Rabu, 02 Oktober 2013

KHAIRUL ANAM PMI3_tugas 3_kritis dan marxisme

KRITIS DAN MAXISME

Seperti kita ketahui bahwa sebbuah teori adalah pendapat yg didasarkan pd penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi yang bersifat relatif, sehingga jika ada sebuah teori baru dan tolak lebih akurat maka akan di pakailah teori baru tersebut. Maka dari itu kami sebagai penusun akan menjelaskan insya allah secara detail mengenai teori kritis dan maxime sebgaimana berikut:

v  KRITIS

Teori kritis dikemukakan oleh sekelompok ilmuan dan sekolah Frankfurt (Frankfurt school), seperti max horkheimer (1895-1973), theodor adorno (1903-1969) erich fromm (1898), Herbert Marcuse (1990-?), dan jugen habernas (1921), aliran ini disebut Frankfurt school karena para pendukungnya bekerja pada institut riset sosial universitas frankfrurt kebanyakan mereka berasal dari kelas menengah yahudi dan pada waktu perang dunia dunia kedua mereka melarikan diri ke amerika serikat. Teori yang mereka kemukakan disebut "teori kritis" karena dalam karya-karyanya mereka mengeritik berbagai hal di dalam masyarakat. Berikut ini akan diuraikan pandangan-pandangan yang beriksikan kritik terhadap berbagai hal masyarakat[1].

           Adapun mengenai teori kritis ini sebetulnya masih ada pembagian karena teori kritis ini yang pelopori atau produk dari sekelompok neo-marxis jerman tidak puas dengan teori Marxian. Untuk lebih jelasnya mengenai aspek-aspek yang menjadi sorotan mereka pada waktu itu akan saya uraikan sebagaimana berikut:

1)      Kritik terhadap teori Marxian

Teori kritis ini merasa sangat tergangu oleh pemikir Marxian penganut determinisme ekonomi yang mekanistis diantara mereka adalah habermas yang mengkritik mengenai determinisme yang tersirat dibagian tertentu dari pemikiran asli marx, tatepi kritik mereka sangat ditekankan pada neo-marxis terutama karena mereka telah menafsirkan pemikiran marx terlalu mekanistis. Teoritisi kritis bahwa determinis ekonomi keliru, ketika memusatkan perhatian pada bidang ekonomi, tetapi karena mereka seharusnya juga memusatkan perhatian pada aspek kehidupan sosial yang lain[2].

2)      Kritik terhadap positivisme

Aliran kritis menentang positivisme karena berbagai alasan diantaranya adalah pertama, positivisme cenderung melihat kehidupan sosial sebagai proses alamiah. Sedangkan teoritisi kritis lebih menyukai memusatkan perhatian pada aktivitas manusia maupun pada cara-cara aktivitas tersebut memengaruhi  struktur sosial yang lebih luas. Singkatnya positivisme dianggap mengabaikan aktor, menurunkan actor ke derajat yang pasif yang ditentukan oleh kekuatan alamiah. Karena mereka yakin atas kekhasan sifat actor, teoritisi kritis tidak dapat menerima gagasan bahwa hukum umum sains dapat diterapkan terhadap tindakan manusia begitu saja. Positivisme diserang karena berpuas diri hanya dengan menilai alat untuk mencapai tujuan tertentu, dan karena tidak membuat penilaian serupa terhadap tujuan[3].  

3)      Kritik terhadap sosiologi

Sosiologi diserang karena keilmiahannya yakni karena menjadikan metode ilmiah sebagai tujuan didalam dirinya sendiri. Selain dari itu sosiologi dituduh menerima status quo. Alian kritis berpandangan bahwa sosiologi tidak serius mengkritik masyarakat, tidak berupaya merombak struktur sosial masa kini. Menurut aliran kritis, sosiologi telah melepaskaan kewajibannya untuk membantu rakyat yang ditindas oleh masyarakat masa kini[4].

4)      Kritik terhadap masyarakat modern

Pandangan aliran kritis adalah bahwa dalam masyarakat modern penindasan dihasilkan oleh rasionalitas yang menggantikan eksploitasi ekonomi sebagai masalah sosial dominan. Menurut teoritis kritis, rasionalitas formal tidak mencerminkan perhatian mengenai cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Inilah yang dipandang sebagai cara berfikir teknokratis dimana tujuannya adalah untuk membantu kekutan yang mendominasi, bukan untuk memerdekakan individu dari dominasi[5].  

5)      Kritik terhadap kebudayaan massa

Mereka berpendapat bahwa kebudayaan massa adalah alat yang dipakai untuk memanipulasi individu-individu untuk mengikuti apa saja yang ada di dalam masyarakat yang sudah diatur itu. Didalam masyarakat yang demikian individu-individu menjadi tidak kreatif melainkan mengikuti begitu saja apa yang terjadi[6].

v  MARXISME

Agger (1978) menyatakan determinesme ekonomi puncaknya sebagai interpretasi teori Marxian selama periode komunis internasional kedua antara 1889 dan 1914. Periode historis ini sering dilihat sebagai puncak kapitalisme pasar awal. Ledakan pertumbuhan ekonomi ketika itu menimbulkan berbagai berbagai  prresiksi mengenai kematiaanya. Para pemikir marxis yang meyakini determinisme ekonomi memandang kehancuran kapitalisme sebbagai suatu yang tak terelakkan. Menurut mereka marxisme mampu mengahasilkan teori ilmiah tentang kehancuran kapitalisme ini (termasuk aspek lain masyarakat kapitalis) dengan derajat kepercayaan atas peramalannya setara dengan fisika dan ilmu alam[7].  

Adapun mengenai jenis marxisme yang lai akan saya coba uraiakan secara detail sebagaimana berikut:

1)      Marxisme Hegelian

Selain dari teori marxisme murni di atas ada juga kelompok yang mengembangkan teori marxisme tadi, yang mana ada sebuah kelompok marxis kembali ke akar Hegelian dari teori marxis awal yang menekankan pada tingkat objektif material. Marxis Hegelian awal mencoba memperbaiki hubungan dialektika antara aspek subjektif dan objek objektif kehidupan sosial[8]. Perhatian mereka terhadap faktor subjektif memberikan basis bagi perkembagan teori kritis selanjutnya, yang semula hampir sepenuhnya memusatkan perhatian secara ekslusif pada faktor subjektif.      

2)      Marxisme Berorientasi Historis

Pemikir marxis yang berorientasi ke riset historis ini mengaku sebgai pemikir Marxian yang benar-benar memusatkan perhatian pada sejarah. Riset historis marx paling terkenal adalah informasi ekonomi kapitalis (1857-1858/1964). Banyak karya historis berikutnya berdasarkan perspektif Marxian[9].

   

 



[1] Bernard Raho, SVD, Teori Sosiologi Modern. Jakarta, Prestasi Pustaka, 2007, hal_84-85

[2] George ritzer, douglas j. goodman, teori sosiologi modern.  Jakarta, kencana, 2007, hal_176

[3] ibid.hal_177-178

[4] ibid.hal_178

[5] ibid.hal_179

[6] Bernard, SVD, Ob.cit.hal_89

[7] Loc.cit, hal_170

[8] Loc.cit, hal_171-172

[9] Loc.cit, hal_203

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini