Waduk dengan panorama danau yang memiliki luas 8.300 ha ini memiliki fungsi yang multiguna, ditinjau dari segi infrastruktur dan pariwisata. Apabila dilihat dari segi infrastruktur, Waduk Jatiluhur difungsikan sebagai pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas terpasang 187,5 MW., dengan produksi tenaga listrik 1000 juta kwh per tahun.
Produksi listrik pertama dimulai pada tahun 1965. Aliran listrik pertama disalurkan ke Bandung melalui saluran udara tegangan tinggi 150 kV milik PLN. Pada tahun 1966 dilakukan penyaluran ke Jakarta. Antara tahun 1979-1981 PLTA unit VI dipasang oleh PT. PLN Pikitdro Jabar dengan kapasitas 32 MW.
Selain menjadi pusat PLTA, Waduk jatiluhur juga menjadi penyedia air irigasi untuk 242.000 ha sawah (dua kali tanam setahun). Pusat pengendali banjir di daerah Kabupaten Karawang dan Bekasi. Pemasok air rumah tangga, industri, dan penggelontoran kota. Juga menjadi pusat pasok air untuk budidaya perikanan air payau sepanjang pantai utara Jawa Barat seluas 20.000 ha.
Pariwisata di Waduk Jatiluhur
Kawasan Waduk Jatiluhur memiliki banyak fasilitas untuk rekreasi yang memadai. Hotel dan bungalow dilengkapi dengan bar, lapangan tenis, bilyard, area perkemahan, kolam renang dengan water slide, ruang pertemuan, playground, dan fasilitas lainnya. Cocok untuk acara kumpul keluarga besar atau acara kantor.
Sarana rekreasi tersebut dilengkapi juga dengan fasilitas olahraga air, seperti mendayung, selancar angin, kapal pesiar, ski air, boating, dan sebagainya. Di perairan Danau Jatiluhur ini juga terdapat budi daya ikan keramba jaring apung, yang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau dalam keheningan malam kita dapat memancing penuh ketenangan sambil menikmati ikan bakar.
Cobalah melewatkan senja di area Waduk Jatiluhur. Menikmati sunset dengan panorama danau, sungguh menimbulkan sensasi tersendiri. Warna langit yang sudah berubah kemerah-merahan, sinar matahari yang membias dari balik bebukitan dan jatuh di atas permukaan danau yang tenang, sungguh pemandangan yang menimbulkan kesan mendalam dan tak terlupakan.
Dampak Lingkungan
Kelestarian Waduk Jatiluhur belum bisa terjaga dengan baik. Terbukti dari banyaknya keramba jaring apung yang ada di sekitar waduk. Kemudian, banyaknya rumah jaga kolam yang salah difungsikan. Rumah jaga kolam yang diperuntukan untuk gudang penyimpanan pakan, sekarang beralih fungsi menjadi rumah hunian bagi penjaga kolam. Dari bentuknya, rumah jaga tersebut ukurannya sama dengan rumah bertipe sederhana, dengan dua kamar tidur, dapur, dan kamar mandi.
Disinyalir banyak penjaga kolam yang membawa keluarga tinggal di rumah jaga tersebut. Dipastikan para penduduk gelap tersebut membuang limbah rumah tangganya ke waduk tersebut, termasuk kotoran dan air kencing. Padahal, sehari-hari pun mereka menggunakan air waduk untuk keperluan mereka, seperti mandi, memasak, mencuci baju, dan sebagainya.
Sayangnya masalah ini belum mendapat perhatian khusus dari pihak yang terkait pada usaha pelestarian lingkungan Waduk Jatiluhur. Bayangkan saja, saat ini jumlah kolam jaring apung yang ada di sekitar waduk Jatiluhur kira-kira mencapai 20.000 unit.
Jika ada 5.000 unit rumah jaga, berarti dampaknya sangat luar biasa. Karena, dalam satu kompleks biasanya menggunakan dua atau tiga penjaga. Semakin banyak warga yang tinggal di atas kolam, semakin bertambah juga tingkat pencemarannya.
Namun masalah rumah jaga tersebut bukanlah satu-satunya penyebab pencemaran air di waduk Jatiluhur. Pasalnya, air dari hulu Citarum saja sudah tercemar. Jadi, ketika air itu masuk ke Waduk Jatiluhur maka kadar kebersihan airnya sudah turun. Apalagi, sekarang ditambah dengan limbah pakan ikan dan limbah rumah tangga penjaga kolam. Jelas, pencemaran ini semakin memprihatinkan.
Pencemaran ini tentu saja berdampak negatif bagi wilayah hilir. Wilayah tersebut di antaranya Karawang, Bekasi, dan sebagian Jakarta. Rata-rata air baku yang digunakan di ketiga wilayah tersebut berasal dari waduk Jatiluhur.
Selain berdampak negatif pada pasokan air baku untuk konsumsi manusia, pencemaran tersebut disinyalir berdampak pua pada penurunan populasi sejumlah spesies ikan yang hidup di Sungai Citarum, salah satu di antaranya jenis beludra yang terancam punah.
Perum Jasa Tirta II Jatiluhur berusaha meminimalisasi penurunan itu dengan menebar 500.000 benur ikan dari berbagai jenis, seperti ikan nila, ikan mas, dan nilem. Dari benur yang ditebar 20% di antaranya jenis beludra.
Dampak Sosial
Banyak dampak sosial ekonomi yang paling menantang dari pembangunanbendungan berhubungan dengan migrasi dan pemukiman# bendungan situs atau didaerah tangkapan air. Bendungan biasanya dibangun pada bagiansudetan.Bagian sudetan inilah yang berdampak utama kepada kehidupanmasyarakat.Bagian ini dibuat lurus diantara lekukan sungai yang befungsi agaraliran air tidak dapat menimbulkan erosi pada badan sungai. 0kan tetapi dengandibangunnya waduk pada bagian ini berdampak langsung ke masyarakat yangdulunya tinggal didaerah ini.masyarakat dikawasan yang menjadi kawasan dari proyek ini harus pindah bertransmigrasi ke tempat lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar