Para sosiolog abad ke-19 seperti Aguste Comte dan Herbert Spencer sangat terpengaruh oleh persamaan-persamaan yang terdapat antara organisme biologis dengan kehidupan sosial, sebagaimana telah diamatinya. Spencer bahkan telah menyatakan bahwa masyarakat manusia adalah seperti organisme. Yang pokok dari persektif ini adalah pengertian system yang diartikan sebagai suatu humpunan atau kesatuan dari unsur-unsur yang saling berhubungan selama jangka waktu tertentu atas dasar pola tertentu. Badan manusia dilihat atau dianggap sebagai suatu system yang terdiri dari orang-orang yang saling berhubungan seperti jantung, paru-paru, ginjal, otak dan seterusnya. Setiap organ memiliki satu atau beberapa fungsi tertentu, yang sangat penting bagi kelangsungan hidup organ-organ lain atau bahkan seluruh organisma tubuh. Sebagaimana dikatakan oleh Vander Zanden.
Robert Nisbet menyatakan: "Jelas bahwa fungsionalisme structural adalah satu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. "(dikutip dalam Turner dan Mryanski, 1979:xi). Kingsley Davis (1959) berpendapat, fungsionalisme struktural adalah sinonim dengan sosiologi. Alvin Goulduer (1970) secara tersirat berpendapat serupa ketika ia menyerang sosiologi Barat melalui analisis kritis terhadap teori fungsionalisme structural Talcott Parsons.
Meski hegemonia tak diragukan dalam dua decade sesudah perang dunia II, fungsionalisme structural sebagai teori sosiologi telah merosot arti pentingnya. Bahkan Wilbert Moore, yang sangat memahami teori ini, menyatakan bahwa teori ini telah "menjadi Sesuatu yang memalukan dalam perkembangan teori sosiologi masa kini" (1978"321). Dua pengamat lainnya menyatakan: "jadi, fungsionalisme sebagai sebuah teori yang bersifat menjelaskan, kami kita sudah 'mati', dan upaya untung menggunakan fungsionalisme sebagai penjelasan teoritis harus ditinggalkan dan mencari perspektif teoritis lain yang lebih memberi harapan. "(Turner dan Maryanski, 1979:141). Demerath dan Peterson (1967) berpandangan lebih positif, menyatakan bahwa fungsionalisme sebagai penjelasan teoritis yang arus ditinggalkan
Dalam fungsionalisme structural istilah structural dan fungsional tidak selalu perlu dihubungkan, meski keduanya biasanya dihubungkan kita dapat mempelajari struktur masyarakat tanpa memperhatikan fungsinya (atau akibatnya) terhadap struktur lain. Begitu pula, kita dapat meneliti fungsi berbagai proses social yang mungkin tidak mempunyai struktur. Ciri utama pendekatan fungsionalisme structural memperhatikan kedua unsur itu. Meski fungsionalisme structural mempunyai berbagai bentuk (Abrahamson, 1978) fungsionalisme kemasyarakatan (societal functionalism) adalah pendekatan yang digunakan dikalangan fungsionalis structural sosiologi (Sztompka, 1974) dan karena itu akan menjadi sasaran . Sasaran perhatian utama fungsionalisme kemasyarakatan adalah struktur social dan institusi masyarakat berskala luas, antar hubungannya dan pengaruhnya terhadap actor.
Teori fungsional juga populer disebut teori integrasi atau teori konsensus. Tujuan utama pemuatan teori integrasi, konsensus, atau fungsional. Pendekatan fungsional menganggap masyarakat terintegrasi atas dasar kata sepakat anggota-anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. General agreements ini perbedaan pendapat dan kepentingan memiliki daya yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan diantara para anggota masyarakat. Masyarakat sebagai suatu sistem sosial, secara fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk ekuilibrium. Oleh sebab itu, aliran pemikiran tersebut disebut integration approach, order approach equilibrium approach, atau structural functional approach (Nasikun, 1995).
Karakteristik perspektif struktural fungsional
Teori ini menekankan keteraturan (order) dan mengabaikan konflik Dn perubHn-perubahan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya antara lain: fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifes, dan keseimbangan (equilibrium).
Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sitem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain (Ritzer, 1992:25)
Asumsi dasarnya adalah setiap struktur dalam sistem sosial fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya, kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya. Secara ekstrem penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat ( Ritzer, 1992:25)
Menurut lawer, teori ini didasarkan pada tujuh asumsi yaitu:
1. Masyarakat harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri atas bagian bagian yang saling berinteraksi
2. Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau hubungan yang bersifat timbal balik
3. Sistem sosial yang ada bersifat dinamis, penyesuaian yang ada tidak perlu banyak mengubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh
4. Integrasi yang sempurna di masyarakat tidak pernah ada, sehingga di masyarakat senantiasa timbul ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan, tetapi ketegangan penyimpangan ini akan dinetralisasi lewat proses pelembagaan
5. Perubahan-perubahan akan berjalan secara gardual dan perlahan-lahan sebagai suatu proses adaptasi dan penyesuaian
6. Perubahan merupakan hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh adanya diferensiasi dan inovasi
7. Sistem diintegrasikan lewat pemilikan nilai-nilai yang sama
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa kalangan fungsional memandang masyarakat manusia itu sebagai berikut:
1. Masyarakat dipandang sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisasi yang bekerja dalam suatu cara yang agak teratur menurut seperangkat peraturan dan nilai yang dianut oleh sebagian besar masyarakat
2. Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang stabil dengan kecenderungan ke arah keseimbangan, yaitu suatu kecenderungan untuk mempertahankan sistem kerja yang selaras dan seimbang
3. Setiap kelompok atau lembaga melaksanakan tugas tertentu dan terus menerus, karena hal itu fungsional
4. Corak perilaku timbul karena secara fungsional bermanfaat
Menurut teori struktural fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem memiliki struktur yang terdiri atas banyak lembaga. Masing-masing lembaga memiliki fungsi sendiri-sendiri. Struktur dan fungsi dengan kompleksitas yang berbeda-beda ada pada setiap masyarakat, baik masyarakat modern maupun masyarakat primitif
Pandangan Robert K. Merton tentang fungsionalisme
Merton menyoroti tiga asumsi atau prostulat yang terdapat dalam teori fungsional:
1. Kesatuan fungsional masyarakat merupakan suatu keadaan di mana seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu tingkat keselarasan atau konsistensi internal yang memadai tanpa menghsdilksn konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur.
2. Postulat fungsionalisme universal. Postulat ini menganggap bahwa "seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi fungsi positif"
3. Postulat indispensability, bahwa "dalam setiap tipe peradaban, setiap kebebasan, ide, objek materiel dan kepercayaan memunuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan, dan merupakan bagian penting tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sistem sebagai keseluruhan.
Teori fungsionalisme struktural yang dikembangkan oleh Merton pada tahun 1948 mendapat beberapa kritik, Pertama, teori Merton masih bersifat konsevartif yang terpusat pada struktur sosial pada struktur sosial dari pada perubahan sosial.
Pandangan Talcott Parsons tentang Fungsionalisme
Di dalam menyajikan perkembangan intelektual, Parsons membuat kerangka tiga fase yang berbeda:
1. Parsons 1, terdiri dari tahap-tahap perkembangannya atas teori voluntaristik dari tindakan sosial
2. Parsons 2, pembebasan dari kekangan teori tindakan sosial yang mengarah struktural fungsional ke dalam pengembangan suatu teori tindakan yang lebih umum yang berisikan konsep-konsep sistem dan kebutuhan-kebutuhan sistem yang sangat penting
3. Parsons 3, mengenai model sibernetika dari sistem-sistem sosial
Kelemahan teori struktural fungsional
Anggapan dasar teori struktural fungsional terlalu menekankan pada peranan unsur-unsur normatif dari tingkah laku sosial, khususnya pada proses perorangan yang diatur secara normatif untuk menjamin terpeliharanya stabilitas sosial (Sutaryo, 1992)
Berkaitan dengan itu menurut Pierre L. Van den Berghe, anggapan dasar tersebut membuktikan bahwa teori struktural fungsional mengabaikan kenyataan-kenyataan sebagai berikut:
1. Setiap strukturl sosial, di dalam dirinya sendiri, mengandung konflik-konflik dan kontradiksi-kontradiksi yang bersifat internal yang pada gilirannya justru menjadi sumber terjadinya perubahan sosial
2. Reaksi dari suatu sistem sosial terhadap perubahan yang datang dari luar tidak selalu bersifat adjustive
3. Suatu sistem sosial di dalam waktu yang panjang dapat juga mengalami konflik sosial yang bersifat visious circle
4. Perubahan sosial tidak selalu terjadi secara gradual melalui penyesuaian yang lunak, akan tetapi dapat juga terjadi secara revolusioner
Pendekatan fungsionalisme struktural dipandang sebagai pendekatan yang bersifat reaksioner dan oleh karenanya dianggap kurang mampu menganalisis masalah-masalahnperubahan kemasyarakatan. Teori struktural fungsionalisme hanya memerhatikan pada kelompok konkret, kekuasaan, konflik, dan perubahan sosial, sehingga dapat dianggap mengabaikan peran individu. Teori ini juga menganggap masyarakat bersifat harmoni, stabil, dan terintegrasi. Oleh sebab itu, dalam pandangan neofungsionalisme teori struktural fungsional harus mendapat autokritik dalam dunia observasi. Sekalipun demikian, teori struktural fungsional masih tetap didukung secara serius oleh kelompok minoritas yang signifikan secara sosiologis.
Teori strukturalisme fungsional pada mulanya diilhami oleh para pemikir klasik, di antara Socrates, Plato, Auguste Comte, Spencer, Durkheim. Para pemikir ini menganut konsep utilitarian yang menganggap individu sebagai konsep utilitarian yang menganggap individu sebagai aktor atomistik, terpisah, dam berdiri sendiri, yang berlaku rasional dengan memaksimalkan keuntungannya dalam berinteraksi sosial.
Socrates menganalogikan sistem sosial dengan tubuh manusia. Plato menyatakan bahwa di dalam sistem sosial terjadi pembagian tugas dan peran. Auguste Comte menggugat individualitas yang bebas dan rasional, dan menginginkan konsensus sosial serta masyarakat diibaratkan sebagai tubuh organik. Spencer menyatakan masyarakat mengalami proses evolusi melalui adaptasi, di mana individu tumbuh dan mencapai kematangan, yang kemudia melahirkan konsep struktur dan fungsi. Adapun durkheim melihat kehidupan bermasyarakat sebagai konsensus sosial dan masyarakat diibaratkan sebagai tubuh organik.
DAFTAR PUSTAKA:
Ritzer, George & Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Terjemahan Alimandan. Jakarta: Kencana
Wirawan, Ida bagus. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar