Rabu, 04 November 2015

Tugas UTS Sosiologi Perkotaan

Kota Sebagai Arena Konflik

( Kelas-kelas Sosial di Pariwisata Gunung Kapur)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah

Sosiologi Perkotaan

Dosen Pembimbing : Dr. Tantan Hermansyah, M.Si





 

Disusun oleh   :

Syahrullah 11140540000002

Azhar Fuadi 11140540000004

Ilmam Fachri Zen 11140540000017

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

I.                   Pendahuluan

A.    Latar Belakang Permasalahan

Sektor pariwisata di indonesia saat ini telah memberikan sumbangan dalam meningkatkan devisa maupun lapangan pekerjaan. Sektor pariwisata juga membawa dampak sosial, ekonomi, maupun dalam konteks pelestarian, pengelolaan sumber daya manusia maupun sumber daya alam dan budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut sangat berperan dalam proses pembangunan dan pengembangan wilayah-wilyah tertentu yang memiliki potensi wisata. Kegiatan pariwsata juga berperan besar dalam memberikan sumbangan bagi pendapatan suatu daerah maupun masyarakat. Kegiatan pariwisata juga diharapkan dapat meningkatkan dan mendorong perkembangan sosial, ekonmi masyarakat, pelstraian budaya, adat istiadat, dan kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri.

Pariwisata di kota Bogor salah satunya adalah Gunung Kapur yang ada di wilayah Bogor Jawa Barat. Pariwisata gunung kapur adalah salah satu destinasi wisata yang banyak dipilih oleh wisatawan untuk berekreasi dan bersantai bersama keluarga. Dibalik keindahan pariwisata Gunung Kapur terdapat masalah atau konflik sosial yaitu adanya kelas-kelas sosial yang menjadi permasalahan di Pariwisata Gunung Kapur. Masalah atau konflik sosial di pariwisata Gunung Kapur yaitu adanya kesenjangan pendapatan antara pemilik modal yang membangun Pariwisata Gunung kapur dengan pengelola pariwisata Gunung Kapur. Pemilik modal berlaku tidak adil karena penjaga pariwisata Gunung Kapur yang sudah berjaga dari pagi sampai sore diberi pendapatan yang tergolong sedikit dan tidak sesuai dengan kerjanya. Pendapatan yang sedikit menjadi konflik yang samapai saat ini tidak terselesaikan.

Teori konflik adalah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.
Pada dasarnya pandangan teori konflik tentang masyarakat sebetulnya tidak banyak berbeda dari pandangan teori funsionalisme structural karena keduanya sama-sama memandang masyarakat sebagai satu sistem yang tediri dari bagian-bagian.Perbedaan antara keduanya terletak dalam asumsi mereka yang berbeda-beda tentang elemen-elemen pembentuk masyarakat itu. Menurut teori fungsionalisme struktural, elemen-elemen itu fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bisa berjalan secara normal. Sedangkan teori konflik, elemen-elemen itu mempunyai kepentingan yang berbeda-beda sehingga mereka berjuang untuk saling mengalahkan satu sama lain guna memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.
Menurut Karl Marx konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk merebut aset-aset bernilai. Bentuk dari konflik sosial itu bisa bermacam-macam, yakni konflik antara individu, kelompok , atau bangsa. pekonomian, dan ia pun memperlihatkan bahwa perjuangan atau konflik juga terjadi dalam bidang distribusi prestise/status dan kekuasaan politik.

 

B.     Pertanyaan Penelitian

1.      Pertanyaan Penelitian

Apakah konflik antara Pemilik modal dengan pengelola di Gunung Kapur dapat mempengaruhi kunjungan wisatawan?

2.      Pertanyaan Teknis

a.       Kapan terjadi konflik antara Pemilik modal dengan pengelola pariwisata Gunung Kapur?

b.      Apa penyebab yang mendasar lahirnya konflik di pariwisata Gunung kapur?

c.       Apa kerugian yang dialami pengelola pariwisata gunung kapur?

 

C.    Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam meneliti konflik sosial di pariwsata Gunung Kapur adalah dengan menggunakan Metode penelitian kualitatif. Metode penelitian Kualitatif merupakan sebuah cara yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu permasalahan. Penelitian kualitatif ialah penelitian riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis serta lebih menonjolkan proses dan makna. Tujuan dari metodologi ini ialah pemahaman secara lebih mendalam terhadap suatu permasalahan yang dikaji. Dan data yang dikumpulkan lebih banyak kata ataupun gambar-gambar daripada angka.

 

Karakteristik Atau Ciri-ciri Penelitian Kualitatif Adapun ciri pokok metode penelitian kualitatif ada lima, yaitu antara lain:

1.      Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian kualitatif berupa lingkungan alamiah. Kajian utama dalam penelitian kualitatif  yaitu peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kondisi dan situasi sosial.

2.      Memiliki sifat deskriptif analitik. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara, dokumentasi, analisis, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, bukan dalam bentuk angka-angka.

3.      Tekanan pada proses bukan hasil. Data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian kualitatif berkaitan dengan pertanyaan untuk mengungkapkan proses dan bukan hasil dari suatu kegiatan. 

4.      Bersifat induktif. Penelitian kualitatif diawali mulai dari lapangan yaitu fakta empiris. Peneliti terjun langsung ke lapangan, mempelajari suatu proses penemuan yang terjadi secara alami dengan mencatat, menganalisis dan melaporkan serta menarik kesimpulan dari proses berlangsungnya penelitian tersebut.

5.      Mengutamakan makna. Makna yang diungkapkan berkisar pada persepsi orang mengenai suatu peristiwa yang akan diteliti tersebut.

 

D.    Tinjauan Teoritis

Teori Konflik dari Karl Marx

Teori konflik muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalisme struktural yang kurang memperhatikan fenomena konflik di dalam masyarakat. Asumsi dasar teori ini ialah bahwa semua elemen atau unsur kehidupan masyarakat harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bias menjalankan fungsinya dengan baik. Karl Marx melahirkan sebuah aliran, yaitu aliran komunisme. Teori konflik adalah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.

 

Pada dasarnya pandangan teori konflik tentang masyarakat sebetulnya tidak banyak berbeda dari pandangan teori funsionalisme structural karena keduanya sama-sama memandang masyarakat sebagai satu sistem yang tediri dari bagian-bagian.Perbedaan antara keduanya terletak dalam asumsi mereka yang berbeda-beda tentang elemen-elemen pembentuk masyarakat itu.Menurut teori fungsionalisme struktural, elemen-elemen itu fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bisa berjalan secara normal. Kunci untuk memahami Marx adalah idenya tentang konflik sosial. Konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk merebut aset-aset bernilai. Bentuk dari konflik sosial itu bisa bermacam-macam, yakni konflik antara individu, kelompok , atau bangsa. Marx mengatakan bahwa potensi-potensi konflik terutama terjadi dalam bidang pekonomian, dan ia pun memperlihatkan bahwa perjuangan atau konflik juga terjadi dalam bidang distribusi prestise/status dan kekuasaan politik.

Menurut  Marx  guna membendung perkembangan kapitalisme yang telah mendorong perkembangan perdagangan,  industri dan pusat-pusat urban sehingga memunculkan dua kelas dalam masyarakat (borjuis dan proletar).  Kelas borjuis (bourgeois),  yaitu mereka yang memiliki alat produksi dan telah mendestabilkan rezim  (tatanan)  lama dalam memegang tempat yang dominan. Kelas borguis tersebut mendominasi dan selalu melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar. Hal ini menjadi fokus kritikan Marx terhadap kapitalisme.

Adapun kalangan proletar atau rakyat jelata,  yaitu mereka yang bekerja untuk para pemilik alat produksi, seperti orang miskin dan terdiri dari sekumpulan tukang di pabrik-pabrik dan para petani yang terusir dari tanahnya dan kemudian menjadi tenaga kerja utama dibengkel kerja dan firma-firma industri besar dan kaum buruh yang bekerja secara tidak manusiawi-jam.(16 jam/hari), eksploitasi anak, kemelaratan, kecanduan alkohol dan degradasi moral yang menimpa kaum buruh. Menurut analisis  Marx, kalangan proletar selalu mengalami ketertindasan akibat lemahnya posisi tawar terhadap kaumborjuis

 

II.                Gambaran Umum Subjek/Obyek Kajian

A.    Profil Umum

Kota Bogor memiliki objek wisata yang cukup menarik. Taman Wisata Tirta Sanita di Gunung Kapur. Lokasinya tidak jauh dari jakarta membuat tempat ini sering dikunjungi oleh warga jakarta dan sekitarnya. Perjalanan menuju objek wisata ini memang terlihat suasana yang gersang, namun setelah sampai di tujuan terlihat pohon rindang dan taman yang asri hadir di hadapan mata, semilir angin mengurangi panas matahari yang mulai terik di siang hari. Area wisata seluas 21.675 meter persegi ini benar-benar mengasyikkan. Ada tempat lapang, danau, bukit, taman dan gua kecil untuk bertuduh.

            Diatas bukit terdapat kolam air kapur yang disalurkan ke kamar mandi di tengah danau. Pengunjung bisa meraskan khasiat air hangat bercampur kapur dan garam ini. Air hangat ini bisa menyembuhkan berbagai penyakit, misalnya reumatik, nyeri tulang, eksim, pegal-pegal, dan lumpuh. Dan menurut direktorat Tata Lingkungan, Departemen Pertambangan dan Energi RI, air hangat ini mengandung kalsium, magnesium, besi, mangan, kalium, natrium, litium, karbondioksida, dan lain-lain. Dengan mandi dan berendam dalam air hangat dan berendam proses penyembuhan bisa dipercepat. Air ini baik pula dimanfaatkan sebagai terapi untuk berbagai jenis penyakit diatas. Selain mandi air panas, di tempat ini kita juga bisa menikmati pemandangan yang indah, karena disekitarnya terhampar panorama bukit kapur dan pepohonan dengan udaranya yang segar. Para pengunjung dapat naik ke atas bukit untuk melihat pemandangan alam sekitarnya. Dan dari arah kejauhan bukit terlihat seperti salju, daerah sekitar tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai daerah perkemahan

            Dikawasan wisata ini juga terdapat beberapa jenis permainan outbound seperti flying fox. Ada juga permainan kolam yang menggunakan bola besar yang dapat dimasuki orang dewasa yang terlihat sangat menantang untuk dicoba. Bola ini harus dipompa terlebih dahulu kemudia digelindingkan ke permukaan kolam. Tiket masuk ke area ini sebesar Rp.8000 untuk dewasa dan Rp.6000 untuk anak-anak. Namun untuk menikmati outbound atau pemandian air panasnya, pengunjung harus membayar lagi.

 

B.     Lokasi dan Waktu Kajian

         Waktu          :           Jumat, 30 Oktober 2015

         Lokasi          :           Kota Bogor Jawa Barat


III.             Analisis Hasil

Gunung Kapur adalah objek wisata yang terbentuk secara alamiah. Permasalahan konflik antara masyarakat dengan perusahaan atau pemilik modal yang beroperasi disekitar objek wisata Gunung kapur sering terjadi sebagai respon masyarakat atau pengelola Gunung Kapur atas ketidaknyamanan dari kegiatan pengelolaan pemilik modal. Melihat semakin sering nya terjadi ketidaksepakatan gaji antara pemilik modal dengan pengelola Gunung Kapur, pemilik modal pun akhirnya menyerahkan sebagian objek gunung kapur kepada masyarakat sekitar tanpa memperhatikan keadaan masyarakat. Sejak saat itu lah pemilik modal menggarap sebagian lahan nya yang lain di objek wisata Gunung Kapur untuk di renovasi keadaannya agar lebih baik dari sebagian yang lain.

Pengelola objek wisata Gunung Kapur dibiarkan mengelola sendiri dan terlepas dari pemilik modal. Namun dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan, masyarakat sekitar Gunung Kapur tidak memiliki kemampuan modal untuk melakukan perbaikan-perbaikan dibidang infrastruktur untuk kembali menyerap wisatawan untuk datang ke objek wisata Gunung Kapur milik pengelola lahan.

Pemilik modal menambahkan berbagai macam infrastruktur seperti berbagai macam arena bermain anak-anak seperti mandi balon, Outbond-Flying Fox, ATV, Motor Cross, Paint Ball dan masih banyak lagi. Tempat pemandian air panas pun kini memiliki dua lokasi berbeda yaitu kamar mandi VIP dan tempat mandi standar biasa. Disana, kamar mandi air panas disediakan per kamar dengan dilengkapi oleh fasilitas Bath Up dan tempat bilas. Berbanding terbalik dengan objek wisata Gunung Kapur milik pengelola lama yang hanya memiliki 3 kolam air panas umum tanpa Bath Up ataupun tempat bilas. Apabila pengunjung ingin membilas sehabis berendam air panas, mereka harus berjalan kaki ke bawah dahulu untuk pergi ke tempat bilas. Tempat pengelola lama pun kini semakin tidak terurus, sampah dibiarkan berserakan, tempat bilas yang tidak memadai serta sulitnya medan untuk mencapai lokasi wisata Gunung Kapur milik pengelola lama.

Konflik antara pengelola dan pemilik modal ini sudah terjadi cukup lama sejak tahun 2008. Pada periode sebelum terjadinya konflik, para pengelola objek wisata Gunung kapur dengan pemilik modal memiliki hubungan yang cukup baik serta komunikasi yang lancar. Para pengelola objek wisata tersebut pun bekerja dengan giat dan rajin. Namun seiring melaju nya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya kebutuhan untuk tetap membuat dapur para pengelola terus mengebul, akhirnya para pengelola pun berunding untuk meminta kenaikan gaji atas hasil kerjanya. Pada akhir tahun 2008, para pengelola objek wisata gunung kapur itu melakukan pertemuan dengan pemilik modal untuk membahas kelanjutan kenaikan upah para pengelola objek wisata Gunung kapur disana. Namun selama beberapa tahun, pemilik modal pun tidak menanggapi keinginan para pengelola dan maka dari itu pemilik modal seakan membuat jarak antara pemilik modal dengan pengelola. Hingga pada tahun 2010, pemilik modal mulai berencana membuat terobosan baru objek wisata Gunung kapur. Pemilik modal pun mulai menggarap lahan nya secara perlahan sehingga membuat para pengelola lama menjadi geram. Setelah satu tahun lamanya, pemilik modal pun secara mengejutkan memberikan sebagian asset yang dimilikinya dari Gunung Kapur tersebut kepada pengelola lama tanpa memperhatikan keberlangsungan keadaan masyarakat pengelola lama objek wisata Gunung Kapur tersebut.

Penyebab mendasar lahirnya konflik antara pemilik modal dengan pengelola objek wisata Gunung kapur adalah disebabkan tidak adanya kesepakatan antara pengelola dengan pemilik modal atas himbauan kenaikan gaji para pengelola objek wisata gunung kapur sehingga pemilik modal seakan membuat jarak antara pengelola objek wisata dengan pemilik modal. Sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan cara musyawarah antara pemilik modal dengan pengelola namun karena keterbatasan waktu yang dimilik pemilik modal, komunikasi yang berjalan diantara pengelola dengan pemilik modal menjadi tidak selancar dahulu. Para pengelola mengeluhkan kenaikan gaji mereka atas dasar meningkatnya kebutuhan ekonomi mereka dikarenakan mereka sudah memiliki keluarga yang harus mereka rawat dengan biaya yang tidak sedikit. Banyak diantara mereka yang memiliki sudah memiliki anak hingga jenjang sekolah menengah dan membutuhkan uang untuk membayar biaya sekolah mereka. 

Para pengelola lama objek wisata Gunung Kapur sangat menyayangkan hal tersebut dimana pemilik modal secara sepihak membuat keputusan untuk memberikan sebagian lahan nya kepada para pengelola lama namun tidak ada kepedulian mengenai keberlanjutan keadaan lahan yang diberikan untuk dikelola oleh pengelola lama sehingga objek wisata Gunung Kapur seperti memiliki dua jenis, yakni objek wisata Gunung Kapur yang memiliki fasilitas cukup lengkap dengan objek wisata gunung Kapur yang memiliki fasilitas tidak memadai.

Hal tersebut tentu saja membuat kesenjangan antara kedua objek wisata yang sama ini. Dengan berbagai fasilitas yang disajikan oleh pemilik modal dalam lahan nya yang diberi nama Taman Wisata Tirta Sanita, tentu saja hal itu mampu menyerap lebih banyak wisatawan dibandingkan dengan lahan yang diberikan kepada pengelola lama. Pendapatan yang mampu diraup oleh pengelola lama saat belum terjadi konflik tersebut dapat mencapai kisaran kurang lebih Rp. 800.000 dalam sehari. Setelah terjadi nya konflik tersebut, maka pengelola lama kini hanya mendapatkan pendapatan yang tidak menentu. Banyak wisatawan yang membandingkan fasilitas objek wisata ini dengan Taman Wisata Tirta Sanita. Keadaan pengelola lama objek wisata Gunung Kapur sekarang sudah tidak dapat melakukan banyak hal. Mereka hanya menunggu wisatawan datang tanpa melakukan tindakan untuk memperbaiki fasilitas disana. Sangat disayangkan, tempat wisata yang menurut kami sangat potensial sebagai tempat wisata untuk melepas penat namun masih banyak dijumpai sampah-sampah yang berserakan dimana-mana dan kurang dikelola dengan baik.

IV.             Kesimpulan

Masalah dasar konflik yang ada di pariwisata Gunung Kapur adalah ketika pengelola objek wisata gunung kapur menginginkan kenaikan gaji karena peningkatan kebutuhan ekonomi namun hal ini tidak dihiraukan oleh pemilik modal, Pemilik Modal mengembangkan sebagian lahan yang dimilikinya untuk dilakukan perbaikan atas sebagian lahan yang dimilikinya dengan menambahkan berbagai macam fasilitas. Namun disisi lain, pemilik modal memberikan sebagian lahan lainnya kepada para pengelola objek wisata untuk dikelola tanpa campur tangan oleh pemilik modal.

 

V.                Daftar Pustaka

1.      Wirawan, Ida bagus. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

2.      Setiadi, Elly M. Kolip,Usman. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

3.      Koentjaraningrat. 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia.

 

VI.             Dokumentasi

 

 

 

 

              Tampak Depan Objek Wisata dan Pengelola Parwisata Gunung Kapur  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini