Rabu, 02 Oktober 2013

NAMA            : DWIKO MAXI RIANTO

NIM                : 1112054000029

Pengembangan Masyarakat Islam 3A

SOSIOLOGI PERKOTAAN

MARXISME

Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem politik. Pengikut teori ini disebut sebagai Marxis.

A.    Latar belakang

Marxisme merupakan dasar teori komunisme modern Teori ini tertuang dalam buku Manisfesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan Friedrich Engels. Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum, sementara hasil pekerjaan mereka hanya dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya "kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya Untuk menyejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx, kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Inilah dasar dari marxisme.

B.     Pengaruh Marxisme

Salah satu alasan mengapa Marxisme merupakan sistem pemikiran yang amat kaya adalah bahwa Marxisme memadukan tiga tradisi intelektual yang masing-masing telah sangat berkembang saat itu, yaitufilsafat Jerman, teori politik Perancis, dan ilmu ekonomi Inggris. Marxisme tidak bisa begitu saja dikategorikan sebagai "filsafat" seperti filsafat lainnya, sebab marxisme mengandung suatu dimensifilosofis yang utama dan bahkan memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap banyak pemikiranfilsafat setelahnya. Itulah sebabnya, sejarah filsafat zaman modern tidak mungkin mengabaikannya.

C.     Teori Kritis – Marxisme

Sejarah ilmu pengetahuan telah mencatat dan menempatkan ilmu-ilmu sosial pada perdebatan panjang yang dialektis. Semakin kompleksnya hubungan antar-manusia berimplikasi pada semakin dinamisnya perkembangan teori-teori sosial. Di satu sisi ada teori – teori yang telah mapan –status quo, sehingga telah menjadi teori mainstream yang dipakai secara global, namun di sisi lain ada teori yang mencoba untuk melakukan serangkaian perubahan akan dinamika perspektif global.

Teori kritis dan Marxisme merupakan dua bangun pengetahuan yang berawal dari kepentingan dan cita-cita yang sama yaitu penegakan atas emansipasi manusia. Dalam banyak literatur dijelaskan bahwa teori kritis merupakan kelanjutan dari pemikiran Marxis, akan tetapi tidak dapat dinafikkan pula adanya kritik yang dialamatkan teori kritis atas pemikiran Marx. Untuk itu pembahasan pada tulisan ini akan mencoba menguraikan bagaimana kedua teori tersebut dibangun berikut persamaan dan juga perbedaan yang menyertainya.

Sementara itu teori kritis pada awalnya merujuk pada sebuah tradisi pemikiran yang berkembang di sebuah institut penelitian di Universitas Frankfurt, tahun 1920an yang kemudian dikenal dengan mahzab Frankfurt atau Frankfurt School. Pemikiran ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran Georg Hegel, Max Weber, Emmanuel Kant, Sigmund Freud dan terutama Karl Marx. Adapun pemikir utama pada masa itu antara lain Max Horkheimer dan Theodore Adorno. Pemikiran ini banyak mengalami perkembangan dan modivikasi sehingga muncul aliran-aliran baru yang membawa nama seperti Jurgen Habermas sebagai pemikir teori kritis kontemporer. Namun walaupun banyak terinspirasi dari pemikiran Marx, pada dasarnya terdapat perbedaan yang signifikan antara pemikiran teori kritis dengan Marxisme. Hal ini terutama dilihat dari bagaimana kedua teori tersebut dibangun dengan asumsi-asumsi utama yang mendukungnya. Menganalisis lebih jauh dua teori tersebut akan memperlihatkan sejumlah perbedaan ontologis yang tentunya menjadi landasan utama berdirinya setiap teori.

Konsep dialektika-materialis Marxis yang meyakini bahwa kebutuhan material adalah hal utama yang harus dipenuhi setiap manusia untuk dapat bertahan hidup. Pandangan ini kemudian meletakkan kepemilikan atas sarana produksi menjadi hal yang mutlak bagi setiap manusia dalam rangka pemenuhan kebutuahan materialnya. Apa yang dilihat Marxis mengenai kepemilikan sarana produksi ini menjadi dasar munculnya pemikiran tentang perjuangan kelas. Bahwa kepemilikan atas sarana-sarana produksi hanya memunculkan pembagian kelas dimana ada pihak yang memiliki sarana produksi (modal dan teknologi) dan pihak yang memiliki faktor produksi kerja yaitu tenaga kerja.

Dalam pandangan Marxis lebih melihat adanya dominasi ekonomi dalam bentuk penguasaan sumber dan alat produksi, maka teori kritis lebih menekankan aspek budaya dan ideologi yang ada dibaliknya. Teori ktiris mencoba untuk merekonstruksi pandangan Marx yang dinilai terlalu memberi tekanan pada bentuk-bentuk produksi (mode of production) dan mengabaikan aspek-aspek lain di luar kekuatan ekonomi. Pendangan ini terlihat dalam karya-karya bidang sosiologi terutama tulisan Giddens yang menyatakan bahwa teori kritis harus mengalamatkan perhatiannya kepada logika yang terpisah namun saling berhubungan antara state-building, geo-politik, pembangunan kapitalis dan industrialisasi. Senada dengan pemikiran tersebut, Habermas mencoba untuk memperbaiki misi emansipatif yang diperjuangkan Marxisme. Menurut Habermas kekeliruan utama yang dilakukan oleh para pemikir Marxis adalah dengan mengabaikan wilayah independen dari pembelajaran moral-praktis di mana umat manusia mengembangkan kemampuan etika dalam menciptakan tatanan sosial yang menuntut persetujuan agen-agen perwakilan manusia. Pandangan ini menekankan pada totalitas hubungan sosial mengenai bagaimana kekuasaan menyusun tatanan dunia yang berlaku.

Teori kritis berupaya menunjukkan adanya bentuk ketidakadilan dan hegemoni yang terstruktur dan terbentuk dalam masyarakat. Merujuk pada perkembangan teori kritis Gramscian, hegemoni dalam hal ini berbeda dengan dominasi dimana dominasi menggambarkan sebuah pola hubungan kekuasaan yang cenderung ditandai dengan paksaan dan ditopang oleh sarana-sarana militer. Hegemoni di sisi lain menggambarkan pola hubungan kekuasaan yang lebih mengandalkan legitimasi daripada paksaan. Hubungan kekuasaan yang hegemonis ditopang oleh legitimasi yaitu adanya penerimaan, kepatuhan dan dukungan oleh kelompok sosial yang tertindas terhadap sistem yang ada yang sebenarnya sangat eksploitatif

Hubungan antara Teori Kritis dan Marxisme digambarkan dengan kalimat :"Oleh karenanya Institut Penelitian ini tidak mau tergantung pada universitas Frankfurt, yang pada saat itu masih muda, biarpun beberapa anggotanya mengajar di universitas tersebut. Kebanyakan anggotanya merasa simpati kepada marxisme dan beberapa diantaranya menjadi anggota partai komunis Jerman…" Para pemikir Mazhab Frankfurt seperti Max Horkheimer, Friedrich Pollock, Leo Lowenthal, Walter Benjamin, Theodor W.Adorno, Erich Fromm, Herbert Marcuse dan Jurgen Habermas menyimpan jiwa Marxisme dalam filsafat mereka. Kritik Jurgen Habermas pada positivisme misalnya menampakan dengan jelas ciri pemikiran Marx tentang ilmu pengetahuan kritis. Habermas mengemukakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan tidak semata-mata dalam hubungan antara dirinya dengan kenyataan yang netral. Kenyataan selalu dilekatkan dengan kepentingan. Habermas mengajukan tesis tentang Erkenntnisleitende Interesse atau kepentingan yang menjuruskan pengenalan. Dalam hal ini ada tiga macam kepentingan :

a.       Kepentingan pengenalan teknis

b.      Kepentingan pengenalan praktis, dan

c.       Kepentingan pengenalan emansipatoris.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa marxisme dan teori kritis bertujuan mengkritisi sistem kapitalisme dan perspektif-perspektif yang ada sebelumnya. Meskipun demikian, marxisme juga memiliki pendapat tersendiri mengenai sifat dasar manusia, yang dinilai berhubungan (relational) dan berorientasi pada proses, oleh karenanya, marxisme percaya bahwa tidakan manusia sangatlah tergantung pada proses sosial pada lingkungannya. Marxisme menjadi salah satu perspektif yang menyuguhkan segi pandang melalui titik ekonomi yang menghendaki penghapusan sistem kapitalisme yang dinilai sebagai sistem yang disabling, eksploitatif, dan tidak demokratis. Dengan adanya penghapusan kelas-kelas, maka kesetaraan dan keadilan akan sedikit demi sedikit menghilangkan konflik.

Referensi :

Sugiono, Muhadi. Teori Kritis dalam Hubungan Internasional. dalam Asrudin, Refleksi Teori Hubungan Internasional dari Tradisional ke Kontemporer, Yogyakrta : Graha Ilmu. 2009.

Rupert, Mark. Marxism and Critical Theory. in: Tim Dunne, Milja Kurki & Steve Smith (eds.) International Relation Theories. Oxford University Press, pp. 148-165. 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini