Rabu, 04 November 2015

UTS_Kota Sebagai Arena Konflik_Risna Siti Rahmah, Dwi Aryurini, Siti Maghfiroh

Kota Sebagai Arena Konflik

"Konflik Penebar Paku Ranjau dengan Komunitas Saber"

Oleh: Risna Siti Rahmah, Dwi Aryurini, Siti Maghfiroh

 

I.              Pendahuluan

A.    Latar Belakang Permasalahan

Kesan populer secara sepintas tentang kehidupan masyarakat perkotaan dipahami sebagai kelompok masyarakat yang lebih beradab, pintar, terdidik, modern, lebih mudah menerima perubahan, dan lebih mudah menerima dan menyerap informasi. Kesan ini semata-mata dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan tentang masyarakat perkotaan. Padahal, sebagian masyarakat perkotaan tidak seperti pernyataan tersebut. Realitas sosial perkotaan tidak semudah yang dibayangkan. Persaingan yang ketat dan diperlukannya keterampilan khusus, membuat tantangan utama untuk kehidupan yang lebih baik.

Ketidaksesuaian antara harapan dengan realitas sosial perkotaan menimbulkan tindakan-tindakan yang tidak selaras dengan aturan hukum dan norma sosial yang berlaku di masyarakat tersebut. Selain itu, kepentingan dan keinginan seseorang seringkali tidak sesuai dengan kepentingan dan keinginan orang lain. Maka tidak jarang dihadapi perbedaan dan pertentangan yang terjadi.

 Norma-norma dan sanksi sosial yang semakin longgar serta macam-macam sub-kultur, faktor ini memberikan pengaruh yang mengacu; dan memunculkan dis-organisasi dalam masyarakat. Sehingga munculah berbagai jenis tindakan kriminal atau kejahatan. Dengan adanya kejahatan tersebut, merupakan tantangan berat bagi anggota masyarakat.

Kejahatan atau kriminalitas di perkotaan sudah menjadi permasalahan sosial, yang membuat warga menjadi resah. Kejahatan yang dimaksud dalam objek ini terfokus pada tingkah laku atau tingkah pekerti seseorang atau sekelompok yang menyakiti atau merugikan orang lain. Karena tingkat kriminalitas yang terus meningkat setiap tahunnya yang juga dapat terkena kepada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.

Selain itu, cara-cara orang berbuat kriminal semakin bervariasi. Salah satu contohnya adalah kejahatan atau tindakan kriminal yang terjadi di jalan raya, yaitu sekelompok orang yang menebar paku di jalan raya. Aksi ini menimbulkan banyak korban, terutama para pengendara yang melintas di jalan yang mengalami ban bocor. Masalah ini mungkin tidak begitu kompleks kedengarannya seperti masalah-masalah perkotaan lainnya, hanya masalah karena paku, tetapi ini bisa dikatakan sebuah konflik karena sangat merugikan orang lain. Polda Metro Jaya menuturkan jumlah titik ruas jalan rawan ranjau paku ada 47 lokasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Hal penting yang menjadi kajian sosiologi adalah alasan dibalik eksistensi seseorang atau kelompok orang yang melakukan kejahatan dan orang atau kelompok lain yang menjadi korban kejahatan. Apakah kejahatan tersebut muncul karena adanya seseorang yang kuat, yang melakukan kejahatan terhadap orang tau kelompom lain? Jika memang ada orang atau kelompok pemicu kejahatan tersebut, maka ada hal lain dibalik aksinya itu.

Fenomena yang sering dialami para pengendara di jalan raya itu, menarik perhatian untuk dikaji karena dibalik hal yang dianggap biasa ini ternyata menyimpan banyak pertanyaan, mengapa dan siapa yang ada dibalik semua ini, apakah memang ada dengan sendirinya atau memang dengan sengaja pelaku kejahatan agar pihak yang dirugikan dapat menguntungkan. Selain itu masalah ini juga menyangkut masalah ketertiban.

Selain itu, dengan adanya fenomena ini maka munculnya sekelompok orang yang menjadi aktor atau yang mempelopori untuk mengurangi kejahatan di jalan raya, yakni Komunitas Saber (Sapu Bersih Ranjau). Komunitas ini tentu saja setidaknya memberikan dampak yang positif. Hanya persoalan paku banyak berdiri komunitas-komunitas sebagai relawan. Tentu saja, masalah ini menjadi kompleks karena sampai berdiri komunitas-komunitas yang menjadi relawan.  Namun, tindakan positifnya ini justru menimbulkan masalah baru, karena komunitas ini seringkali diintimidasi oleh para penebar paku. Jadi permasalahan ini  hingga sekarang sedikit sulit untuk diselesaikan karena ada dua kelompok yang saling bertentangan, yang satu menyelesaikan dan yang satu menimbulkan. Tentu saja konflik yang sering terjadi.

Masalah ini mungkin bisa dikatakan tidak begitu penting di perkotaan. Namun, sebenarnya masalah ini merupakan konflik yang benar-benar terjadi di sekitar perkotaan. Konflik yang terjadi bukan karena para pengguna jalan yang merasa dirugikan, tetapi para relawanpun sering diintimidasi bahkan sampai kekerasan fisik. Maka, jika kita melihat lebih dekat tentu saja menarik untuk dikaji, hanya dari masalah paku bisa memunculkan banyak masalah dan muncul para relawan.

 

B.     Pertanyaan Penelitian

1.      Pertanyaan Penelitian

Bagaimana konflik yang terjadi antara para relawan Komunitas Saber dengan para penebar paku di jalan raya ?

 

2.      Pertanyaan Teknis

a.       Siapa para penebar paku di jalan raya ?

b.      Apa alasan para penebar paku menebar paku di jalan raya ?

c.       Bagaimana strategi para penebar paku menebar paku di jalan raya ?

d.      Bagaimana terbentuknya dan kontribusi Komunitas Saber terhadap tindakan penebar paku?

 

C.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif digunakan karena studi yang diteliti mengenai kelas sosial, sehingga sesuai dengan teori yang digunakan yaitu, teori Karl Marx mengenai teori konflik.

Dalam penelitian ini, metode kualitatif berfungsi untuk mengungkap dan memahami sesuatu dibalik fenomena yang terjadi. Metode ini juga dapat digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui. Demikian pula metode kualitatif dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.

Pendekatan kualitatif berfungsi dalam mencari informasi mengenai tindakan kriminal di jalan raya dan para relawan yang mempelopori untuk mengurangi kejahatan di jalan raya. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam sesuai dengan pengalaman individu atau kelompok kepada beberapa tokoh atau pelopor "Komunitas Saber". Sedangkan, data sekunder diperoleh dari dokumen "Komunitas Saber" yang dapat menunjang penelitian. Dengan "data pengalaman individu" disini dimaksud bahan keterangan mengenai apa yang dialami oleh individu-individu tertentu. Pengumpulan bahan pengalaman individu ini dilakukan dengan wawancara, dan dengan mengumpulkan data dalam dokumen pribadi. Hal ini dikarenakan pendekatan ini bersifat fleksibel, yaitu melihat dari apa adanya bukan dunia yang seharusnya.

 

D.    Tinjauan Teoritis

Dalam penelitian ini kita akan merujuk pada teori sosial yang dikemukakan oleh Karl Marx. Sebelum membahas bagaimana teori konflik yang dikemukakan oleh Marx. Terlebih dahulu kita mengetahui definisi teori konflik itu sendiri.

Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial,  sehingga konflik bersifat inheren, artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, di mana saja dan kapan saja. Dalam pandangan ini, masyarakat merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Oleh sebab itu, konflik dan integrasi sosial merupakan gejala yang selalu mengisi setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya konflik dan integrasi adalah adanya persamaan dan perbedaan kepentingan sosial. Di dalam setiap kehidupan sosial tidak ada satu pun manusia yang memiliki kesamaan yang persis,  baik dari unsur etnis, kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan, dan sebagainya. Dari setiap konflik ada beberapa di diantaranya yang dapat diselesaikan, akan tetapi ada juga yang tidak dapat diselesaikan sehingga menimbulkan beberapa aksi kekerasan.  Kekerasan merupakan gejala tidak dapat diatasinya akar konflik sehingga menimbulkan kekerasan dari model kekerasan yang terkecil hingga peperangan.

Istilah "konflik" secara etimologis berasal dari bahasa Latin "con" yang berarti bersama dan "figere" yang berarti benturan atau tabrakan. Dengan demikian, "konflik" dalam kehidupan sosial berarti benturan kepentingan, keinginan, pendapat, dan lain-lain. Marx melihat konflik sosial terjadi diantara kelompok atau kelas daripada di antara individu. Hakikat konflik antarkelas tergantung pada sumber pendapatan mereka.

Asumsi  yang mendasari teori Marx antara lain: (1) manusia tidak memiliki kodrat yang persis dan tetap; (2) tindakan, sikap, dan kepercayaan individu tergantung pada situasi kelasnya dan struktur ekonomis masyarakatnya; (3) manusia tidak mempunyai kodrat, lepas dari apa yang diberikan oleh posisi sosialnya; (4) Marx menyamakan basis sebab akibat dari masyarakat dengan kekuatan produksi, yaitu dengan apa yang dihasilkan dan bagaimana sesuatu dihasilkan. Kekuatan produksi (bahan mentah, hasil akhir, dan seluruh metode kerja yang dipakai dalam proses produksi, termasuk alat-alat dan keahlian mereka yang bekerja); (5) Marx membedakan jenis masyarakat atas dasar cara-cara produksi masyarakat dari primitif, perbudakan, feodalisme, kapitalisme, dan komunisme.

Fenomena sosial yang mendasari teori ini antara lain: (1) negara terlibat dalam konflik melalui paksaan dalam bidang hukum untuk memelihara sosial (integrasi); (2) kesenjangan sosial sumber utama konflik; (3) alienasi terjadi karena keterasingan dari sarana dasar produksi, sarana subsistem, dan pekerjaan; (4) kelas adalah motor dari segala perubahan dan kemajuan; dan (5) sejarah kehidupan manusia tidak lebih dari pertentangan antarkelas atau golongan.

Marx berpendapat, konflik pada dasarnya muncul dalam upaya memperoleh akses terhadap kekuatan produksi, apabila ada kontrol dari masyarakat konflik bisa dihapus. Artinya, bila kapitalisme digantikan sosialisme, kelas-kelas akan terhapus dan pertentangan kelas akan terhenti. Strategi konflik Marxian memandang masyarakat sebagai arena individu dan kelompok bertarung untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Konflik dan pertentangan menimbulkan dominasi dan subordinasi, kelompok yang dominan memanfaatkan kekuasaan mereka untuk menentukan struktur masyarakat sehingga menguntungkan kelompok mereka sendiri. Pendekatan konflik Marxian dan Weberin banyak dianut oleh sosiologi modern, tetapi bukan berarti pendekatan ini mendapat dukungan universal. Namun, diakui gagasan konflik Marx dan Weber banyak kegunaannya.

Marx berpendapat, bahwa bentuk-bentuk konflik terstruktur antara berbagai individu dan kelompok muncul terutama melalui terbentuknya hubungan-hubungan pribadi dalam produksi sampai pada titik tertentu dalam evolusi kehidupan sosial manusia,  hubungan pribadi dalam produksi mulai menggantikan pemilihan komunal atas kekuatan produksi. Dengan demikian, masyarakat terpecah menjadi kelompok-kelompok yang memiliki dan mereka yang tidak memilki kekuatan produksi menjadi kelas-kelas sosial. Kelas-kelas sosial yang memiliki kekuatan produksi dapat menyubordinasikan kelas sosial yang lain dan memaksa kelompok tersebut untuk bekerja memenuhi kepentingan mereka sendiri.  Dapat dipastikan hubungan yang terjadi adalah eksploitasi ekonomi. Secara alamiah yang tereksploitasi akan marah dan memberontak untuk menghapuskan hak-hak istimewa mereka.  Untuk mengantisipasi kondisi ini, kelas dominan akan membentuk aparat politik yang kuat, negara yang mampu menekan pemberontakan dengan kekuatan. Akibatnya timbulah konflik,  Marx menyebut dengan konflik "pertentangan kelas.

 

II.           Gambaran Umum

A.    Profil Umum Subjek/Objek

Komunitas Sapu Bersih Ranjau (SABER)

Komunitas Saber merupakan singkatan dari Komunitas Sapu Bersih Ranjau. Komunitas ini merupakan relawan pembersih paku-paku di jalanan. Terbentuk pada tanggal 05 Agustus 2011 yang dipelopori oleh Abdul Rohim. Pria kelahiran Rangkas Bitung, 14 Agustus 1969 ini mendirikan Komunitas Saber berawal dari kekesalannya yang sering kali mengalami ban bocor, karena profesinya sebagai supir ini. Kemudian terbesit untuk membentuk Komunitas Sapu Bersih Ranjau.

Awalnya komunitas ini hanya terdiri dari 5 anggota, seiring berjalannya waktu kini sudah berjumlah 40 anggota. Namun, jumlah anggota yang aktif ada sekitar 27 orang. Selain itu, anggota Komunitas Saber inipun sudah menyebar di wilayah Jakarta, mulai dari Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan bahkan sudah sampai ke wilayah Bekasi.

Rohim bersama komunitasnya setiap hari menjalani aktfitasnya yang hanya mengandalkan biaya sendiri tidak menjadi masalah besar bagi dirinya dan komunitasnya. Aktifitas membersihkan paku di jalan mereka lakukan pagi hari dan malam hari. Pagi hari dimulai dari jam 06.00 sampai jam 09.00, mereka bisa menemukan paku 1-3 kg setiap dan pada malam hari bisa menemukan paku 3-5 kg.

Perbuatan baik tidak selamanya mendapat perlakuan baik pula. Semenjak berdirinya Komunitas Saber, Abdul Rohim sering kali mendapat teror, ancaman, bahkan kekerasan fisik dari oknum penebar paku. Sekarang Komunitas Saber diketuai oleh Siswanto dan Wakil Ketua oleh Abdul Rohim, komunitas ini sekarang resmi dinyatakan sebagai Organisasi Masyarakat (ORMAS) dan didukung dan dilindungi oleh Walikota Jakarta Barat, Polsek Cengkareng, Polda Metro Jaya, dan Masyarakat Cengkareng.

 

 

B.     Lokasi dan Waktu Kajian

1.      Lokasi

Komunitas SABER: Kp. Pedongkelan RT 10/13 Cengkareng Timur Jakarta Barat.

 

2.      Waktu

Komunitas SABER: Selasa, 27 Oktober 2015

 

III.        Analisis Hasil

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat dilakukan analisis dengan merujuk pada teori sosial yang dikemukakan oleh Karl Marx, yaitu teori konflik. Dalam teori konflik dijelaskan bahwa konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial,  sehingga konflik bersifat inheren, artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, di mana saja dan kapan saja. Dalam pandangan ini, masyarakat merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung.

Tindakan menebar paku dijalan ini benar-benar menimbulkan pertikaian, pertarungan atau lebih dikenal dengan istilah konflik. Namun, hal ini apakah memang ada dengan sendirinya atau memang dengan sengaja pelaku kejahatan agar pihak yang dirugikan dapat menguntungkan.

Dalam analisis ini hal yang terpenting menjadi kajian bukan konflik yang terjadi, tetapi alasan dibalik eksistensi seseorang atau sekelompok orang yang melakukan kejahatan. Ternyata pemicu utama kejahatan terebut adalah tidak terpenuhinya kebutuhannya atau penghasilan tidak sesuai dengan kebutuhan. Sehingga untuk mencapai pemenuhan kebutuhan tersebut orang melakukan langkah yang kontroversial, yaitu langkah yang merugikan pihak lain untung keuntungannya, langkah yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma.

Jika kita lihat dari wilayah yang rawan paku pada data berikut ini, kita dapat melakukan analisis. Berdasarkan informasi yang dilansir oleh Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya, berikut jalan-jalan di Jakarta yang banyak sebaran paku:

 

Wilayah

Jalan

Jakarta Barat

Jl. S Parman dari RS Harapan Kita arah lampu merah Slipi (termasuk flyover Slipi)

Dari lampu merah Slipi ke arah Tomang

Jakarta Selatan

Flyover Permata Hijau kearah Pondok Indah (Depan Mesjid Istiqomah)

Jl. Sultan Isakandar Muda ke arah lampu merah Kostrad

Jl. Prof Satrio

Terowongan Casablanca (arah Mal Ambassador)

Jakarta Timur

Jl. TB Simatupang (terutama dekat flyover Lenteng Agung dan ke arah Pasar Minggu)

Dari Menara Saidah ke arah perempatan Kuningan

Jl. MT Haryono (perempatan patung Pancoran dan flyover Pancoran)

Jakarta Pusat

Jl. Gatot Subroto hingga ke perempatan lampu merah kuningan dan arah sebaliknya

Jl. Majapahit (dari arah Tanah Abang menuju Harmoni)

Jl. Gatot Subroto dari depan Bank Mandiri sebelum Polda Metro Jaya sampai Semanggi (terutama malam jika besoknya hari libur)

 

Hal ini tentu saja merugikan bahkan membahayakan para pengguna jalan raya, khususnya para pengendara. Ternyata dibalik adanya penyebar paku merupakan usaha untuk menguntungkan pihak yang memilki pekerjaan atau mata pencaharian yang sesuai.

Pertanyaan yang tentu saja ingin terjawab, mengapa paku disebar di beberapa jalanan Ibu Kota ini. Paku ini tidak mungkin tiba-tiba ada di jalan raya, ternyata, setelah melakukan wawancara, menurut penuturan relawan sapu bersih ranjau paku. Paku yang ada di jalan Ibu Kota ini memang sengaja disebar oleh oknum tertentu. Setelah diselidiki ternyata banyak tambal ban liar di sepanjang jalan, contohnya di Jakarta Barat yang mengarah ke Cengkareng ada sekitar 8 tambal ban liar di daerah ini. Padahal di daerah ini hanya berjarak 2 KM ke arah selanjutnya tetapi jumlah orang yang bekerja membuka tambal ban sangat banyak. Disini bukan bermaksud atau menuduh bahwa penyebar paku di jalan adalah pemilik usaha tambal ban. Karena pasti ada orang yang jujur dalam bekerja. Namun, secara tidak langsung menunjukkan bahwa pemilik usaha tambal ban liar memanglah oknum yang menebar paku di jalanan.

Selain itu, karena adanya masalah paku di jalan raya yang banyak menimbulkan korban, terutama para pengendara. Muncul komunitas-komunitas sebagai relawan untuk membersihkan paku di jalan raya. Terbentuknya komunitas ini tentu berdasarkan pengalamannya yang sering menjadi korban dari penebar paku tersebut. Salah satunya adalah Komunitas Saber, Komunitas Saber ini terbentuk karena adanya masalah yang timbul, yaitu masalah paku-paku yang tersebar di jalan.

Permasalahan ini agak sedikit kompleks sehingga banyak memunculkan komunitas-komunitas relawan, yang tidak mungkin terbentuk karena keinginan semata, melainkan terbentuk sebagai rasa kepedulian yang diawali kekeselan karena sering menjadi korban di jalan raya. Karena itu, perkotaan membutuhkan relawan untuk sedikit meminimalisir masalah ini.

Berdasarkan pekerjaan yang sering dilakukan Komunitas Saber. Pertama, setiap mereka membersihkan paku sekitar 200 meter dari titik awal pati mereka menemukan tambal ban. Kedua, paku yang disebarpun bervariasi, ketika membersihkan paku di 50 meter pertama paku-paku yang disebar masih paku-paku yang kecil, paku yang biasa digunakan untuk triplek. Setelah itu, 50 meter selanjutnya paku-paku yang disebar paku berukuran 3 cm. Dan 100 meter selanjutnya paku-paku berukuran 5 cm, ternyata tak jauh dari situ ditemukan tambal ban. Ketiga, setiap satu titik 50 meter pasti ditemukan sekitar ½ kilogram paku. Keempat, apabila 10 menit saja tidak dibersihkan pasti akan ada korban yang bannya bocor.

 Permasalahan ranjau paku di jalan raya tidak semata-mata mencari korban untuk menambal ban. Selain itu, ada taget semacam menjual ban dalam yang modalnya hanya sekitar Rp. 10.000 sampai Rp. 15.000, mereka bisa menjual sekitar Rp. 50.000. Karena kondisi korban dalam kedaan darurat itu maka mau tidak mau pasti mereka akan mengganti ban dalam. Begitu penuturan Abdul Rohim, pelopor Komunitas Saber. Disini jelas terlihat bahwa para penebar paku ini juga menggunakan strategi dalam menebar paku dijalanan, agar usaha yang dilakukan sesuai dengan keinginan.

Adanya para penebar paku ini jelas menunjukkan konflik yang terjadi. Masalahnya tidak hanya para pengguna jalan saja yang merasa dirugikan atau yang menjadi korban. Tetapi para relawanpun sering mendapat ancaman dari para penebar paku, mulai dari ancaman dengan kata-kata bahkan sampai kekerasan fisik sering terjadi, antara para relawan dengan penebar paku.

Tindakan para relawan dianggap mengganggu pekerjaan para penebar paku yang dianggap menguntungkan baginya. Kontribusi komunitas-komunitas relawan jelas dianggap mengganggu bagi para aksi kejahatan karena rencana yang diharapkannya tidak sesuai dengan keinginannya. Tindakan sosial yang dilakukan dianggap merugikan bagi para penebar paku, yang padahal sangat menguntungkan bagi pengguna jalan.

Kontribusi para relawan di jalan raya ini tentu dapat dirasakan oleh para pengguna jalan, khususnya para pengendara. Selama 4 tahun berdiri Abdul Rohim sendiri sudah mengumpulkan paku sebanyak 1 ton 2 kwintal. Jika dikumpulkan dengan seluruh anggotanya bisa mencapai sekitar 3 ton paku.

Karena kontribusinya jelas dirasakan oleh para pengguna jalan, Komunitas Saber ini mendapat penghargaan dari Walikota Jakarta Barat dan Polda Metro Jaya. Namun, walaupun sering dipublikasikan media atau yang lainnya, para penebar paku tetap saja ada sampai saat ini. Walaupun sampai saat ini penebar paku tidak pernah berhenti mereka tetap menjalankan tugasnya.

Jika kita analisis lebih dalam permasalahan ini sedikit sulit untuk diselesaikan apalagi dihilangkan. Karena jika kita amati konflik terlihat sangat jelas, di satu sisi ada komunitas yang menjadi relawan untuk meminimalisir efek ranjau paku, ada juga komunitas yang menyebar paku. Jadi permasalahan ini sedikit sulit untuk diselesaikan karena ada dua kelompok yang saling bertentangan, yang satu menyelesaikan dan yang satu menimbulkan. Persoalan ini mungkin hanya bisa diminimalisir saja oleh para relawan Komunitas Saber tadi, namun untuk diselesaikan itu agak sedikit sulit karena tidak ada efek jera dari para penebar paku tersebut.

Walaupun demikian pemerintah perlu turun langsung, karena pemerintah lebih memiliki wewenang untuk menertibkan tambal ban liar, karena Komunitas Saber hanya sebatas membantu meminimalisir efek dari ranjau paku itu.

 

IV.        Kesimpulan

Kejahatan atau kriminalitas di perkotaan sudah menjadi permasalahan sosial, yang membuat warga menjadi resah. Kejahatan yang dimaksud dalam objek ini terfokus pada tingkah laku atau tingkah pekerti seseorang atau sekelompok yang menyakiti atau merugikan orang lain. Karena tingkat kriminalitas yang terus meningkat setiap tahunnya yang juga dapat terkena kepada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.

Selain itu, cara-cara orang berbuat kriminal semakin bervariasi. Salah satu contohnya adalah kejahatan atau tindakan kriminal yang terjadi di jalan raya, yaitu sekelompok orang yang menebar paku di jalan raya. Aksi ini menimbulkan banyak korban, terutama para pengendara yang melintas di jalan yang mengalami ban bocor.

Selain itu, dengan adanya fenomena ini maka munculnya sekelompok orang yang menjadi aktor atau yang mempelopori untuk mengurangi kejahatan di jalan raya, yakni Komunitas Saber (Sapu Bersih Ranjau). Komunitas ini tentu saja setidaknya memberikan dampak yang positif.

Namun, karena muncul komunitas ini tentu saja menimbulkan konflik baru. Marx melihat konflik sosial terjadi diantara kelompok atau kelas daripada di antara individu. Dengan munculnya komunitas ini banyak menimbulkan pertikaian atau yang lebih dikenal dengan konflik.

Jika kita amati konflik terlihat sangat jelas, di satu sisi ada komunitas yang menjadi relawan untuk meminimalisir efek ranjau paku, ada juga komunitas yang menyebar paku. Jadi permasalahan ini sedikit sulit untuk diselesaikan karena ada dua kelompok yang saling bertentangan, yang satu menyelesaikan dan yang satu menimbulkan. Persoalan ini mungkin hanya bisa diminimalisir saja oleh para relawan Komunitas Saber tadi, namun untuk diselesaikan itu agak sedikit sulit karena tidak ada efek jera dari para penebar paku tersebut.

 

Daftar Pustaka

Koentjaraningrat. 1986. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia.

Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: KENCANA.

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Terjemahan Muhammad Shodiq dan Imam Muttaqien. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.

Wirawan, I. B. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma: Fakta Sosial, Definisi Sosial, Dan Perilaku Sosial. Jakarta: KENCANA.

 

Lampiran

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini