Rabu, 04 November 2015

Tugas UTS Sosiologi Perkotaan _ TERAMPASNYA HAK PEJALAN KAKI DI PASAR CIPUTAT

LAPORAN HASIL STUDY LAPANGAN
TUGAS UTS SOSIOLOGI PERKOTAAN
TERAMPASNYA HAK PEJALAN KAKI DI PASAR CIPUTAT
Dosen Pembimbing : Dr. Tantan Hermansyah, M.Si
 
Inline image

Disusun Oleh :
Daimatul Mawaddah (11140540000020)
Syarifah Asmar (11140540000016)
Yuyun Yunena (11140540000025)
 
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
 
TERAMPASNYA HAK PEJALAN KAKI DI PASAR CIPUTAT
 
I.                   PENDAHULUAN 
 
A.    Latar Belakang Masalah
Pengguna jalan raya sangatlah bervariasi. Ada beberapa peraturan yang menyangkut keselamatan pengguna jalan raya, yang wajib dipatuhi oleh seluruh pengguna jalan raya. Namun adanya peraturan juga tak mengurangi jumlah pelanggaran yang terjadi sampai saat ini. Salah satunya adalah fungsi trotoar untuk pengguna jalan kaki.
Trotoar diciptakan untuk memberikan lajur jalan atau tempat bagi pejalanan kaki. Sehingga mereka bisa jalan kaki dengan nyaman, aman dan lancar tanpa gangguan berarti. Sayangnya fasilitas yang diciptakan untuk pejalan kaki ini kerap disalahgunakan. Trotoar kerap diubah fungsinya menjadi kawasan berjualan, lahan parkir dan sebagainya. Tindakan ini jelas sangat menghambat akses pejalan kaki. Karena pejalan kaki terpaksa harus berjalan di bahu jalan. Padahal keadaan ini bisa saja berbahaya dengan ancaman kecelakaan dan tindakan kriminalitas seperti penjambretan dan sebagainya.
Sedangkan dalam konteks penegakaan hukum di Indonesia, hak pejalan kaki cukup dilindungi di UU No 22 Tahun 2009  tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Aturan itu menyatakan setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan jalan berupa fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat.
Pejalan kaki juga berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang di tempat penyeberangan. Jika belum tersedia fasilitas, pejalan berhak menyeberang di tempat yang memperhatikan keselamatan dirinya dan kelancaran lalu lintas. Pejalan kaki sebenarnya memiliki hak yang sama dengan kendaraan untuk menggunakan jalan. Untuk menjamin perlakuan yang sama tersebut, pejalan kaki diberikan fasilitas untuk menyusuri dan menyeberang jalan.
Adapun kriteria fasilitas pejalan kaki menurut Ditjen Bina Marga (1995) adalah: Pejalan kaki harus mencapai tujuan dengan sedekat mungkin, aman dari lalu-lintas lain dan lancar; apabila jalur pejalan kaki memotong arus lalu-lintas yang lain harus dilakukan pengaturan lalu-lintas baik dengan lampu pengaturan ataupun dengan marka penyeberangan yang tidak sebidang. Jalur yang memotong jalur lalu-lintas berupa penyebrangan jalan (zebra cross), marka penyeberangan dengan lampu pengatur lalu lintas (pelican cross), jembatan penyebrangan dan terowongan; fasilitas pejalan kaki harus dipasang pada lokasi-lokasi di mana pemasangan fasilitas tersebut memberikan manfaat yang maksimal, baik dari segi keamanan, kenyamanan ataupun kelancaran perjalanan bagi pemakainya; tingkat kepadatan pejalan kaki atau jumlah konflik dengan kendaraan dan jumlah kecelakaan harus digunakan sebagai faktor dasar dalam pemilihan fasilitas pejalan kaki yang memadai; fasilitas pejalan kaki harus dipasang pada lokasi-lokasi yang terdapat safrana dan prasarana umum.
Pejalan kaki adalah pengguna jalan. Sama halnya dengan pengguna jalan lainnya. Jangan menyepelekan dan menganggap enteng pejalan kaki. Di negara-negara modern sana, hak-hak pejalan kaki telah diperhatikan begitu baik. Trotoar dibangun lebar agar orang leluasa berjalan kaki. Sepanjang trotoar ditanami tanaman peneduh, sehingga orang nyaman berjalan. Lampu penerangan dan rambu-rabu lalu-lintas juga lengkap terpasang untuk melindungi pejalan kaki bisa berjalan dengan aman.
Budaya jalan kaki harus dikembangkan sebagai bagian dari pengembangan kota yang ramah lingkungan. Kita harus bangga bisa berjalan kaki dengan tenang, aman dan nyaman. Karena ini berarti bahwa hak-hak pejalan kaki telah dipenuhi oleh pemerintah dengan baik.
 
B.     Pertanyaan Penelitian
 
1.      Apa saja yang membuat pejalan kaki itu merasa terganggu ketika berjalan ?
2.      Siapa yang menjadi penyebab hilangnya trotoar untuk pejalan kaki ?
3.      Mengapa trotoar justru digunakan untuk aktivitas berjualan ?
4.      Bagaimana respon pejalan kaki ketika sedang berjalan ditrotoar banyak pedagang yang menjajakan jualannya ditrotoar dan ada pengendara sepeda motor yang mengambil jalan tersebut ?
 
C.     Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh kelompok kami adalah menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitaif  ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005).
Penelitian kualitatif adalah prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati (Sudarto,1997:62). Sedangkan, penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui.
Metode penelitian kualitatif merupakan sebuah cara yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu permasalahan. Penelitian kualitatif ialah penelitian riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis serta lebih menonjolkan proses dan makna. Tujuan dari metodologi ini ialah pemahaman secara lebih mendalam terhadap suatu permasalahan yang dikaji. Dan data yang dikumpulkan lebih banyak kata ataupun gambar-gambar daripada angka.
Dalam penelitian sosiologi, metodologi penelitian kualitatif banyak digunakan karena objek kajian sosiologi adalah manusia sebagai masyarakat dan individu. Metode penelitian ini menggunakan bahan yang sukar diukur dengan angka. Walau demikian bukan berarti metode penelitian tidak menggunakan angka (statistik). Perhitungan statistik diperlukan untuk mendukung dan sebagai alat untuk memperjelas penelitian.
 
D.    Tinjauan Teoritis
Teori konflik muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalisme struktural yang kurang memperhatikan fenomena konflik di dalam masyarakat. Asumsi dasar teori ini ialah bahwa semua elemen atau unsur kehidupan masyarakat harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bias menjalankan fungsinya dengan baik. Namun demikian, teori ini mempunyai akar dalam karya Karl Marx di dalam teori sosiologi klasik dan dikembangkan oleh beberapa pemikir sosial yang berasal dari masa-masa kemudian.
Teori konflik adalah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.
Pada dasarnya pandangan teori konflik tentang masyarakat sebetulnya tidak banyak berbeda dari pandangan teori funsionalisme structural karena keduanya sama-sama memandang masyarakat sebagai satu sistem yang tediri dari bagian-bagian. Perbedaan antara keduanya terletak dalam asumsi mereka yang berbeda-beda tentang elemen-elemen pembentuk masyarakat itu.
Menurut teori fungsionalisme struktural, elemen-elemen itu fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bisa berjalan secara normal. Sedangkan teori konflik, elemen-elemen itu mempunyai kepentingan yang berbeda-beda sehingga mereka berjuang untuk saling mengalahkan satu sama lain guna memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.
Teori konflik lebih menitik beratkan analisisnya pada asal usul terciptanya suatu aturan atau tertib sosial. Teori ini tidak bertujuan mengnalisis asal usul terjadinya pelanggaran peraturan atau latar belakna seseorang berprilaku meyimpang. Persperktif konflik lebih menekankan sifat pluralistik dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang terjad di antara berbagai kelompok. Karena kekuasaan yang dimiliki oleh kelompok-kelompok elit, maka kelompok-kelompok itu juga memiliki kekuasaan untuk menciptakan peraturan, khususnya hukum yang dapat melayani kepentingan-kepentingan mereka.
Bekaitan dengan hal itu persepktif konflik memahami masyarakat sebagai kelompok-kelompok dengan berbagai kepentingan yang bersaing dan akan cenderung saling berkonflik. Melalui persaingan itu, maka kelompok-kelompok dengan kekuasaan yang berlebih akan menciptakan hukum dan aturan-aturan yang menjamin kepentingan mereka dimenangkan. (quinney, 1979: 115-160 dalam Clinard dan Meier, 1989: 98-99).
Teori konflik Karl Marx
Beberapa pandangan Marx tentang kehidupan sosial yaitu :
1.      Masyarakat sebagai arena yang di dalamnya terdapat berbagai bentuk pertentangan.
2.      Negara sebagai pihak yang terlibat aktif dalam pertentangan dengan berpihak kepada kekuatan yang dominan.
3.      Paksaan (coercion) dalam wujud hukum dipandang sebagai faktor utama untuk memelihara lembaga-lembaga sosial seperti milik pribadi (property), perbudakan (selafery), kapital yang menimbulkan ketidaksamaan hak dan kesempatan. Kesenjangan sosial terjadi dalam masyarakat karena bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang bertumpu pada cara-cara kekerasan, penipuan, dan penindasan. Dengan demikian, titik tumpu dari konflik sosial adalah kesenjangan sosial.
4.      Negara dan hukum dilihat sebagai alat penindasan yang digunakan oleh kelas yang berkuasa (kapitalis) demi keuntungan mereka.
5.      Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok-kelompok sosial yang mempunyai kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain, sehingga konflik tak terelakkan lagi.
Secara umum pendekatan konflik dibagi 2, diantaranya Sebagaimana dikemukakan oleh Karl Marx yang memandang masyarakat terdiri dari 2 kelas yang didasarkan pada kepemilikan sarana dan alat produksi (property), yaitu kelas borjuis dan proletar. Kelas borjuis adalah kelompok yang memiliki sarana dan alat produksi yang dalam hal ini adalah perusahaan sebagai modal dalam usaha. Kelas proletar adalah kelas yang tidak memiliki sarana dan alat produksi sehingga dalam pemenuhan akan kebutuhan ekonominya tidak lain hanyalah menjual tenaganya. Konflik antar kelas sosial terjadi melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi di mana dalam proses produksi terjadi kegiatan pengeksploitasian terhadap kelompok proletar oleh kelompok borjuis.
 
 
II.                Gambaran Umum Subyek / Obyek Kajian
 
A.    Profil Umum Subyek / Obyek
Ciputat adalah sebuah kecamatan di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Indonesia. Sebelum Kota Tangerang Selatan menjadi kota otonom, Ciputat merupakan kecamatan dari Kabupaten Tangerang. Kecamatan Ciputat terletak di bagian tengah kota Tangerang selatan, luas Kecamatan Ciputat ini adalah 3.626 Ha, dengan letak ketinggian dari permukaan laut 44 m dan memiliki curah hujan rata – rata 2000 – 3000 mm / tahun.
Dahulu pasar Ciputat merupakan pasar yang bisa dikatakan pasar yang tertib namun seiring berjalannya waktu banyaknya perampasan hak pejalan kaki yaitu beralihnya fungsi trotoar yang awalnya digunkan untuk para pejalan kaki tetapi lama kelamaan digunakan untuk tempat berjualan para pedagang kaki lama.
 
B.     Lokasi Dan Waktu Kajian
Lokasi                   : Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, Banten
Waktu Kajian        : Jumat, 30 Oktober 2015 pukul 13:00 WIB s/d pukul 16:00
Kelompok kami mengamati pasar Ciputat dikarenakan trotoar di lokasi tersebut tidak sepantasnya digunakan oleh para pedagang kaki lima sehingga menurut kami adanya kesesuaian antara teori dengan kasus yang kita ambil.
 
III.             Analisis Hasil
Pejalan kaki belakangan ini semakin terampas hak-haknya, dengan semakin bertambahnya jumlah pengendara motor namun tidak diimbangi dengan pertumbuhan fasilitas dan prasarana jalan, tidak heran semakin hari semakin sulit bagi pejalan kaki untuk berjalan dengan aman di trotoar. Pejalan kaki adalah pengguna jalan. Sama halnnya dengan pengguna jalan lainnya. Jangan menyepelekan dan menganggap enteng pejalan kaki. Di negara-negara modern sana, hak-hak pejalan kaki telah diperhatikan begitu baik. Trotoar dibangun lebar agar orang leluasa berjalan kaki. Sepanjang trotoar ditanami tanaman peneduh, sehingga orang nyaman berjalan. Lampu penerangan dan rambu-rabu lalu-lintas juga lengkap terpasang untuk melindungi pejalan kaki bisa berjalan dengan aman.
Di kota-kota besar yang sudah mengalami kemacetan yang parah, trotoar juga sering digunakan untuk menjadi jalan alternatif, menghindari kemacetan lalu-lintas.
Perampasan hak pejalan di trotoar adalah pemandangan setiap hari. Trotoar telah berubah fungsi menjadi pangkalan tukang ojek dan tempat berjualan. Pejalan kehilangan tempat untuk berjalan di tempat aman dan nyaman, sehingga harus menanggung dampak rawan menjadi korban kecelakaan.
Seperti halnya trotoar dipasar Ciputat, yang tidak digunakan sebagaimana mestinya. Jalan utama pasar Ciputat memang tidak pernah lengang dari keberadaan Pedagang Kaki lima (PKL). Setiap harinya pasar riuh oleh puluhan PKL yang menjajakan barang dagangan mereka. Tidak dipungkiri, lokasi yang ramai dan strategis  memang menjadi target para PKL ini menggelar barang dagangannya. Para PKL ini mengakui mereka memang seharusnya tidak berjualan ditempat yang menjadi hak pejalan kaki, tetapi karena tidak pernah adanya sanksi yang tegas terhadap mereka menjadikan alasan untuk tetap berjualan di trotoar.
Ketika kita mewawancarai salah satu pedagang disana yang bernama ibu Nel yang sudah berjualan selama 18 tahun di pasar ciputat, ia mengatakan bahwa ketika akan diadakan razia atau penggusuran oleh Satpol PP, Kantip pasar sudah memberi tahu  terlebih dahulu sehari atau sebelum adanya razia agar para pedagang meliburkan atau tidak berjualan dahulu sampai razia atau penggusuran selesai. " Saya berjualan ditrotoar karena letaknya strategis dan banyak dilalui pejalan kaki, sehingga peluangnya cukup besar dan tidak mengeluarka iuran yang besar untuk menyewa kios, walaupun dilarang tapi ya mau gimana lagi saya juga perlu usaha untuk mencukupi kehidupan keluarga saya".
Sudah sangat jelas bahwa trotoar sudah tidak lagi digunakan oleh hak pejalan kaki yang sebagaimana fungsi awalnya yaitu digunakan untuk pejalan kaki. Para pejalan kaki merasa sangat dirugikan karena sarana yang seharusnya mereka gunakan telah digunakan oleh para PKL yang menggunakan lahan untuk berjualan. Para pejalan kaki merasakan dampak negatifnya seperti bahaya akan tertabrak pengendara sepeda motor yang berlawanan arah, angkot yang ngetem  di jalan.
Kami juga mewawancarai salah satu pengguna jalan bernama kak Ela. Ia mengatakan bahwa "saya merasa dirugikan karena trotoar yang seharusnya digunakan untuk para pejalan kaki diambil untuk para PKL berjualan. Saya  juga merasakan bahayanya seperti nantinya terserempet angkot atau sepeda motor yang sering melawan arah sehingga terlihat sangat semrawut  dan tidak leluasa dalam berjalan, memang sangat sulit untuk memindahkan para pedagang itu karena mereka juga ada orang dalam yang melindungi".
Kemudian kami juga mewawancarai seorang pejalan kaki yang sedang beristirahat diwarung minuman tepat dimana warung itu berada ditrotoar  beliau bernama ibu Nur. Ia berasal dari surabaya yang akan mengunjungi sodaranya yang ditinggal diaerah ciputat. Menurut pendapat beliau saat berjalan melintasi kawasan pasar ciputat sangat susah dikarenakan trotoar tidak ada dan harus melewati badan jalan yang resiko bahayanya sangat tinggi " saya agak takut saat sedang berjalan kaki karena hampir terserempet motor dan lumayan susah karena banyak anggkot yang ngetem, tapi ada untungnya juga kalo kita pengen minum nggak usah jauh-jauh kedalam untuk membelinya"  
Keberadaan para PKL maupun angkot memang juga memberi dampak positif bagi masyarakat, meskipun banyak hal negative yang ditimbulkan. Keberadaan PKL disekitar trotoar memudahkan pengguna jalan membeli kebutuhannya. Meskipun berdampak pada pejalan kaki yang terganggu kenyamanannya. Sangat miris trotoar yang seharusnya digunakan oleh pejalan kaki justru digunakan oleh para pedagang yang menjajakan jualannya. Tetapi karna ada pihak  yang tetap mendukung dan melindungi adanya pedagang yang berjualan ditrotoar maka sulit untuk menertibkan para pedagang kaki lima yang berada di trotoar jalan untuk dipindahkan.
Kenyamanan pejalan kaki pada umumnya tidak diperhatikan dengan baik. Kondisi trotoar yang relatif sempit, berlubang, naik turun, pada malam hari banyak trotoar yang gelap dan rawan menjadi tempat kekerasan. Ketidaknyamanan ini membuat orang enggan berjalan kaki. Trotoar berubah menjadi pasar serba ada karena tempat memajang lemari es, penanak nasi, radio, pelantang suara, kompor listrik, tempat tidur, kursi, meja, kursi roda, bahan makanan yakni ikan, sayur, dan buah. Kondisi itu diperparah dengan pembeli yang memarkir kendaraan di tepi jalan sehingga ruang untuk pengendara lain kian sempit.
Tidak jarang pejalan kaki terpaksa melintas jalan tanpa ada sarana prasana yang melindungi dirinya dari ancaman kecelakaan karena harus bersaing dengan sepeda motor, mobil, bus, dan truk yang setiap saat bisa menabraknya. Berbicara mengenai hak pejalan kaki, kita perlu mencermati beberapa penjelasan berikut ini. Hak-hak pejalan kaki menurut Fruin (1971): Dapat menyebrang dengan rasa aman tanpa perlu takut akan ditabrak oleh kendaraan; Memiliki hak-hak prioritas terhadap kendaraan, mengingat pejalan kaki juga mencegah terjadinya polusi lingkungan; Mendapat perlindungan cuaca buruk; Menempuh jarak terpendek dari sistem yang ada; Memperoleh tempat yang aman dan menyenangkan; Memperoleh tempat untuk berjalan yang tidak terganggu oleh apa pun.
Hak-hak pejalan kaki juga dibahas Parlemen Eropa (The European Parliament) pada Bulan Oktober 1988. Lima pernyataannya adalah sebagai berikut: Pejalan kaki mempunyai hak untuk hidup dalam lingkungan yang sehat dan nyaman dengan perlindungan secara fisik dan psikologis; Anak-anak, orang tua dan orang tidak mampu mempunyai hak untuk kemudahan bersosialisasi dan tidak terganggu kekurangan mereka; Orang tidak mampu mempunyai hak untuk memaksimalkan mobilitasnya termasuk di tempat-tampat umum, yang terhubung dengan sistem transportasi dan angkutan umum; Pejalan kaki mempunyai hak pada kawasan perkotaan yang dikhususkan untuk mereka, dan penyediaan fasilitasnya harus harmonis dengan pembangunan kota secara keseluruhan.
Sedangkan dalam konteks penegakan hukum di Indonesia, hak pejalan kaki cukup dilindungi di UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 131 :
1.      Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.
2.      Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan.
Pasal 275 :
1.      Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Aturan itu menyatakan setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan jalan berupa fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat. Pejalan kaki juga berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang di tempat penyeberangan. Jika belum tersedia fasilitas, pejalan berhak menyeberang di tempat yang memperhatikan keselamatan dirinya dan kelancaran lalu lintas.
Pejalan kaki sebenarnya memiliki hak yang sama dengan kendaraan untuk menggunakan jalan. Untuk menjamin perlakuan yang sama tersebut, pejalan kaki diberikan fasilitas untuk menyusuri dan menyeberang jalan.
Adapun kriteria fasilitas pejalan kaki menurut Ditjen Bina Marga (1995) adalah: Pejalan kaki harus mencapai tujuan dengan sedekat mungkin, aman dari lalu-lintas lain dan lancar; apabila jalur pejalan kaki memotong arus lalu-lintas yang lain harus dilakukan pengaturan lalu-lintas baik dengan lampu pengaturan ataupun dengan marka penyeberangan yang tidak sebidang. Jalur yang memotong jalur lalu-lintas berupa penyebrangan jalan (zebra cross), marka penyeberangan dengan lampu pengatur lalu lintas (pelican cross), jembatan penyebrangan dan terowongan; fasilitas pejalan kaki harus dipasang pada lokasi-lokasi di mana pemasangan fasilitas tersebut memberikan manfaat yang maksimal, baik dari segi keamanan, kenyamanan ataupun kelancaran perjalanan bagi pemakainya; tingkat kepadatan pejalan kaki atau jumlah konflik dengan kendaraan dan jumlah kecelakaan harus digunakan sebagai faktor dasar dalam pemilihan fasilitas pejalan kaki yang memadai; fasilitas pejalan kaki harus dipasang pada lokasi-lokasi yang terdapat sarana dan prasarana umum.
Itulah beberapa analisis yang kami dapatkan dari hasil observasi dipasar Ciputat, hasil tersebut langsung kami dapatkan sendiri berdasarkan yang ada dilapangan.
 
IV.             Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang sudah kami lakukan dilapangan terlihat sangat jelas bahwa sekarang ini hak pengguna jalan kaki sudah tidak lagi dihargai. Di kota-kota besar yang sudah mengalami kemacetan yang parah, trotoar juga sering digunakan untuk menjadi jalan alternatif, menghindari kemacetan lalu-lintas. Perampasan hak pejalan di trotoar adalah pemandangan setiap hari.
Para pejalan kaki merasa sangat dirugikan karena sarana yang seharusnya mereka gunakan telah digunakan oleh para PKL yang menggunakan lahan untuk berjualan. Para pejalan kaki merasakan dampak negatifnya seperti bahaya akan tertabrak pengendara sepeda motor yang berlawanan arah, angkot yang ngetem dibahu jalan. Namun ada juga pengguna jalan kaki yang menilai dari sisi positifnya.
Peran pemerintah juga sangat mempengaruhi kondisi sarana dan prasarana jalan, jika pemerintah itu bersikap tegas terhadap para PKL yang selalu melanggar peraturan yang dampaknya sangat mengganggu hak peguna jalan kaki, otomatis keindahan dan kenyamanan pun akan dirasakan oleh semua pihak. Akan tetapi untuk para PKL juga diharapkan pemerintah menyediakan sarana dan prasarana untuk tempat berjualan mereka agar tidak lagi menggunakan trotoar sebagai  tempat menjajakan jualannya.
 
 
 
  
Daftar Pustaka
M. Setiadi.Elly, Usman Kolip.2001.Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala permasalahan sosial: Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana.
Narwoko, J. Dwi, Bagong Suyanto.2006. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta: Kencana
George Ritzer & Douglas J. Goodman. 2007. TEORI SOSIOLOGI MODERN. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Raho, Bernard SVD. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prestasi Pustakaraya
Kasiran. Moh. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kualitatif. Malang : UIN-Maliki Press
 
Lampiran
 Inline image Inline image

  Inline image Inline image
Inline image Inline image



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

                                                           
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

                                                                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini