Senin, 15 April 2013

Anilawati Nurwakhidin_ekoman _ Anisa Fathonah _Perempuan Pejuang Lingkungan

Kisah Sejarah Pejuang Ekologi
Perempuan Pejuang Lingkungan
Anilawati Nurwakhidin (Koordinator Tim Kampanye Zero Waste YPBB)
Sosoknya begitu sederhana dan wajahnya tanpa polesan make up. Dengan kerudung dan pakaian santai yang biasa dikenakan, senyumnya yang ramah tidak pernah lepas ketika kita menyapa. Perempuan kelahiran 3 Juni ini banyak menghabiskan hari-harinya di Bandung meski berdomisili dengan nenek dan kakeknya di Cimahi.  
Tidak pernah terpikir sebelumnya Anil akan menjadi seperti sekarang ini, sebagai aktivis lingkungan. Mengenang masa kecilnya, Anil mengaku tidak punya cita-cita, ingin jadi seperti apa. Hari-harinya dihabiskan dengan sekolah. Orang tuanya tidak terbiasa berdiskusi tentang visi hidup dengan anak-anaknya.
Di sekolah, katanya, Anil tidak ikut kegiatan berorganisasi. Baru di dunia kampus, dia mengenal kegiatan berorganisasi walaupun sifatnya lebih ke sebagai kegiatan pengisi waktu. Yang terpikir saat itu adalah menjalani sekolah sesuai jenjangnya. Kemudian, setelah lulus kuliah, ya kerja. Kerja itu harus yang menjanjikan di masa tua (baca: pensiun), begitu ucapan orang tuanya saat itu. Meski kuliah di UPI (Universitas Pendidikan Indonesia, dulu namanya IKIP) yang lulusannya identik dengan menjadi guru, tapi Anil tidak berminat menjadi guru di pendidikan formal atau menjadi PNS sesuai keinginan orang tuanya. 
Sampai akhirnya pada tahun 2004, hati Anil terusik ketika mendengarkan siaran salah satu radio swasta di Bandung yang secara rutin menayangkan topik lingkungan. Ia pun menyadari, selama ini ia selalu mencari keterkaitan antara kondisi lingkungan yang ada dengan aktivitas kesehariannya. Di kesempatan lain, Anil menemukan informasi tentang kegiatan kereta kota dari YPBB (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi, salah satu organisasi lingkungan yang fokus pada isu gaya hidup organis)  di mading kampus. Tidak menunggu lama, Anil langsung mendaftar dan terlibat dalam kegiatan relawan. Di sana, Anil mendapat suasana yang berbeda. Hal ini membuat Anil termotivasi untuk belajar dan bisa berperan sesuai dengan minatnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, Anil mengajukan diri menjadi staf YPBB. Anil menemukan sosok yang menginspirasi dan mengubah jalan hidupnya. David Sutasurya (Direktur YPBB) meyakinkan dirinya bahwa kalau kita mau serius di dunia ini pasti ada jalan. Saat itu kondisi YPBB sedang kesulitan pendanaan, tapi hal itu tidak menyurutkan Anil untuk tetap bergabung. Proses pembelajaran di YPBB dijalankan Anil secara bertahap dengan mengkoordinir teman-teman relawan. Untuk peningkatan kapasitas diri, Anil magang di lembaga lain dengan menjalankan peran yang berbeda seperti menjadi notulen, maupun memfasilitasi pelatihan. Sampai akhirnya Anil mendapat tanggung jawab yang lebih besar sebagai Koordinator Program Kampanye Zero Waste.
http://3.bp.blogspot.com/-EtzMqsEcG4M/UIsQntKTrNI/AAAAAAAAACY/YUltWqidH_4/s400/Anil+-+di+CBS.jpg
Anil, duduk di depan, dengan kaus hijau, dalam pelatihan Cara Berpikir Sistem
yang diselenggarakan oleh KAIL
Menjalankan peran sebagai Koordinator Program Kampanye Zero Waste, Anil belajar mengenal jenis-jenis orang yang "berbeda" dan sekaligus melihat bahwa di dunia ini, ada pilihan lain dalam beraktivitas. Adanya dukungan sesama koordinator menjadi penyemangat Anil dalam mengemban tugasnya. Suasana kerja, nilai-nilai di dalamnya dan adanya teman yang saling mendukung menjadi faktor penguat mengapa Anil bisa bertahan sampai enam tahun di YPBB. 
Ketika ditanya soal visi hidup, "Ini selalu menjadi bagian yang sulit dijawab", kata Anil. "Secara gampangnya, saya cukup bahagia bila bisa kumpul dan senang-senang bersama. Saat ada masalah, ada teman untuk tempat bercerita, tukar pikiran dan menyebarkan semangat ber-zero waste. Juga bila hidup ini bermanfaat untuk orang lain", lanjut Anil. Biasanya Anil sangat membutuhkan teman-teman yang bisa diajak ngobrol sebelum membuat keputusan apapun. Mungkin itu juga sebabnya Anil tidak bisa diam dan merasa efektif berpikir kalau sambil berbicara. Sampai ada salah satu teman yang memberi saran kepada Anil untuk mencoba mencatat apa yang Anil bicarakan, sebagai bentuk apresiasi tidak bisa diamnya Anil.
Yang paling menarik dari Anil adalah, ke mana pun dia pergi baik urusan kerja atau pun pribadi, Anil selalu mengkampanyekan gaya hidup organis. Di dalam tasnya tidak pernah ketinggalan satu paket botol minuman (tumbler), wadah makanan, sapu tangan kain dan tas kain bila sewaktu-waktu diperlukan. Jadi dalam membeli sesuatu diusahakan untuk tidak menghasilkan sampah (zero waste) atau paling tidak mengurangi sampah dari awal.
Kekonsistenan dan komitmen untuk menjalankan hidup yang tidak menghasilkan sampah atau tidak berdampak besar pada lingkungan ia coba untuk terapkan dalam kesehariannya. Misalnya kebiasaan menggunakan kendaraan umum, menolak menggunakan sedotan untuk minum, dan lain sebagainya. Kebiasaan ini juga ditularkan Anil ke beberapa teman kuliah yang sering kumpul bersama dan  awalnya tidak mengenal isu zero waste sama sekali. Sampai-sampai ada istilah yang cukup trend di kalangan aktivis lingkungan yaitu 'dosa ekologis'. Lewat sikapnya ini Anil ingin menunjukan pada orang lain bahwa kita bisa hidup selaras dengan alam dan mengingatkan kepada kita bahwa daya dukung alam itu ada batasnya. Hidup nyaman dan bahagia pun bisa dicapai kalau kita bisa hidup zero waste.
Contoh lainnya, dia pernah mengirim berita di media sosial tentang sepatunya yang bolong dan terpaksa harus membeli sepatu baru. Usia sepatu tersebut sudah cukup lama dan sering tembus air bila hujan. Itu satu-satunya sepatu yang Anil punya. Ternyata, yang menanggapi kiriman berita tersebut sampai 32 orang. Juga hal lainnya seperti baju. Orang akan melihat baju yang dipakai Anil itu-itu saja. Padahal dibalik itu semua, Anil mencoba berkampanye untuk menggunakan atau memakai barang apapun selama mungkin, termasuk baju yang dikenakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini