Jumat, 21 September 2012

ATIKA SURI JURNALISTIK 1A

KARL MARX

1.      PERTENTANGAN KELAS

 

Marx sering memakai istilah pertentangan kelas dalam tulisan-tulisannya, tetapi dia tidak pernah mendefinisikan secara sistematis apa yang dia maksud tentang istilah ini. Biasanya dia menggunakannya untuk menyatakan sekelompok orang yang berada dalam situasi yang sama dalam hubungannya dengan kontrol mereka terhadap alat-alat produksi. Namun, hal ini belumlah merupakan deskripsi yang sempurna dari istilah kelas sebagaimana yang di gunakan Marx. Kelas bagi Marx, selalu di definisikan berdasarkan potensinya terhadap konflik. Individu-individu membentuk kelas sepanjang mereka berada didalam suatu konflik biasa dengan individu-individu yang lain tentang nilai surplus. Didalam kapitalisme terdapat konflik kepentingan yang inheren antara orang yang memberi upah para buruh dengan para buruh yang kerja mereka diubah kembali menjadi nilai-nilai surplus. Konflik inheren inilah yang membentuk kelas-kelas (ollman, 1976). Karena kelas disefinisikan sebagai sesuatu yang menimbulkan konflik, maka konflik ini berbeda-beda baik secara teoritis, maupun sevara historis. Sebelum mengidentifikasi sebuah kelas, diperlukan suatu teori tentang dimana suatu konflik berpotensi terjadi dalam sebuah masyarakat.

Bagi Marx, sebuah kelas benar-benar eksis hanya ketika orang menyadari kalau dia sedang berkonflik dengan kelas-kelas lain. Tanpa kesadaran ini, mereka hanya akan membentuk apa yang disebut Marx dengan suatu kelas didalam dirinya. Ketika merekamenyadari konflik, maka mereka menjadi suatu kelas yang sebenarnya, suatu kelas untuk dirinya. Ada dua macam kelas yang ditemukan Marx ketika menganalisis kapitalisme, yaitu kelas borjuis dan kelas proletar. Kelas borjuis, merupakan nama khusus untuk para kapitalis ekonomi modern. Mereka memiliki alat-alat produksi dan mempekerjakan pekerja upahan. Konflik antar kelas borjuis dan proletar adalah contoh lain dari kontradiksi antara kerja dan kapitalisme. Tidak satupun dari kontradiksi-kontradiksi ini yang bisa diselesaikan kecuali dengan mengubah struktur kapitalis. Bahkan sampai perubahan tersebut tercapai, kontradiksi semakin memburuk. Masyarakat akan semakin berisi pertentangan dua kelas besar yang berlawanan. Kompetisi dengan toko-toko besar dirantai monopoli akan mematikan bisnis-bisnis kecil dan independen, mekanisasi akan menggantikan buruh tangan yang cekatan, dan bahkan beberapa kpitalis akan ditekan melalui cara-cara ampuh untuk monopoli, misalnya melakukan merger. Semua orang yang digantikan ini akan terpaksa turun kelas menjadi proletariat. Marx menyebut pembengkakan yang tak terelakkan didalam jumlah proletariat ini dengan proletarianisasi.

Sebagai tambahan, karena kapitalis telah mengganti para pekerja dengan mesin-mesin yang menjalankan serangkaian operasi yang sedrhana, maka mekanisasi akan semakin mudah. Sebagai jalannya mekanisai maka semakin banyak orang yang keluar dari pekerjan dan terjatuh dari proletariat ke "tentara cadangan" industri. Akhirnya marx meramalkan suatu situasi dimana masyarakat akan terdiri atas secuil kalangan kapitalis eksploratif dan kelas prolateriat dan "tentara cadangan" industri yang sangat besar. Dengan mereduksi banyak orang kedalam kondisi ini, kapitalisme menciptakan massa yang akan membawa nya kepada keruntuhan. Makin terpusatnya kerja pabrik, sebagaimana kepulihannya memperhebat kemungkinan resistensi yang terorganisasi terhadap kapitalisme. Kemudian daripada itu, hubungan internasional pabrik-pabrik dan pasar-pasar menganjurkan para pekerja untuk menyadari lebih dari sekadarkepentingan lokal mereka sendiri. Inilah yang membawa sebuah revolusi.

 

2.      AGAMA

 

Marx melihat agama sebagai ideologi. Dia merujuk agama sebagai candu masyarakat, namun berikut adalah kutipan catatan Marx:

"Kesukaran agama-agama pada saat yang sama merupakan ekspresi dari kesukaran yang sebenarnya dan juga protes melawan kesukaran yang sebenarya. Agama adalah napas lega makhluk yang tertindas, hatinya dunia yang tak punya hati, spiritnya kondisi yang tanpa spirit. Agama adalah candu masyarakat (marx, 1843/1970)."

Marx percaya bahwa agama seperti halnya ideologi merefleksikan suatu kebenaran, namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa melihat bahwa kesukaran dan ketertindasan mereka diciptakan oleh sistem kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama pada hakikatnya, melainkan menolak suatu sistem yang mengandung ilusi-ilusi agama.

Bentuk keagamaan ini, mudah dikacaukan dan oleh karena itu selalu berkemungkinan untuk menjadi dasar suatu gerakan revolusioner. Kita juga melihat bahwa gerakan-gerakan keagamaan sering berada digarda depan dalam melawan kapitalisme. Meskipun demikia, Marx merasa bahwa agama khusunya menjadi bentuk kedua ideologi dengan menggambarkan ketidak adilan kapitalisme sebagai sebuah ujian bagi keyakinan dan mendorong perubahan revolusioner ke akhirat. Dengan cara ini, teriakan orang-orang tertindas justru digunakan untuk penindasan selanjutnya.

 

 

3.      IDEOLOGI

Perubahan-perubahan yang penting untuk perkembangan kekuatan-kekuatan produksi tidak hanya cenderung di cegah oleh relasi-relasi yang sedang eksis, akan juga ileh relasi-relasi yang pendukung, institusi-institusi dan khususnya, ide-ide umum. Ketika ide-ide umum menunjukkan fungsi ini, Marx memberikan nama khusus terhadapnya: Ideologi. Marx tidak selalu persis tentang penggunaan kata ideologi. Dia menggunakan kata tersebut untuk menunjukkan ide-ide yang berhubungan. Pertama, ideologi merujuk kepada ide-ide yang secara alamiah muncul setiap saat didalam kapitalisme, akan tetapi yang karena hakikat kapitalisme, merefleksikan realitas didalam suatu cara yang terbalik. Untuk hal ini, dia menggunakan metafora kamera obscura, yang menggunakan optik quirk untuk menunjukkan bayang-bayang nyata yang nampak terbalik. Inilah tipe ideologi yang direpresentasikan oleh fetisisme komoditas atau oleh uang. Meskipun kita mengetahui bahwa uang yang hanyalah potongan kertas yang memiliki nilai hanya karena relasi-relasi sosial yang mendsarinya, akan tetapi dalam kehidupan  sehari-hari kita harus memperlakukan uang seolah-ola memiliki nilai sendiri. Walaupun pada hakikatnya kitalah yang memberi nilai pada uang tersebut, akan tetapi yang sering terlihat bahwa uanglah yang memberi kita nilai. Tipe ideologi ini mudah terganggu karena didasarkan pada kontradiksi-kontradiksi  material yang mendasarinya. Nilai manusia tidak benar-benar tergantung pada uang, dan kita sering menemui orang yang hidup membuktikan kntradiksi-kontradiksi itu. Faktanya, disinilah level yang sering menjadikan kita sadar bahwa kontradiksi-kontradiksi material yang diyakini Marx akan membawa kapitalisme ke fase selanjutnya. Misalnya kita menjadi sadar bahwa kerja kita bukan sekadar komoditas, dan bahwa penjualannya melalui umpan menimbulkan alienasi. Atau jika kita tidak menyadari kekacauan karena gerakan politis yang terang-terangan didalam pengamatan gangguan-gangguan inilah penggunaan dari kedua ideologi relevan.

Ketika gangguan-gangguan muncul dan kontradiksi-kontradiksi material mendasar terungkap, tipe kedua ideologi akan muncul. Disini Marx menggunakan istilah ideologi untuk merujuk keada sistem-sistem aturan ide-ide yang sekali lagi berusaha menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi yang berada di pusat sistem kapitalis. Pada kebanyakan kasus, mereka melakukan hal ini dengansalah satu dari tiga cara berikut:

a.       Mereka menghadirkan suatu sistem ide, sistem agama, filsafat, literature, hukum yang menjadikan kontradiksi-kontradiksi tampak koheren,

b.      Mereka menjelaskan pengalaman-pengalaman tersebut yang mengungkapkan kontradiksi-kontradiksi, biasanya sebagai problem-problem personal atau keanehan-keanehan individual, atau

c.       Mereka menghadirkan kontradiksi kapitalis sebagai yang benar-benar menjadi suatu kontradiksi pada hakikat manusia dan oleh karena itu satu hal yang tidak bisa di penuhi oleh perubahan sosial.

Secara umum, golongan-golongan yang berkuasa menciptakan kedua tipe ideologi ini. Misalnya Karl Marx merujuk kepada ekonomi-ekonomi borjuis yang merepresentasikan filsuf-filsuf borjuis, seperi Hegel, karena menganggap bahwa kontradiksi-kontradiksi material bisa diatasi dengan mengubah cara berpikir. Bagaimanapun, proletariat pun bisa menciptakan tipe ideolog ini. Namun, persoalannya bukan siapa yang menciptakan, akan tetapi bahwa ideologi-ideologi selalu menguntungkan golongan yang berkuasa engan menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi yang akan membawa perubahan sosial.

 

4.      MODAL PRODUKSI

Dalam produksi sosial eksistensi, manusia menjalin hubungan dengan hal tertentu yang dibutuhkan dan bebas sesuai keinginan mereka. Hubungan-hubungan produksi ini berkaitan dengan level tertentu yang terkait dengan perkembangan tenaga produksi material. Keseluruhan kebutuhan ini membentuk struktur ekonomi masyarakat, sebagai pondasi riil yang menjadi dasar berdirinya bangunan yuridis dan polotik, dan sebagai jawaban atas bentuk-bentuk tertentu dalam kesadaran sosial. Cara produksi dalam kehidupan material pada umumnya mendominasi perkembangan kehidupan sosial, politik, dan intelektual. Bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya, namun sebaliknya, eksistensi sosial mereka menentukan kesadaran tersebut. Pada taraf perkembangan tertentu tenaga kerja produksi material dalam masyarakat berbenturan dengan hubungan produksi yang ada, mulailah era revolusi sosial. Perubahan dalam pondasi ekonomi disertai dengan kekacauan bangunan besar itu cepat atau lambat terdapat kekacauan dalam kondisi-kondisi produksi ekonomi. Namun ada juga bentuk-bentuk yuridis, politik, religius, artistik, dan filosofis, pendeknya  bentuk-bentuk ideologis tempat manusia didalamnya memperoleh kesadaran akan adanya konflik itu dan akan mendorongnya hingga ke ujung akhir. Jika di reduksi hingga ke garis-garis besarnya, maka cara produksi ala asia, kuno, feodal, dan borjuis tampak sebagai zaman progresif terbentuknya ekonomi dalam masyarakat. Hubungan produksi model borjuis adalah bentuk antagonis terakhir dalam proses sosial produksi. Masa prasejarah kemanusiaan berakhir dengan sistem sosial ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini