Rabu, 04 November 2015

Laporan Penelitian Sosiologi_Tugas UTS Perkelompok

PERJUANGAN HIDUP, KOMITMEN DAN PANTANG MENYERAH
KISAH SOSIOLOGI INDIVIDU PEMBAWA PERUBAHAN
Tugas Uts Sosiologi
Inline image

                                              Dosen : Dr. Tantan Hermansyah, M.Si
 
Ranty Aprilia (11150510000003) / Jurnalistik 1B
Sherlyana Pulungan (11150510000044) / KPI 1A
Tiyni Wahazal Baladil Amiyni (11150510000087) / KPI 1B
Umi Lailatul Baroroh (11150510000039) /Jurnalistik 1A
 
 
Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2015
 
BAB 1
PENDAHULUAN
 
 
1.1  LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
            Kala itu saya sedang mengikuti acara ta'aruf IKMM (Ikatan Keluarga Mahasiswa Minang) di villa Abah Herman. Ditemani terik matahari yang hampir sampai puncak pertengahan kami kedatangan tamu, sosok kakek-kakek yang sudah berumur 80an, berambut putih dan brkulit putih. Saya hanya diam terpaku dengan kehadirannya. Sontak kaget dan terheran ketika mendengar cv yang bacakan oleh mc, beliau melanjutkan s2 tanpa adanya ijazah s1 yang ia miliki, mulai timbul banyak pertanyaan yang ingin saya lontarkan, namun karena keterbatasan waktu yang ada membuatku urung menanyakannya. 
Bapak itu adalah Dr. Mochtar Naim.dia adalah salah seorang mahasiswa UGM, Yogyakarta dengan fakultas HESP ( Hukum, Ekonomi, Sosial, Politik ).dia melanjutkan perguruan tingginya bukan hanya ke UGM saja, tetapi  tiga universitas. Selanjutnya ke PTAIN (Peerguruan Tinggi Agama Islam Negeri) atau UIN Syarif Hidayatullah sekarang, dan yang terakhir adalah UII (Universitas Islam Indonesia).dari tiga universitas ini beliau tidak mendapat gelar apapun atau tidak menamatkan s1.
Tetapi, karena beliau mendapatkan beasiswa dari Institute Of Islamic Studies, McGill university, Montreal, Canada, untuk melanjutkan langsung ke Canada .dengan hati yang sangat gembira bliau langsung berangkat ke Canada seorang diri, tanpa ditemani siapapun, beliau hanya menggunakan peta sebagai petunjuk.dalam perjalanan menuju Canada beliau tidak lupa mengambil peluang untuk mampir-mampir di sepanjang perjalanan.untuk melihat atu menikmati bagaimana indah nya perjalanan menuju Canada tersebut.
Ini adalah pertama kalinya beliau belajar  ke luar negeri. Bagi beliau pengalaman ini sukar untuk di tuangkan dalam bentuk kata-kata. Walaupun beliau di Yogyakarta mengikuti khursus bahasa inggris, membaca buku-buku yang dalam bahasa inggris,tetapi ketika beliau pertama kali untuk membaca atau berbahasa menggunakan bahasa inggris, beliau mengatakan itu lucu rasanya mungkin karena belum terbiasa menggunakan bahasa inggris dalam berbicara atau berkomunikasi dengan seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Beliau juga mengatakan bahwa ada yang beliau tahu tentang sesuatu, tetapi sulit untuk mengungkapkan nya.
Seiring berjalan nya waktu, beliau terus berlatih dan membiasakan diri untuk berbahasa inggris.bagi beliau tiada hari tanpa buku,karena buku adalah sumber ilmu yang sangat penting untuk di pelajari,buku memberikan banyak manfaat kepada kita sah satu nya adalah dari sebelumnya kita tidak tahu sampai akhirnya kita menjadi tahu. Dan pada akhirnya beliau mahir dalam berbahasa inggris. Tetapi waktu dan pembiasaan rupanya adalah obat yang paling mujarab.
Dan di luar negeri  atau tepatnya di Canada beliau menimba ilmu sekaligus belajar berbahasa inggris guna untuk melanjutkan s2. Disini beliau menjalani hidupnya dengan enjoy, beliau benar-benar memanfaatkan waktu dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat. Beliau tidak mau waktu nya hilang atau terbuang begitu saja karena waktu itu sangat berharga, dan waktu yang telah berlalu tidak mungkin terulang kembali.
Prinsip yang selalu beliau genggam erat, layaknya sebuah benda yang sangat berharga, tidak terlalu muluk-muluk, sederhana namun sangat tajam dirasanya yakni beribadah untuk Allah, itu saja. Semua beliau lakukan diniatkan untuk beribadah kepada Allah, mencari ridha Allah. Sangat indah rasanya, karena dengan begitu terkadang ni'mat akan datang melebihi yang kita inginkan. Subhanallah.
Setelah  menyelesaikan s1 nya, beliau merasa diri nya masih haus akan ilmu, oleh karena itu beliau langsung mencoba  mencari tau bagaimana sejarah dalam peradaban islam. Dan pada akhirnya beliau menemukan letak rahasia kesuksesa NU keluar sebagai pemenang dalam pemilu 1955. ternyata beliau mengetahui bahwa peran ulama khusus nya di J awa Timur sangat menentukan.
Akhirnya beliau menemukan bahan kepustakaan yang sangat kaya tentang Indonesia.dengan banyaknya buku tentang Indinesia beliau benar-benar memanfaatkan nya. Dan beliau membaca buku sampai ketuduran di atas buku, bahkan sampai pagi. Dengan mempunyai wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas maka belia diminta untuk mengajar bahasa Indonesia di Cornell dan menjadi ketua summer program mengajarkan bahasa Indonesia kepada para pengajar di Amerika Serikat .
Dan beliau juga pernah menjadi profesor tamu di Amerika Serikat sekaligus menceritakan bagaimana sejarah tantang sejarah di Indonesia. Dengan ilmu yang beliau punya beliau mendapat kan kuliah-kuliah secara gratis.ini adalah berkat usaha yang maksimal dan tidak lupa pula disertai dengan doa.menurut beliau tidak ada yang tidak mungkin selagi kita yakin dengan sesuatu yang kita anggap itu benar.
 ketika beliau kembali ke Indonesia, beliau langsung menuju ke asrama. Ketika waktu sholat maghrib tiba beliau langsung menuju ke mesjid untuk melaksanakan sholat. Setelah beliau sholat hujan pun turun maka tinggallah dia dengan seorang temannya dan seorang gadis. Teman  beliau langsung memperkenalkan dirinya dengan gadis itu,dia mengatakan bahwa dia orang ambon,setelah itu barulah (bapak Mochtar ) untuk memperkenalkan diri dengan gadis tersebut.sewaktu perkenalan dengan gadis tersebut beliau mengaku orang Ambon, padahal di dalam hatinya beliau ketawa,  sambil menguji  gadis itu percaya apa gaknya.ternyata benar bahwa gadis itu tidak percaya atau gelisah karena hari telah gelap. Dan beliau menyuru gadis itu pulang menaiki becak. Inilah awal dari pertemuan mereka. beliau
Pertemuan mereka tidak berakhir disini saja, karena setelah hari itu mereka tetap saling menjalin hubungan silaturahmi yang erat, dan pada akhirnya mereka saling mengetahui satu sama lain. Seiring berjalan nya waktu beliau merasa cocok dengan gadis tersebut.dan beliau mengungkapkan perasaannya kepada gadis.ketika telah diterima oleh gadis tersebut maka mereka membuat kesepakatan atau perjanjian.
 Dengan usia yang telah genap untuk memiliki rumah tangga, maka beliau mendatangkan gadis dari tanah air sendiri yaitu dari minangkabau,walaupun berbeda daerah. Mereka langsung malaksanakan akad nikah.
 
1.2  PERTANYAAN PENELITIAN
1)      Siapa Dr. Mochtar naim tersebut?
2)      Bagaimana kehidupannya ?
3)      Apa kelebihan beliau?
4)      Di mana tempat tinggalnya ?
5)      Mengapa beliau dapat melanjutkan s2 di luar negeri tanpa ia menyelesaikan s1?
6)      Kapan beliau melanjutkan s2?
 
1.3 METODE PENELITIAN
            Metode yang kami gunakan dalam melakukan penelitian ini adalah dengan metode kualitatif, yakni metode untuk menarik sebuah pemahaman, penafsiran, dan subyektif atas perilaku sosial. Dengan tehnik rekaman-rekaman historis, yang biasanya berdasarkan kepada surat-surat, catatan-catatan harian, laporan-laporan masa lalu dan materi serupa yang lain. Kami menggunakan catatan yang terdapat dalam biografi buku yang telah beliau tulis. Namun kami juga menyadari bahwa dengan metode ini bisa tidak akurat, lengkap atau bias. Kehidupan orang-orang berkuasa biasanya terdokumentasi dengan baik, sementara dokumentasi kehidupan masyarakat miskin dan lemah biasanya terabaikan.
            Selain itu kami juga memakai tehnik Interview dan life History, suatu tehnik yang  yakni kami berkunjung langsung ke kediaman beliau yang berada di kompleks Inhutani blok m no 5. Dari situ kami tanyakan langsung kepada beliau apa yang membuat beliau bisa melanjutkan master tanpa menggenggam ijazah sarjana. Teori yang lain yang biasanya digunakan juga adalah sebuah interview panjang yang atau serial serial interview dimana sang peneliti berusaha menemukan bentuk-bentuk esensial, moment-moment penting atau titik balik dalam suatu kehidupan responden secara mendalam. Sang peneliti biasanya menanyakan pertanyaan pertanyaan umum dan kemudian dengan ramah mendorong responden untuk memberi jawaban rinci. Kesuksesan metode ini mensyaratkan keahlian yang tinggi dan kesabaran sang peneliti metode ini hanya akan berjalan saat digunakan kepada satu atau sedikit responden.
            Participant Observation, dalam tehnik ini terkadang peneliti harus ikut langsung dalam berbagai aktivitas masyarakat yang menjadi objek kajian. Saat mereka melakukan hal ini maka disebut dengan Participant observation disisi lain jika para peneliti tidak melibatkan diri maka penelitian ini disebut observation. Dalam sisi negatifnya observasi ini bisa menimbulkan berbagai keraguan ketika di lakukan generalisasi.
1.4. TINJAUAN TEORITIS
Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya pada masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat – suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.Seperti yang telah kita lihat dari Teori penilitian diatas dapat kita simpulkan bahwa Bapak Prof.Dr.Mochtar Naim seorang tokoh sosiolog dan antropolog yang aktif dalam berbagai organisasi .
 
 
2.1.Gambaran umum subyek/obyek kajian
      Profil umum subyek/obyek
Beliau dilahirkan di sebuah kota kecil, Sungai Penuh, Kerinci, tahun 1932. Ayah beliau yang bernama Naim gelar Sutan Rumah Tinggi, adalah seorang pedagang sedangkan ibunya yang bernama Kamalat.  Keduanya berasal dari Banuhampu,Bukittinggi. Bapak dari Nagari Padang Lua, sedang Ibu dari NagariTaluak.
Beliau anak ke-5 dari 6 bersaudara  kakak perempuan tertua, Justina, 87tahun, kakak perempuan nomor dua, Kartini, 85, dan beliau sendiri, 85tahun. Adik beliau, laki-laki, Abuzar, meninggal tahun 1992 (umur 58tahun), ketika merantau ke Johor, Malaysia. 
            Umur 5 tahun beliau dibawa pulang oleh nenek ke kampung,di Banuhampu, Bukittinggi. Bersekolah sempat 5 tahun di zamanBelanda, kemudian di zaman Jepang dan zaman Republik. SR, SMP,SMA di Bukittinggi. Tamat SMA Negeri Birugo tahun 1951, danmelanjutkan ke UGM, Yogyakarta, tahun 1951, Fakultas HESP(Hukum, Ekonomi, Sosial, Politik). Setahun kemudian juga masukPTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Nageri) yang baru dibuka(cikal bakalnya IAIN ataupun UIN sekarang), dan juga FakultasEkonomi, Universitas Islam Indonesia (UII). Semua ini dimungkinkan karena waktu itu yang berlaku sistem perkuliahan bebas.
            Walau sempat menerima beasiswa selama lk setahun dari DepP&K di UGM (beliau termasuk kelompok lulusan terbaik dari SMANegeri Birugo Bukittinggi tahun 1951 itu), beliau akhirnya berhenti dan hanya melanjutkan di kedua yang lain. Di PTAIN beliau jugamendapatkan beasiswa dari Dep Agama. Baik di PTAIN maupun diFakultas Ekonomi UII beliau hanya sampai di tingkat doktoral,karena beliau mendapatkan beasiswa dari Institute of Islamic Studies,McGill University, Montreal, Canada, untuk melanjutkan langsung magister.
Menurut beliau  Belajar di luar negeri untuk pertama kali tentu saja merupakanpengalaman yang sukar untuk dituangkan dalam kata-kata. Walau selama di Yogya beliau sengaja mengambil kursus bahasa Inggeris,dan membaca buku-buku yang dalam Bahasa Inggris.
Belajar tentang Islam di McGill juga membawa kesan tersendiri. Beda dengan ketika beliau belajar Islam di PTAIN yang lebih bersifat normatif dan subyektif. sekarang melihatnya secara obyektif apa adanya. Dan obyek yang sama tidak hanya dipelajarisecara tekstual tetapi juga kontekstual. Ibaratnya, rumah yangtadinya biasa kita lihat dari dalam saja, sekarang kita juga lihat dariluar, sambil juga memperbandingkannya dengan rumah yang lain-lain. Bergaul dengan bermacam suku bangsa, dengan berbagaimacam latar belakang budaya, bahasa dan agama, serta warna kulit 
Tahun 1960 saya mengakhiri studi saya di McGill denganmendapatkan MA dalam Islamic Studies, dengan thesis: "TheNahdhatul Ulama Party (1952-1955): An Inquiry into the Origin ofIts Electoral Success."
Dalam tesis itu beliau mencoba menelusuri di mana letak rahasia kesuksesan Partai NU keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 1955,dari hanya 8 kursi setelah keluar dari Masyumi tahun 1952 menjadi55 kursi dalam Pemilu pertama tersebut. Peranan ulama di tengah-tengah kelompok ummat, terutama di Jawa Timur, ternyatamemang sangat krusial dan menentukan. Beliau  melakukan riset tentang itu di Yale dan Cornell University, Amerika Serikat. DiCornell beliau menemukan bahan kepustakaan yang sangat kayatentang Indonesia.
 Waktu di Yale beliau menjadi asisten dari Prof Karl Pelzer,seorang ahli geografi ekonomi, yang ahli tentang masalah plantationdi Sumatera Timur, dan Isidore Dyen, seorang profesor linguistikuntuk bahasa-bahasa Malayo-Polinesia di Asia Tenggara dan Pasifik. 
 Setahun Beliau di Yale, di New Haven, dan tinggal bersama keluarga Pelzer di North Haven. Beliau  juga mengajar Bahasa Indonesia di Cornell dan menjadi ketua Summer Program mengajarkan Bahasa Indonesia kepada para pengajar Amerika yang akan berangkat ke Indonesia di OswegoCollege, State University of New York, di tepi danau Ontario. Beliau diangkat sebagai profesor tamu waktu itu. Pernah juga sebentar,beberapa minggu, beliau  di Univ of Bridgeport, Conn., dengan ProfJustus van der Kroef, ahli masalah-masalah politik Indonesia. Karena situasi yang tidak menguntungkan di tanah air sebagai akibat pemberontakan PRRI, beliau memutuskan untuk melanjutkan studi di New York University, New York, sambil mengajar BahasaIndonesia di Dept of Anthropology and Sociology. AdalahProfessor Rufus Hendon, ahli antropologi Indonesia dan ahliBahasa Indonesia. Beliau langsung bertanya dalam Bahasa Indonesia, apakah beliau orang Indonesia. Bermula dari pertanyaan sederhana itu beliaulalu mengajak Bp Moctar naim untuk turut mengajar di Program Indonesia diNYU itu. Dengan mengajar Bp Moctar mendapatkan kuliah-kuliah secaragratis. beliau mengambil program PhD di bidang Sociology. Sementara itu tahun 1962 beliau berumah tangga denganmendatangkan isteri dari tanah air, kawan sesama mahasiswa di UII,dari Fakultas Hukum, yang kebetulan juga dari Minang, walau berlainan daerah. Asma sedang saya dari Banuhampu, Bukittinggi Hassan dari Batipuah, Padang Panjang,.
Tahun 1965 anak pertama Bp Moctar dan Ibu Asma Hasan ialah Amelia, lahir, dan tahun berikutnya, 13 bulan kemudian, anak kedua beliau, Emil, lahir,kedua-duanya di New York. Selama 8 tahun di New York di zaman Sukarno mereka para mahasiswa Indonesia juga terbelah antara yang pro dan yang kontrarezim Orde Lama. Beliau dengan WS Rendra, Muhammadi(kemudian, Prof Dr Muhammadi, Rektor Univ MuhammadiyahJakarta, pernah sama-sama di PAH II BP MPR), Ahmad Padang(Dr ilmu politik Columbia Univ memilih menetap di New Yorksebagai sesepuh masyarakat Indonesia dan ketua pengurus mesjid Indonesia di Queens, dan bekerja jadi staf senior di PBB), dansejumlah lainnya tergolong yang di seberang sana, dan kritis terhadap apapun yang berbau rejimentasi dan indoktrinisasi. Sebelum program Bahasa Indonesia di NYU ditutup karenamemburuknya hubungan Indonesia-Amerika dengan "to hell withAmerican aids" dari Sukarno, beliau sudah sempat menyelesaikan semua persyaratan perkuliahan beliau untuk PhD di bidang Sosiologitapi belum lagi menyiapkan disertasi. Beliau juga sempat bekerja dengan Perutusan Tetap Indonesia kePBB sebagai tenaga staf lokal di bidang Sosial-Politik di New Yorksebelum memutuskan pulang ke Indonesia tahun 1968. Sayamemilih langsung pulang ke Padang, dengan mampir di beberapakota di Eropah dan sekaligus naik haji sekeluarga. Kami ikutrombongan haji dari kedutaan, yang berangkat sama-sama dariKairo, Mesir, dan dari antaranya adalah Pak Mohammad Rum danIbu. Waktu kami di New York beliau juga sudah sempat ke rumahkami di Lefrak City, Queens. Di Padang kami mendirikan Pusat Studi Minangkabau (Centerfor Minangkabau Studies). Selama tiga tahun berturut-turut (1968-1970) beliau menggiatkan penelitian-penelitian di bidang masyarakatdan kebudayaan Minangkabau. Beliau  juga menyempatkan diri untuk menjadi tenaga pengajarluar-biasa di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Pertanian UniversitasAndalas tanpa pernah berkeinginan untuk menjadi pegawai negeri.beliau juga pernah jadi dosen luar biasa di Fakultas Hukum Muhammadiyah di Bukittinggi, ASKI (Akademi Seni KarawitanIndonesia) di Padang Panjang, dan program Pasca Sarjana di IKIPPadang -- sekarang UNP: Universitas Negeri Padang. Awal tahun 1971, dengan dorongan dari Dr Peter Weldonyang sudah saya kenal sebelumnya di New York, saya mendapatkan fellowship dari Ford Foundation yang berbasis di Bangkok untukmelakukan penelitian tentang merantau yang beliau siapkan sebagai disertasi beliau di University of Singapore, dengan judul: "Merantau:Minangkabau Voluntary Migration." Saya lahir di rantau, merantauke mana-mana, sambil buminya dipijak, langitnya dijunjung, airnyadisauk, rantingnya dipatah. Beliau  menulis tentang merantau itu,sekarang secara akademik dari segi pandangan sosiologi migrasi.Terjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia: "Merantau: PolaMigrasi Suku Minangkabau" (373 hlm) diterbitkan oleh GadjahMada University Press, tahun 1979, dengan cetak ulang tahun 1984,dan dipakai secara luas di banyak universitas di Indonesia sebagaibuku rujukan di bidang sosiologi, dan khususnya sosiologi migrasi. Untuk melakukan riset tentang merantau, Beliau beroleh kesempatan mengunjungi banyak daerah dan banyak kota diIndonesia di mana perantau Minang banyak didapatkan. Beliau bahkan mendapat kesempatan untuk melakukan riset merantau.
2.2           Lokasi kajian
Lokasi kajian penelitian yang dilakukan untuk pengambilan data dan informasi dilakukan langsung bertempat dikediaman bapak Prof.Dr.Mochtar Naim Jl Kompleks Inhutani Blok M no 5.
Informasi dan data yang telah kami terima dilakukan dengan teknik wawancara secara langsung dengan bapak Prof.Dr.Moctar Naim yang kami pilih sebagai narasumber tokoh sosiologi individu pembawa perubahan yang menginspirasi generasi muda untuk lebih maju .
Setelah kami dan narasumber merancanakan pertemuan yang dilakukan pada hari jumat tanggal 30 oktober 2015 setelah ashar kami langsung mendatangi kediaman bapak Prof.Dr.Mochtar Naim setelah kami sampai ke kediaman bapak Prof.Dr.Mochtar Naim ternyata beliau sedang mengadakan rapat dengan rekan-rekan nya namun beliau tetap menerima kami dengan ramah dan tetap meluangkan waktu untuk di wawancarai dengan kami.
 
 
Analisis Hasil
 
            Prof.Dr.Mochtar Naim adalah sosok yang sudah terlatih dari kecil untuk kerja keras semenjak ibu nya meninggal dan ayahnya seorang pedagang kecil . dalam masa kecilnya itu beliau diasuh keluarga ibunya yang berasal dari banuhampu , agam , sumatera barat. Di daerah tersebut beliau menyelesaikan pendidikannya mulai dari SR, SMP hingga SMA mulai pada masa belanda, jepang, dan reformasi . dengan nilai terbaiknya beliau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yakni di UGM  yogyakarta tahun 1951 di fakultas HESP (Hukum Ekonomi Sosial Politik) setahun kemudian beliau juga mendaftarkan diri ke PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negri) yang saat itu baru dibuka dan merupakan cikal bakal IAIN dan UIN di fakultas ekonomi karena sistem pendidikan itu masih bebas maka beliau masih bisa daftar diri di universitas lain yakni di UII (Universitas Islam Indonesia) dengan fakultas yang sama yaitu ekonomi beliau hanya sampai di tingkat doktoral,karena beliau mendapatkan beasiswa dari Institute of Islamic Studies,McGill University, Montreal, Canada, untuk melanjutkan langsung untuk program Master, tahun 1957. Adalah Buya Hamka yangmemberikan rekomendasi kepada Profesor Wilfred Cantwel Smith,Direktur Institute, yang waktu itu datang ke Yogya.
Dalam perjalanan menuju Montreal, Kanada, September 1957,beliau tak lupa mengambil peluang untuk mampir-mampir dalamperjalanan. Pertama kali tinggal semalam di hotel mewah, RafflesHotel, di Singapura, atas biaya KLM, karena tidak ada penerbanganyang langsung ke Baghdad. Beliau  sengaja mampir di Baghdad karenayang jadi duta besar di sana waktu itu adalah Buya MD Dt PalimoKayo, sumando kami di Jambu Aia, Taluak, Banuhampu, dan yangsaya kenal baik. Hampir seminggu beliau di sana sehingga oleh stafkedutaan juga diantar jalan-jalan sampai lebih 100 km ke luar kota.melihat peninggalan sejarah lama. Beliau  juga mampir di Kairo, beberapa hari, dan jadi tamu duta besar pula, ditempatkan di hotel kelas satu menghadap keSungai Nil. Melihat piramid, Al Azhar, mesjid-mesjid terkenal,musium, dan tentu saja, Sungai Nil. beliau juga sempat mampir di Holland dan Inggeris sebelummeneruskan penerbangan ke Montreal. Belajar di luar negeri untuk pertama kali tentu saja merupakanpengalaman yang sukar untuk dituangkan dalam kata-kata. Walauselama di Yogya saya sengaja mengambil kursus bahasa Inggeris,dan membaca buku-buku yang dalam Bahasa Inggris. Namun untuk berkomunikasi langsung dengan orang Inggris beliau merasa kesulitan dan gugup.Tetapi waktu dan pembiasaan rupanya adalah obat yang paling mujarab.
 Beliau tak pernah lupa dengan nasehat yang biasa diberikan kepada anak muda yang jolong pergi merantau, waktu di kampung dulu. Kamu bodoh, tapi tak boleh lebih dari seminggu saja. Belajar tentang Islam di McGill juga membawa kesan tersendiri. Beda dengan ketika beliau belajar Islam di PTAIN yang lebih bersifat normatif dan subyektif. sekarang melihatnya secara obyektif apa adanya. Dan obyek yang sama tidak hanya dipelajari secara tekstual tetapi juga kontekstual.
Bergaul dengan bermacam suku bangsa, dengan berbagai macam latar belakang budaya, bahasa dan agama, serta warna kulit postur tubuh yang berbeda-beda, tentu juga merupakan pengalaman yang sangat menarik, yang semua tentu tak akan terceritakan di sini. Lama-lama kitapun terbiasa, dan kita pun menjadi bagian dari mereka.
Tahun 1960 beliau  mengakhiri studi beliau di McGill dengan mendapatkan MA dalam Islamic Studies, dengan thesis: "TheNahdhatul Ulama Party (1952-1955): An Inquiry into the Origin ofIts Electoral Success." Pembimbing beliau waktu itu adalah Profesor Rasyidi, yang sebelumnya jadi dutabesar RI di Kairo, kemudianPakistan, dan di awal kemerdekaan jadi Menteri Agama pertama.Waktu itu juga mengajar di sana Prof Fazlul Rahman dan ProfIsmail Faruqi, yang kedua-duanya menoreh sejarah dalam dunia peradaban Islam. Dalam tesis itu beliau mencoba menelusuri di mana letak rahasiakesuksesan Partai NU keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 1955,dari hanya 8 kursi setelah keluar dari Masyumi tahun 1952 menjadi55 kursi dalam Pemilu pertama tersebut. Peranan ulama di tengah-tengah kelompok ummat, terutama di Jawa Timur, ternyatamemang sangat krusial dan menentukan. Saya melakukan risettentang itu di Yale dan Cornell University, Amerika Serikat.
Waktu di Yale beliau  menjadi asisten dari Prof Karl Pelzer,seorang ahli geografi ekonomi, yang ahli tentang masalah plantationdi Sumatera Timur, dan Isidore Dyen, seorang profesor linguistikuntuk bahasa-bahasa Malayo-Polinesia di Asia Tenggara dan Pasifik. setahun beliau di Yale, di New Haven, dan tinggal bersama keluarga Pelzer di North Haven.
Professor Rufus Hendon, ahli antropologi Indonesia dan ahli Bahasa Indonesia, yang datang mendekati beliau ketika sedang duduk-duduk melepaskan lelah di Washington Square di kampusNYU. Profesor langsung bertanya dalam Bahasa Indonesia, apakah beliau  orang Indonesia. Bermula dari pertanyaan sederhana itu beliaulalu mengajak saya untuk turut mengajar di Program Indonesia diNYU itu. Saya mengambil program PhD di bidang Sociology.
Beliau  juga pernah jadi dosen luar biasa di Fakultas HukumMuhammadiyah di Bukittinggi, ASKI (Akademi Seni KarawitanIndonesia) di Padang Panjang, dan program Pasca Sarjana di IKIPPadang -- sekarang UNP: Universitas Negeri Padang. Awal tahun 1971, dengan dorongan dari Dr Peter Weldonyang sudah saya kenal sebelumnya di New York, beliau mendapatkan fellowship dari Ford Foundation yang berbasis di Bangkok untukmelakukan penelitian tentang merantau yang beliau siapkan sebagai disertasi saya di University of Singapore, dengan judul: "Merantau:Minangkabau Voluntary Migration." Saya lahir di rantau, merantauke mana-mana, sambil buminya dipijak, langitnya dijunjung, airnya disauk, rantingnya dipatah. Beliau  menulis tentang merantau itu,sekarang secara akademik dari segi pandangan sosiologi migrasi.Terjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia: "Merantau: PolaMigrasi Suku Minangkabau" (373 hlm) diterbitkan oleh GadjahMada University Press, tahun 1979, dengan cetak ulang tahun 1984,dan dipakai secara luas di banyak universitas di Indonesia sebagai buku rujukan di bidang sosiologi, dan khususnya sosiologi migrasi. Untuk melakukan riset tentang merantau, beliau beroleh kesempatan mengunjungi banyak daerah dan banyak kota diIndonesia di mana perantau Minang banyak didapatkan. Beliau bahkan mendapat kesempatan untuk melakukan riset sampai ke Mindanau dan Sulu di Filipina, di mana, dari catatansejarah mereka (Tarsila).
Selama sembilan bulan pertama di Singapura (Maret-Des1971), beliau mendapatkan residence research fellowship dari Institute of Southeast Asian Studies, di mana beliau memproses hasil penelitian beliau mengenai merantau dengan memanfaatkan dataprocessing system IBM dari Univ of Singapore.
Beliau sekali lagi dapat post graduate fellowship dari FordFoundation atas rekomendasi dari Prof Dr Hans-Dieter Evers,ketua Dept of Sociology.beliau tercatat sebagai mahasiswa lulusan pertama program doktor di bidang Sosiologi di universitas tersebut,tahun 1974. Beliaupun diangkat menjadi ResearchDirector dari Regional Institute of Higher Education and Development (RIHED), Singapura. RIHED adalah lembagapenelitian mengenai perguruan tinggi yang disponsori oleh negara-negara Asean. Selama di RIHED saya banyak melakukankunjungan-kunjungan studi dan seminar ke Malaysia, Thailand danIndonesia. Sewaktu masih di Padang, dan sibuk-sibuknya menggerakkanseminar-seminar dan penelitian tentang Minangkabau.
            Tahun 1980 kembali ke Padang untukmempersiapkan Fakultas Sastra dan Ilmu-Ilmu Sosial, UniversitasAndalas. Ketika Fakultas Sastra diresmikan, tahun 1982, beliau diminta jadi dosen tetap mengajarkan Sosiologi dan mata-matakuliah terkait. Selama ini beliau hanya jadi dosen luar biasa dan tidak meminta jadi pegawai negeri. Di Padang, bahkan di seluruh Sumatera waktu itu, belum ada sosiolog dengan gelar doktor, untuk bisa mengajarkan sosiologi dan ilmu-ilmu terkait. Beliau  diangkat jadipegawai negeri sebagai dosen tetap atas desakan Rektor MawardiYunus dengan dispensasi dari Presiden, karena beliau telah berumur50 tahun waktu itu. Tahun 1988 beliau pensiun tanpa hak pensiun, karena beliau hanya sempat jadi pegawai negeri selama enam tahun, dan tidak pernah meminta kenaikan pangkat.
Beliau masuk dengan pangkat IIIB dan keluar juga IIIB. Prestasi apapun secara akademik yang sudah beliau lakukan sebelum diangkat jadi pegawai negeri secara manca negara rupanya luput dari pertimbangan. beliau hanya dihitung sebagai fresh dari S3.Ketika beliau kemudian diminta oleh Rektor Yurnalis Kamil menyerahkan karya-karya tulis beliau untuk dinilai, ternyata nilai kumulatif  melebihi dua kali dari yang diperlukan untuk gelar profesor. Tapi Senat universitas pada waktu itu menolaknya karena saya termasuk dari jumlah yang sedikit di Sumatera Barat dan diUnand khususnya yang kritis dan vokal terhadap Orde Baru. Namun gelar profesor, di samping gelar Dr, sering dialamat-kan orang kepada saya, walau pangkat saya resminya cuma IIIBketika jadi dosen tetap di Unand. Di luar negeri, bagaimanapun, kemanapun dan di manapun beliau mengajar atau berseminar beliau diperlakukan dan dikualifikasikan sebagai profesor.
            Selama jadi dosen di Unand (1980-1988) beliau banyak mendapat kesempatan melakukan kunjungan-kunjungan studi, menghadiri seminar-seminar, di samping itu juga memberikan kuliah di beberapa universitas di dalam dan luar negeri. Ketika masih dalam mempersiapkan Fakultas Sastra dan Ilmu-Ilmu Sosial di Unand, melakukan kunjungan ke berbagai universitas di Belanda, Jerman dan Inggris. Tujuan utama waktu itu adalah untuk menjalin kerjasama exchange programs ketika Fakultas Sastra dan Ilmu-ilmuSosial nanti berdiri. Fakultas yang baru sekalipun akan cepat dikenal jika kita terlebih dahulu memperkenalkan diri dan mengajak mereka kerjasama dalam kegiatan perkuliahan dan penelitian bersama.Ketika beliau masih aktif di Unand, banyak tenaga-tenaga pengajar luar negeri yang mengajar dan menjadi peneliti tamu di fakultas beliau.
          Sejak awal 1980-an secara akademik beliau telah melansir sebuah konsep dialektika budaya yang waktu itu cukup populer dan sekaligus polemikal dan kontroversial, yaitu perbandingan polabudaya J dan M. Budaya J (Jawa) berada di satu kutub sementara budaya M (Minang) di kutub yang lain dari spektrum budaya Nusantara yang memang sangat beragam. Budaya J melambangkan budaya vertikal, hirarkik, sentripetal, sentralistik, feodalistik,sinkretik, sementara budaya M melambangkan budaya horizontal,egaliter, sentrifugal, desentralistik, demokratik, sintetik. PergumulanIndonesia sekaligus dilambangkan oleh pergumulan antara kedua kutub budaya yang saling tarik-menarik dalam dialektika budaya Nusantara itu. Beliau  pertama kali menyampaikannya tahun 1980 pada sebuahseminar internasional mengenai kebudayaan Minangkabau diBukittinggi yang memang dihadiri oleh banyak peserta dari mancanegara. Mungkin waktu itu "the right topic in the wrong time".
            Beliau juga seorang penulis beliau telah menulis 700 judul buku yang sekarang telah beredar dimana mana."saya ingin tulisan tulisan saya dibukukan seperti teman teman yang lain.karena sayang rasanya jika tak dikumpulkan jadi satu". Ungkap beliau.
            Diantara buku buku yang beliau tulis berjudul Kompendium himpunan ayat ayat Al-qur'an , Menggali hukum tanah dan hukum waris dan disertasi merantaunya berjudul Minangkabau Voluntary Migration disertasinya disampaikan pula dalam international Congress of orientalists di Canberra Australia yang kemudian juga dibukukan menjadi bahan rujukan bagi pengamat.
            ketika beliau mencalonkan diri sebagai anggota DPD-RI tahun 2004, di mana tanpa harus melakukan kampanye sekalipun, merekalah ternyata yang merayap ke mana-mana menyebarkan nama beliau. beliau sendiri waktu itu bahkan ada di Universitas of Michigan, di Ann Arbor, AS,selama lima bulan, ketika orang sedang sibuk-sibuknya memper-siapkan pemilu. beliau baru kembali ke Padang ketika orang sudah mulai berkampanye. beliau tak sekalipun ikut berkampanye seperti orang-orang itu kecuali memberikan ceramah di kampus-kampus dan di mesjid-mesjid. Yang beliau ceritakan justru adalah mengenai pesatnya perkembangan Islam di Amerika seperti yang beliau lihat.Menceritakan perkembangan Islam di Amerika, sampai di mesjid dekat kampus University of Michigan, di Ann Arbor, orang shalat Jumat sampai bergantian dua kali, karena mesjidnya yang cukup besar tapi tidak muat untuk sekali shalat. Bagi audiens ternyata itu lebih menarik daripada mendengarkan janji-janji kosong yang belum tentu akan dipenuhi. beliau hanya di ujung ceramah menitip-kan pesan dengan kata-kata sederhana saja: "Jangan lupa nomor20." Kebetulan nomor saya nomor 20, sama dengan nomor Golkar. Beliau tidak tau siapa yang menolong dengan kesamaan angka itu. Di Sumtera barat Golkar ternyata unggul juga. Mungkin karena Sumatera barat merasakan nikmat berada di bawah rezim Orde Baru.Pemerintah Orde Baru cenderung memberi hati kepada Sumatera barat karena pengalaman pahit selama masa PRRI. Untung juga, tuba dibalas dengan madu, untuk pembangunan yang bersifat fisik, tetapi yang bersifat kultural, tidak. Pola Minangkabau yang mestinya tampil meng-gantikan pola Jawa ketika bandul pendulum beralih ke pola Minagkabau yang demokratik dan egaliter tidak terjadi di awal pergantian rezim, dari Orde Baru ke era Reformasi. Bukti bahwa pola Jawa dan Minangkabau harus diterjemahkan dalam konteks dan konstelasi budaya N (Nusantara)yang didominasi oleh budaya Jawa.
            Selama mengajar di Unand, baik ketika masih sebagai pengajar luarbiasa di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Pertanian, maupun setelah menjadi dosen tetap di Fakultas Sastra dan Ilmu-ilmu Sosial (yangkemudian dipisah), beliau hanya menerapkan prinsip: firm but gentle. Dalam hal disiplin waktu,beliau adalah Pak Hattanya Unand.Biasanya lima menit setelah kuliah dimulai, dan beliau sudah ada didepan kelas teng pada waktunya, pintu ditutup. Tak seorangpunyang bisa masuk lagi, apapun alasannya. Akibatnya, tak satupunyang terlambat, dan mau terlambat. Yang memang terlambat,risikonya, tak bisa masuk. Jadinya, beliau lihat, bukan saja yang resmimendaftar, yang tak resmi mendaftar pun banyak yang ikut di kuliahsaya. Walaupun masih di tahun pertama, beliau melaksanakan sistem kuliah aktif.
            Setelah di hari-hari pertama dijelaskan topik dan ruanglingkup dari perkuliahan, dan dituangkan dalam bentuk silabus,pekerjaan lalu dibagi-bagi dan kelas dikelompokkan ke dalamkelompok-kelompok diskusi, sesuai dengan bab-bab dari buku tekspegangan dan silabus yang dipakai. Setelah saya memberikan kuliah yang sifatnya memberikangaris besar dari permasalahan yang dibicarakan, masing-masingkelompok tampil menyampaikan resume dari buku-buku yangdibaca, lalu diskusipun terjadi. Beliau  sendiri tidak pernah duduk terpaku di belakang meja. Atau membikin sketsa-sketsa, matriks-matriks, atau catatan istilah-istilah yang dipakai, di papan tulis, atau mundar-mandir di ruang kelas, sambil melayangkan tunjuk kemahasiswa untuk menanyakan apapun dari masalah yang sedangdibahas.
Prof.Dr.Mochtar naim juga pernah menjabat sebagai anggota majelis permusyaratan republik Indonesia (MPR RI) 1999-2004 . kemudian 2004-2009 dan 5 tahun menjadi dewan perwakilan daerah republik Indonesia (DPD RI) 2004-2009.
Kepedulian beliau terhadap kelurahan terus berlanjut tentang pembangunan Kelurahan seiring dengan era reformasi pada tahun 1998 dan keluarnya UU no 22 dan 25 tahun 1999 yang memberi kesempatan untuk di kembalikannya pemerintahan desa di sumatera barat kembali ke kekelurahan.
            Setelah beliau berhenti di Unand kesibukan beliau ternyata tidak berkurang, malah bertambah-tambah. Kecuali sibuk dengan berbagai penelitian pesanan dari berbagai Departemen dan lembaga-lembaga, beliau juga banyak diminta untuk memberikan makalah pada berbagai macam seminar, dan ceramah-ceramah. Daftar Karangan dalam buku Kumpulan Karangan ini memperlihatkanbahwa nyaris tidak ada bulan tanpa saya menulis makalah atautulisan apapun yang dimuat di surat kabar atau di manapun, ataudibukukan. Sebuah proyek pribadi yang telah saya mulai sejak sayakembali ke Padang dari Makasar di awal 1980-an, dan berlanjutsampai hari ini, adalah penyusunan Kompendium Al Qur`an yangdiklasifikasi-kan secara tematik-maudhu'i menurut pengklasifikasianilmu pengetahuan cara sekarang. Ide ini bermula ketika saya masihjadi mahasiswa di Institute of Islamic Studies, McGill University, diMontreal, Kanada, akhir 1950-an. Ketika itu kami dibimbing bagai-mana melakukan penelusuran kepustakaan dari masalah yang kitacari. Termasuk tentunya dari apa yang ada dalam Al Qur`an.di samping Fathur Rahman, yaitu buku indeks dalam mencari katadalam Al Qur`an, juga ada buku indeks yang sifatnya topikal dariJules la Baume, misalnya, yang judulnya: Le Koran Analyse. Namun,sistematika pengklasifikasian yang dipakai oleh La Baume tidaklah menurut pengklasifikasian ilmu seperti sekarang tetapi menurut caradia sendiri. Sejak itu terpikir oleh beliau, bagaimana kalau satu waktu beliau yang melakukannya. Membaca dan memahami Al Qur`an yang menjadi pegangan hidup orang Islam, ternyata tidaklah segampang seperti yang dikirakan pada hal Al Qur`an itu dikatakan sebagai hudan, petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Al Qur`an nyatanya lebih untuk dibaca dan dilagukan, tanpa tahu atau perlu tahu tentang yang dibaca dan dilagukan itu. Muslim awam rata-rata tidak tahu dimana letaknya ayat-ayat yang berkaitan dengan sesuatu topik atau masalah, sehingga orang Islam dalam kenyataannya jauh dari petunjuk Al Quran itu. Ide ini pertama kali beliau lontarkan dalam sebuah pengajian dari kelompok intelektual di Mesjid Maipa, dekat pantai Losari,Makasar.
            Beliau  waktu itu jadi Direktur dari Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial di Unhas akhir 1970-an. Mesjid Maipa satu-satunya mesjid waktu itu yang full AC. Setiap Minggu subuh setelah shalat shubuh berjamaah langsung diikuti dengan pengajian dengan topik yang berbeda-beda dan penceramah yang juga berbeda-beda.Pengunjungnya kebanyakan adalah para sarjana dari berbagai universitas dan perguruan tinggi yang tujuannya adalah juga untuk bersosialisasi dan saling kenal mengenal satu sama lain. Pada waktu itulah saya melontarkan ide untuk secara bersama-sama menyusun ayat-ayat Al Qur`an yang disusun secara topikal itu.Ternyata mendapatkan respons yang positif. Namun sampailah waktunya beliau harus kembali ke Padang untuk membantu mempersiapkan Fakultas Sastra dan Ilmu-ilmu Sosial itu, sehingga yang tergarap barulah beberapa juz saja yang dikerjakan secara kolektif bersama-sama dan masih dalam upaya uji-coba dan dengan trial anderror. Proyek inilah yang saya mulai kembali di Padang, yang sekarang beliau lakukan sendirian. Untungnya di awal 1980-an itu komputer sudah masuk ke Padang, dan beliau termasuk yang mula-mula memanfaatkan komputer untuk melakukan klasifikasi ayat-ayat Al Qur`an secara topikal-maudhu'i itu. Sekarang sudah lima jilid yang diterbitkan; yaitu Kompendium ayat-ayat Al Qur`an yang berkaitan dengan Fisika dan Geografi (495 halaman); Botani danZoologi (228 halaman); Biologi dan Kedokteran (390 halaman);Hukum (761 halaman); dan Ekonomi (250 halaman). Tiga jilid lagitinggal menerbitkan, yaitu yang berkaitan dengan Qashash atauKisah-kisah dalam Al Qur`an; Eskatologi, yaitu yang berkaitan dengan Akhirat, ganjaran Surga dan Neraka; dan Himpunan ayat-ayat Do'a dalam Al Qur`an. Ternyata bahwa bagian besar dari doa-doa yang kita baca setiap hari berasal dari Al Qur`an. Yang belum dimulai sama sekali justru adalah yang paling mendasar, yaitu yang berkaitan dengan aqidah dan etika. Mudah-mudahan Allah memberi kelapangan dan umur panjang untuk bisa menyelesaikan-nya. Lembaran baru di era 1990-an dan memasuki abad ke 21 ini ternyata juga memberi warna tersendiri, di mana beliau mulai memasuki dunia politik justru di hari sudah mulai menginjak usia tua.Sambil beliau terus menulis, memberikan ceramah-ceramah dan menyampaikan makalah-makalah di berbagai seminar, dsb, di awal1990-an saya mulai diajak untuk memasuki dunia politik. Selama ini beliau lebih banyak sebagai pengamat yang kritis atau simpatisan pinggiran. Adalah Pak Natsir yang pertama kali menelepon beliau kerumah di Padang agar beliau ikut membantu Partai PPP. Partai PPP katanya memerlukan dukungan dan keikut-sertaan dari para intelek muslim untuk memperkuat partai dari dalam. Saya sesudah itujuga ditelepon oleh Ismail Hasan Meutareum, Ketua Umum PPP waktu itu, mengajak saya berkiprah di PPP.Ajakan itu kemudian beliau terima. Dan beliau didudukkan sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah (MPW) di DPW PPP Sumbar. Jadilah beliau setelah itu benar-benar orang partai, tapi orang partai yang kedalam pun suka menyampaikan kritik dan tegur  sapanya. Karena beliau ditempatkan di kelompok senior dalam partai,maka beliaupun berusaha menempatkan diri sesuai dengan ekspektasi partai. Karena nya beliau tidak terlalu jauh mencampuri urusan dalam partai yang banyak digeluti oleh kelompok teras yang duduk dalam DPW dan yang relatif masih lebih muda. Untungnya beliau sudah dikenal luas dalam partai, dan dalam masyarakatpun, karena nama dan peranan yang beliau mainkan selama ini dalam masyarakat,sehingga beliaupun tidak memerlukan penyesuaian diri yang banyak dalam partai. beliau merasakan bahwa kehadiran beliau dalam partai-pun didambakan oleh para anggota, dan beliaupun senang karenanya. Ketika Pemilu tahun 1992 dan 1997 dilakukan, nama beliaupun dicantumkan sebagai calon untuk duduk di DPR RI. Walau nama beliau termasuk yang terletak di papan atas, namun yang terpilih tetap adalah yang duduk di DPP di Jakarta karena mereka dicalonkan didaerah mereka masing-masing, dan nama mereka disorongkan dari atas. Ketika Reformasi terjadi, Prof .Deliar Noer mengajak beliau untuk ikut mendirikan partai Islam, dengan nama Partai Umat Islam. Karena PPP yang didorong oleh Suharto untuk legitimasi bagi demokrasi rezim Orde Barunya, waktu itu bukanlah partai yang berdasar Islam, tapi Pancasila, sementara beliau menginginkan adanya partai yang berdasar Islam, seperti Deliar Noer dkk, maka beliaupun menulis kepada Pimpinan, via Ketua Umum, PPP, untuk keluar dari partai dan bergabung dengan  PUI. Di PUI beliau ditunjuk menjadi Ketua DPW  PUI Sumbar.
           
 
 
 
 
 
 
 
 
KESIMPULAN
 
            Dari hasil penelitian kami bapak ini adalah sosok yang memang sudah terlatih dari kecil untuk bekerja keras, dari proses kelahirannya saja, beliau lahir dalam keadaan sungsang, tidak normal. Selain itu juga ia ditinggal oleh ibunya ketika ia berusia 9 tahun, saat melahirkan adeknya yang paling bungsu. Beliau anak ketiga dari empat bersaudara, namun adek perempuannya yang kelima dan keenam sudah meninggal ketika masih kecil. Ketika beliau berusia 5 tahun, ia dibawa oleh neneknya ke kampung di banuhhampu bukit tinggi, lalu ia menginjak bangku sekolah 5 tahun d zaman belanda, kemudian zaman jepang dan zaman republik, SR, SMP dan SMA di bukittinggi, tamat SMA Negri Birugo tahun 1951. Dengan nilai terbaiknya beliau d terima UGM yogyakarta, fakultas HESP (Hukum Ekonomi Sosial Politik), setahun kemudian pada tahun 1952 beliau juga masuk PTAIN ( Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) yang baru di buka (cikal bakal IAIN,dan UIN) di fakultas Ekonomi. Karena waktu itu yang berlaku sistem perkuliahan bebas bukan SKS seperti sekarang maka beliau bisa juga untuk mendaftarkan diri ke UII ( Universitas Islam Indonesia) juga fakultas ekonomi.
            Meski kuliah di 3 perguruan tinggi, beliau tetap bisa aktif di organisasi, Mochtar Na'im muda yang saat itu sedang bergiat dengan kegiatan HMI bersama teman-teman ditawari untuk mempelajari Islam di Canada, kesempatan emas itu tidak beliau sia-siakan, dengan berbekal surat rekomendasi dari Buya Hamka beliau di terima di Master Islamic Studies melalui Prof. Wilfred Cantwel Smith, Direktur Institut yang waktu itu datang ke yogya. Buya pada waktu itu menjadi guru besar dalam mata kuliah tasawuf dan sejarah Islam di PTAIN.
            Usut punya Usut dalam perjalanan menuju Montreal, Kanada, september 1957, beliau menyempatkan diri untuk singgah ke Baghdad dan beberapa hari di Kairo dengan jamuan yang sangat menakjubkan, melihat sungai Nil, Al Azhar, masjid-masjid terkenal, museum juga piramid, serta holland di Inggris, "benar-benar pengalaman sukar yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata", ucap beliau ketika ditanya bgaimana komunikasi beliau. Meskipun beliau pernah kursus bahasa Inggris dan membaca buku-buku berbahasa inggris namun, ketika mengucapkannya ada rasa lucu dan ada terkatkan tidak. Namun waktu dan pembiasaan yang menjadi obat mujarabnya. Beliau berlatih langsung di sana bersama orang Inggris yang memang fasih dengan logat-logatnya.
            Bergaul dengan berbagai macam suku bangsa dengan berbagai macam latar belakang budaya, bahasa dan agama, serta warna kulit yang terlihat mencolok dan postur tubuh yang berbeda memberikan kesan dan pengalaman yang tersendiri. Seiring berjalannya waktu kita menjadi terbiasa dan mudah bergaul dengan mereka hingga masuk dan menjadi bagian dari mereka.
            Tahun 1860 beliau mengakhiri masa studynya di McGill dengan mendapatkan gelar MA dari Islamic Studies, dengan thesis yang berjudul Nahdlatul Ulama party (1952-1955), dalam thesis itu saya menelusuri mana letak rahasia kesuksesan partai NU pada pemilu 1955. Setelah itu beliau menjadi asissten professor Karl Pelzer, seorang ahli geografi ekonomi yang ahli dalam masalah plantation di Sumatra Timur. Selama di Yale beliau tinggal bersama keluarga Pelzer selama kurang lebih setahun di North havent. Menjadi kesibukan sampingan beliau mengajar bahasa Indonesia di cornel dan menjadi ketua Summer Program
            Karena situasi yang tidak memungkinkan di Indonesia akibat pemberontakan PRRI, akhirya beliau memutuskan untuk melanjutkan study di New York University, New York. Bermula dari professor Rufus Hendon yang mendekati beliau dan menawari beliau untuk mengajar bahasa indonesia di Program Indonesia di Kyu. Menjadi pengajar inilah yang membuat beliau mendapat kuliah-kuliah gratis hingga dapat gelar Phd.
 
Lampiran :

                   
 Inline imageInline image Inline image

Inline image

                                              
 
                  
 
                                            
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini