realita bahwa usaha pertanian yang menjadi sumber utama penghasilan masyarakat pedesaan umumnya cukup beresiko tinggi. Kerentanan ini merupakat penyebab infestasi pada usaha pertanian kurang diminati. Disamping itu, komitmen pemerintah untuk usaha primer ini dirasakan masih kurang menjadi prioritas, mengingat penerimaan daerah (reveneus) dari sektor pajak secara umum masih terbatas, terutama sumber pajak diwilayah pedesaan yang relative langka. Akibatnya alokasi dana untuk pengembangan usaha pertanian yang telah disiapkan oleh pemerintah daerah sering tidak mencukupi.
 
VISI PEDESAAN 2030
            Dinegara-negara yang relative matang  keberimbangan pembangunan antara wilayah, perencanaan kawasan pedesaan (plural planning) sudah menjadi keharusan dan kebutuhan. Pedesaan dan desa merupakan kawasan yang penting untuk direncanakan perkembangannya.
            Struktur perekonomian pedesaan secara perlahan namun pasti akan terus bergeser ke sektor-sektor hilir (seconder dan tersier) dicirikan semakin dominannya pekerja pedesaan yang pekerjaan utamanya di sektor off-farm dan semakin banyaknya petani yang juga memiliki pekerjaan off-farm. Sedangkan petani yang sepenuhnya bekerja di on-farm menjadi sangat minoritas.
            Transformasi struktur perekonomian seperti ini akan tercapai dengan berbagai pra kondisi berups terjadinya perubahan produktifitas dan efisiensi system pertanian on-farm yang dicirikan oleh berbagai factor (kombinasi factor) : 1) peningkatan ekonomis off scele 2) economi of scoupe, dan 3) konsilidasi secara fisik, pemilikan atau penguasaan dan pengusahaan (managemen system peroduksi pertanian, yang ditopang oleh adanya. 4) perbaikan struktur penguasaan sumber daya utama (terutama lahan dan air) yang meningkatkan akses masyarakat local terhadap sumber daya utamanya setelah tercapainya suatu kematangan defolusi pengelolaan sumber daya alam dan 5). Desentralisasi kewenangan hingga ke tingkat desa, yang merupakan desentralisasi gelombang kedua setelah desentralisasi gelombang pertama (dari pusat ke kabupaten atau propinsi).
            Secara lebih spesifik, penataan ruang dilakukan sebagai : 1.) optimasi pemanfaatan sumber daya (mobilisasi dan alokasi pemanfaatan sumber daya) (prnsip efisiensi produktifitas) 2.) alat dan wujud distribusi sumber daya : asas pemerataan, keberimbangan dan keadilan, dan 3.) menjaga keberlanjutan (sustaibiliti) pembangunan. Beberapa pihak lainnya menambahkan dua tujuan lain yakni sebagai upaya : 4.) menciptakan rasa aman dan 5.)kenyamanan ruang.
            Unsur-unsur fisik penataan ruang mencakup pengaturan-pengaturan fisik(physical arrangement) dan sekaligus merupakan produk fisik dari suatu penataan ruang itu sendiri. Unsur-unsur fisik penataan ruang meliputi : (1) pengaturan pemanfaatan fisik ruang, (2) penataan Struktur/hararki pusat-pusat aktifitas social-ekonomi, (3) penataan jaringan keterkaitan antar pusat-pusat aktifitas, dan (4) pengembangan infrastruktur.
 
 
 
Infrastruktur perdesaan
            Sebagian besar literature menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara instruktur dengan tingkat perkembangan ekonomi. Beberapa berargumen bahwa jenis insfrastruktur tertentu seperti transportasi merupakan  hal terpenting dalam pembangunan ekonomi dan dalam pendapat yang lain menyatakan bahwa factor lain seperti sumberdaya manusia dan lokasi merupakan factor terpentingnya.
            Secara umum dapat dikatakan bahwa infrastruktur merupakan syarat perlu dalam pembangunan. Tidak terkecuali pembangunan pertanian dan pedesaan. Deutsche Gesselsechaft fur Techische Zusammenarbeit(GTZ) GmBH(2003) cyusun "GUIDE to Rural Economic and Enterprise Development" yang merupakan suatu pendekatan bertujuan untuk diversivikasi dan inovasi ekonomi perdesaan(rural),meningkatkan orientasi ekonominya dan memberikan nilai tambah pada produk sumberdayanya.  
Pengembangan Agropolitan
          Lahirnya konsep agropolitan adalah sebagai jawaban atas kegagalan pembangunan inter-regional yang cenderung urban bias (lipton, 1977) suatu deskripsi tentang diskriminasi terhadap sector pertanian dan wilayah pedesaaan. Urban bias terjadi akibat kecenderungan pembangunan  yang mendahulukan  pertumbuhan ekonomi melalui kutub-kutub pertumbuhan  ke wilayah hinterland-nya ternyata net- effect-nya malah menimbulkan pengurasan besar(massive backwash effect).
            Friedmann dan Douglass(1975), Rondinelli(1985), menyarankan suatu bentuk pendekatan agropolitan sebagai aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi  di wilayah perdesaan dengan dengan jumlah penduduk antara 50.000 sampai 150.000 orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini