KESETARAAN GENDER DALAM
PEMBANGUNAN PERDESAAN
Dengan kata lain , PUG (pengarustamaan gender) merupakan strategi untuk mengintegrasi minat, pengalaman, permasalahan, aspirasi dan kebutuhan lelaki dan perempuan ke dalam proses managemen pembangunan, di mulai dari proses perencanaan dan pelaksanaan sampai monitoring dan evaluasi hasil pembangunan dalam upaya mewujudkan kesetaraan keadilan gender di berbagai aspek kehidupan. Tujuan dari upaya tersebut adalah untuk mencapai KKG di semua aspek kehidupan manusia, untuk lelaki dan perempuan.
Pemahaman tentang gender. Istilah gender adalah pembeda biologis antara laki laki dan perempuan. yang membedakan peran laki laki dan perempuan adalah peran, peran laki laki sebagai pencari nafkah untuk keluarganya, sedangkan perempuan di bidang domestic, melahirkan, mengasuh anak, mengurus rumah. Persepsi peran semacam ini di bentuk oleh suatu masyarakat, dan turun temurun. Secara konsep gender dapat di fahami dengan acuan peran – peran social, tanggung jwab, dan prilaku yang diyakini sebagai cirri laki – laki dan perempuan tetapi terjadi bukan karena perbedaan jenis kelamin saja, melainkan lebih di sebabkan oleh hasil pembelajaran social; Dengan demikian, sebagai proses pembelajaran social, peran gender dapat di perbarui dan diubah untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Sebagai contoh, peran perempuan sebagai domestic dapat terubah menjadi pencari nafkah dan peran laki – laki sebagai pencari nafkah dapat terubah menjadi pengurus rumah tangga, atau secara bersamaan keduanya berbagai peran sebagai pencari nafkah pengasuh anak sekaligus. Dengan demikian, dapat di artikan, bahwa perbedaan gender tidak mengacu kepada hal yang bisa di lakukan. Gender hanyalah perbedaan jenis kelamin, bukan perbedaan kemampuan dalam suatu bidang atau aktifitas yg dilakukan. Buktinya pada saat ini, kejadian real yang terjadi di masyarakat Indonesia, sudah banyak perempuan yang berkarir atau berkerja untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, dan hal ini sudah di buktikan, dan perempuan juga mampu menjalankannya.
1. Permasalahan PUG ditingkat Nasional dan Daerah Serta Desa.
Persoalan mengimplementasikan PUG tingkat nasional, daerah dan di berbagai bidang pembangunan masih menunjukan berbagai permasalahan yang mendasar, secara konseptual dan operasional. Laporan Hubeis, Aida (2007) yang merangkum berbagai bidang studi dan evaluasi tentang pelaksanaan PUG sector dan daerah yang dilakukan oleh BAPPENAS.
Permasalahan PUG di tingkat desa, pada umum nya masih merumuskan peran berbeda untuk laki – laki dan perempuan dalam konteks social yang berbeda. Ada juga perbedaan dan kesempatan dan ketersediaan sumberdaya untuk laki – laki dan perempuan, serta dalam kemampuan mereka untuk membuat keputusan dan memperjuangkan hak asasi mereka. Sering juga terjadi di pedesaan, bahwa pendidikan antara laki – laki dan perempuan sangat jauh perbandingan nya, di karenakan, pendidikan anak laki laki jauh lebih di perhatikan ketimbang pendidikan anak perempuan. Hal ini terjadi karena anggapan masyarakat desa yang berfikir bahwa laki – laki mutlak mencari nafkah, maka dari itu perlu pendidikan yang layak untuk mempunyai kedudukan dalam pekerjaan. Sedangkan perempuan hanya di rumah saja untuk mengurus suami, anak dan rumah, jadi tidak terlalu memerlukan pendidikan yang tinggi tingkatnya. Sedangan sensus penduduk menunjukan, penduduk di Indonesia saat ini masih bertempat tinggal di pedesaan (sensus penduduk tahun 200). Selama ini kawasan pedesaan di cirri kan antara lain rendahnya produktifitas tenaga kerja, masih tingginya tingkat kemiskinan, dan rendahnya kualitas lingkungan pemukiman pedesaan. Di tambah hal tadi diatas, pendidikan kurang di perhatikan. Ada juga beberapa permasalahan internal dan eksternal yang terjadi di kawasan pedesaan, seperti tercantum di dalam RPJMN bab 25, sebagai berikut:
· Terbatasnya alternative lapangan kerja berkualitas di luar sector primer (pertanian)
· Lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral, antara sector primer dan sector industry (pengolahan) dan jasa penunjang maupun spasial (perdesaan dan perkotaan)
· Timbulnya hambatan (barrier) distribusi dan perdagangan antar daerah dengan alas an kecenderungan untuk meningkatkan PAD;
· Tingginya resiko kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku usaha di pedesaan;
· Rendahnya asset yang di kuasai masyarakat pedesaan
· Rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana perdesaan
· Rendahnya kualitas SDM di pedesaan yang sebagian besar berketerampilan rendah (low skilled)
· Meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgrasi teknis bagi peruntunan lain.
· Meningkatnya degradasi sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan hidup
· Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat
· Lemahnya kordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan pedesaan
Dengan kata lain, pembangunan desa dapat di lakukan secara bersama – sama dan menyeluruh, dengan cara memperbaiki kekurangan kekurangan yang ada di pedesaan dan menstabilkan sumberdaya yang ada di desa, sehingga perekonomian masyarakat desa bisa stabil. Dari kestabilan tersebut akan membawa dampak baik untuk kelangsungan kehidupan di pedesaan, dan juga kesetaraan gender akan terlihat. Tingkatan pendidikan wanita akan lebih tinggi lagi, dan aka nada persaingan pendidikan antara laki – laki dengan perempuan, hal ini di karenakan kesadaran yang terjadi. Maka dengan itu perekonomian pun akan terus stabil karena ada manusia – manusia berpendidikan di belakangnya yang mengelola desa tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar