Teori Struktural Fungsional
Para sosiolog abad ke-19 seperti Aguste Comte dan Herbert Spencer sangat terpengaruh oleh persamaan-persamaan yang terdapat antara organisme biologis dengan kehidupan social, sebagaimana telah diamatinya. Spencer bahkan telah menyatakan bahwa masyarakat manusia adalah seperti organisme. Yang pokok dari persektif ini adalah pengertian system yang diartikan sebagai suatu humpunan atau kesatuan dari unsur-unsur yang saling berhubungan selama jangka waktu tertentu atas dasar pola tertentu. Badan manusia dilihat atau dianggap sebagai suatu system yang terdiri dari orang-orang yang saling berhubungan seperti jantung, paru-paru, ginjal, otak dan seterusnya. Setiap organ memiliki satu atau beberapa fungsi tertentu, yang sangat penting bagi kelangsungan hidup organ-organ lain atau bahkan seluruh organisma tubuh. Sebagaimana dikatakan oleh Vander Zanden.
Lembaga-lembaga social dalam masyarakat dianggap sama dengan organ-organ tubuh oleh sosiolog. Lembaga social sebagai unsur struktur dianggap dapat memenuhi kebutuhan kelangsungan hidup dan pemeliharaan masyarakat suatu lembaga ekonomi misalnya, berfungsi untuk mengadakan produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa. Demikian seterusnya setiap lembaga social mempunyai masing-masing fungsi dan dalam hubungan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, para sosiolog yang berpendidikan mempunyai perhatian utama terhadap struktur dan fungsinya maka persfektif dinamakan teori structural fungsional.
Selama beberapa tahun alternatif utama untuk fungsionalisme struktural adalah teori konflik. Kita akan membahas versi tradisional teori konflik Dahrendorf maupun hasil analisis sintesis dan integratif yang lebih belakangan oleh Randaall Collins. Sebelum beralih ke fungsionalisme struktural dan teori konflik yang spesifik kita perlu mengikuti Thomas Bernard (1983) untuk menempatkan kedua teori ini dalam konteks pembahasan yang lebih luas antara teori konsensus (salah satu diantaranya adalah teori konflik sosiologis yang dibahas ini). Teori konsensus memandang norma dan nilai sebagai landasan masyarakat, memusatkan perhatian kepada keteraturan sosial berdasarkan atas kespakatan diam-diam dan memandang perubahan sosial terjadi secara lambat dan teratur. Sebaliknya, teori konflik menekankan pada dominasi kelompok sosial tertentu oleh kelompok lain, melihat keteraturan sosial didasarkan atas perubahan sosial terjadi secara cepat dan menurut cara yang tak teratur ketika kelompok-kelompok subordinat menggulingkan kelompok yang semula dominan.
Fungsionalisme struktural, terutama dalam karya Talcott Parsons, Robert Merton, serta pengikut mereka, mendominasi teori sosiologi selama beberapa tahun. Namun, dalam tiga dekade terakhir arti pentingnya telah merosot secara dramatis dan sekurang-kurangnya dalam beberapa hal telah tenggelam dalam sejarah teori sosiologi. Kemerosotan ini tercemin dalam deskripsi Colomy (1990) terutama fungsionalisme struktural sebagai tradisi teoritis. Fungsionalisme struktural kini hanya bermakna historis, meski juga berperan penting dalam melahirkan neofungsionalisme pada 1980-an. Setelah menyajikan ikhtisar fungsionalisme struktural, akan dibahas neofungsionalisme selaku penggantinya maupun sebagai contoh geraka menuju analisis sintesis dalam teori sosiologi. Tetapi, masa depan neofungsionalisme itu sendiri diragukan karena fakta bahwa pendirinya, Zevrey Alexander, telah berkesimpuan bahwa neofungsionalaisme "tak lagi memuaskan dirinya". Ia menyatakan, "Aku kini memisahkan diriku dari gerakan yang aku sendiri memulainya".
Teori fungsional juga populer disebut teori integrasi atau teori konsensus. Tujuan utama pemuatan teori integrasi, konsensus, atau fungsional ini tidak lain agar pembaca lebih jelas dalam memahami masyarakat secara integral. Pendekatan fungsional menganggap masyarakat terintegrasi atas dasar kata sepakat anggota-anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. Masyarakat sebagai suatu sistem sosial, secara fungsional terintegarasi kedalam suatu bentuk ekuilibrium. Oleh sebab itu, aliran pemikiran tersebut disebut integration approach, order approach, equilibrium approach, atau structural-functional approach (fungsional struktural/fungsionalisme struktural).
Kelemahan teori struktural fungsional
Anggapan dasar teori struktural fungsional terlalu menekankan pada peranan unsur-unsur normatif dari tingkah laku sosial, khususnya pada proses perorangan yang diatur secara normatif untuk menjamin terpeliharanya stabilitas sosial (Sutaryo, 1992)
Berkaitan dengan itu menurut Pierre L. Van den Berghe, anggapan dasar tersebut membuktikan bahwa teori struktural fungsional mengabaikan kenyataan-kenyataan sebagai berikut:
1. Setiap strukturl sosial, di dalam dirinya sendiri, mengandung konflik-konflik dan kontradiksi-kontradiksi yang bersifat internal yang pada gilirannya justru menjadi sumber terjadinya perubahan sosial
2. Reaksi dari suatu sistem sosial terhadap perubahan yang datang dari luar tidak selalu bersifat adjustive
3. Suatu sistem sosial di dalam waktu yang panjang dapat juga mengalami konflik sosial yang bersifat visious circle
4. Perubahan sosial tidak selalu terjadi secara gradual melalui penyesuaian yang lunak, akan tetapi dapat juga terjadi secara revolusioner
DAFTAR PUSTAKA:
Ritzer, George & Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Terjemahan Alimandan. Jakarta: Kencana
Wirawan, Ida bagus. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar