STRUCTURAL SOCIAL DALAM FUNGSIONALISME
ROBERT K.MERTON
Model analisa fungsional merton merupakan hasil perkembangan pengetahuannya yang menyeluruh tentang ahli-ahli teori klasik. Dia menggunakan peulis-penulis besar seperti Max Weber, William I. Thomas dan E. Durkheim sebagai dasar bagi karyanya. Dipermukaan mungkin terlihat bahwa merton sendiri tidak memiliki suatu teori yang mencoba menyempurnakan berbagai aspek tulisan-tulisan klasik. Akan tetapi didalam keseluruhan tulisan-tulisannya terdapat suatu tema yang menonjol yaitu "arti pentingnya memusatkan perhatian pada struktur social dalam analisa sosiologis."
Karya awal merton sangat dipengaruhi oeh Weber, seperti yang terlihat dalam disertasi doktoralnya yang menganalisa perkembangan ilmu pada abad ke 17 di Inggris. Di sini Merton meneliti hubungan antara protestanisme dan perkembangan ilmu, yang dalam banyak hal sama dengan karya klasik Weber ketika ia menunjukkan korelasi antara Etika protestan dan perkembangan kapitalisme. Di dalam menganalisa berbagai tulisan dari "british royal-society" Merton menunjukkan bahwa "beberapa elemen ketika protestan terkandung di dalam dunia kegiatan keilmuan dan sangat membekas pada sikap-sikap para ilmiawan terhadap pekerjaan mereka" (Merton 1936:3).
Merton pertama kali mengembangkan paradigmanya pada tahun 1948 untuk merangsang peneliti untuk menggunakan teori fungsionalisme structural. Apa yang ia tawarkan segera menjadi model bagi perkembangan teori-teori yag secara ideal menyatu dengan penelitian sosiologis fungsionalisme structural ini kadang kala secara tidak adil, mendapat serangan dari berbagai penjuru, termasuk dari para ahli teori konflik dan psikologi social.
Seperti halnya dengan semua teori,fungsionalisme structural juga bertumpu pada sejumlah asumsi tertentu tentang hakikat manusia dan masyarakat. Asumsi-asumsi tersebut cenderung bersifat konservatif lebih terpusat pada struktur social yang ada daripada pada perubahan social. Masyarakat dianggap terdiri dari bagian-bagian yang secara teratur saling berkaitan. Walaupun skema paradigm Merton merupakan penyempurnaan dari fungsionalisme yang lebih awal, tetapi dia masih tetap saja menekankan kesatuan, stabilitas dan harmoni system social (untuk kritik yang demikian lihat Zeitlin, 1973).
Fungsionalisme structural tidak hanya berlandaskan pada asumsi-asumsi tertentu tentang keteraturan masyarakat, tetapi juga memantulkan asumsi-asumsi tertentu tentang hakekat manusia. Di dalam fungsionalisme, manusia diperlakukan sebagai abstraksi yang menduduki status dan peranan yang membentuk lembaga-lembaga atau struktur-struktur social. Di dalam prwujudannya yang ekstrim, fungsionalisme structural secara implisit memperlakukan manusia sebagi pelaku yang memainkan ketentuan-ketentuan norma atau aturan-aturan masyarakat.
Persyaratan analisa fungsionalisme structural Merton (1975 : 31-37) mencakup pengakuan:
1) Bahwa oleh karena proses diferensiasi, struktur social dapat menimbulkan konflik social
2) Bahwa ambivalensi sosiologis berembang dalam struktur normatif dalam bentuk ketidaksesuaian harapan-harapan yang terpola
3) Bahwa strktur social menimbulkan perubahan didalam struktur-struktur dan perubahan struktur itu sendiri.
Merton mengakui bahwa analisa fungsionalisme structural yang dikemukakannya hanya merupakan salah satu pendekatan dalam ilmu sosiologi, yang harus diakui sebagai pendekatan yang terbaik. Ia mengakui bahwa pendekatan yang ideal adalah sebuah teori tunggal yang menyeluruh, akan tetapi dia merasakan adanya masalah "apabila yang ideal itu dianggap sebagai hal yang ada sekarang ini"( Merton 1975: 29). walaupun Merton pada umumnya terikat pada teori sosiologi naturalistis dan khususnya pada analisa fungsionalisme structural, akan tetapi dia selalu berhati-hati untuk tidak berada di dalam ketertutupan yang dangkal dengan menerimanya sebagi suatu paragigma teoritis tunggal. Sebagaimana yang ia (1975: 28) nyatakan:
Seandainya saya adalah seorang dokter yang dipanggil bukan hanya untuk membuat diagnose akan tetapi juga terapi, maka pendapat saya adalah sebagi berikut: bahwa krisis sosiologis yang kronis tersebut, dengan segala keragaman, persaingan dan pertentangan antar doktrin yang ada di dalamnya, nampaknya menuntut suatu terapi yang kadang-kadang diusulkan untuk mengobati krisis yang bersifat akut, yakni suatu resep tunggal berupa wawasan teoritis yang menawarkan sosiologis yang penuh dan eksklusif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar