Gilang Sakti Perdana
1112051000161
KPI_5D
Etika dan Filsafat Komunikasi/Tugas_5
Etika dalam Komunikasi dan Kebudayaan
"Memahami Dimensi Etik Dalam Ruang Kebudayaan"
Komunikasi
Pengertian komunikasi paling populer datang dari Harold Lasswell, yakni "Who says what in which channel to whom and with what effects", siapa mengatakan apa melalui saluran mana kepada siapa dan dengan pengaruh apa.
Komunikasi didefinisikan sebagai apa yang terjadi bila makna diberikan kepada suatu perilaku. Bila seseorang memperhatikan perilaku kita dan memberinnya makna, komunikasi telah terjadi terlepas dari apakah kita menyadari perilaku kita atau tidak. Bila kita memikirkan hal ini kita harus menyadari bahwa tidak mungkin bagi kita untuk tidak berperilaku. Setiap perilaku memiliki potensi komunikasi. Maka tidaklah mungkin bagi kita untuk tidak berkomunikasi; dengan kata lain, kita tak dapat tidak berkomunikasi.
Budaya
Kata budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Kebudayaan sendiri diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran manusia, sehingga dapat menunjuk pada pola pikir, perilaku serta karya fisik sekelompok manusia
Menurut Koentjaraningrat (1980), kata "kebudayaan" berasal dari kata sansakerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti "budi" atau "akal". Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan "hal-hal yang bersangkutan dengan akal". Sedangkan kata "budaya" merupakan perkembangan majemuk dari "budidaya" yang berupa cipta, karsa, dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa tersebut.
Dimensi Etik dalam Ruang Kebudayaan
Keterkaitan antara dimensi budaya dengan ilmu komunikasi tidak terlepas dari estetika. Sedangkan estetika sendiri berhubungan dengan nilai pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya (Bakhtar, 2004: 166). Ilmu komunikasi dari sudut estetika merupakan seni, karena di dalamnya termuat seni retorika, seni film, dll. Dalam estetika dibicarakan sesuatu itu indah ataukah tidak indah. Sehubungan dengan hal tersebut komunikasi antar budaya dianggap hal yang sangat penting dalam pembangunan. Komunikasi adalah pertukaran simbol, jadi komunikasi antar budaya adalah petukaran simbol dari dua orang atau lebih (etnis/ras) yang dilatarbelakangi oleh faktor perbadaan budaya (Purwasito, 2004: 2), antara lain:
a. Bahasa,
b. Keyakinan,
c. Adat istiadat (norma dan nilai),
d. Kepercayaan,
e. Status sosial-ekonomi, dan sebagainya.
Komunikasi antar budaya ini sangat penting dalam pembangunan karena lewat hal tersebut, komunikasi dapat berlangsung optimal demi tercapainya tujuan secara lebih cepat. Terkait dengan estetika, suatu budaya di satu daerah dianggap bagus/indah, belum tentu di daerah lain juga demikian. Misalnya, orang Papua menggunakan Koteka pada
kesehariannya. Mungkin di daerah Papua hal tersebut dianggap indah, tetapi tidak demikian anggapan masyarakat Jawa, yang menilai pemakaian koteka tersebut terlalu vulgar pada budaya Jawa, sehingga dianggap tidak indah. Demikian juga sebaliknya.
Maka dengan adanya komunikasi antar budaya tersebut dapat terjadi pertukaran simbol, yang mana simbol-simbol itu berhubungan erat dengan estetika. Apabila pertukaran simbol itu terjadi, maka akan muncul interpretasi. Dari interpretasi akan muncul makna mengenai simbol, yang berkaitan dengan estetika. Pemaknaan tersebut tentunya tidak terlepas dari nilai-nilai keindahan dari simbol, sehingga dengan adanya komunikasi antar budaya ini pembangunan akan berjalan lancar, sebab dengan komunikasi antar budaya, nilai-nilai, budaya yang ada dalam suatu masyarakat bisa dimengerti oleh masyarakat lain. Hal ini dilakukan dalam tujuan supaya konflik antar budaya yang sekarang ini sering terjadi, bisa diatasi demi lancarnya roda pembangunan.
Ilmu dalam perkembangannya ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan hidup manusia secara lebih cepat, dan lebih mudah. Demikian halnya dengan ilmu komunikasi, yang dalam perkembangannya berusaha memenuhi kebutuhan dan keperluan manusia untuk berkomunikasi secara lebih cepat dan mudah tanpa memikirkan masalah ruang dan waktu. Tentunya ilmu komunikasi memiliki nilai guna yang begitu besar dalam pembangunan. Nilai guna atau aksiologi ilmu komunikasi tercakup dalam logika, estetika, dan etika.
Ilmu Komunikasi memiliki nilai guna yang dipandang dari dimensi moral, sosial dan budaya dalam pembangunan. Dari dimensi moral, ilmu komunikasi ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat manusia. Dari dimensi sosial, ilmu komunikasi bertujuan untuk mensosialisasikan ide-ide atau program-program pembangunan, melakukan pengawasan lingkungan, menjadi hiburan masyarakat yang bersifat positif, memperkokoh norma-norma sosial, dan sebaganya. Sedang dari dimensi budaya, ilmu komunikasi diharapkan mampu mengikis konflik antar budaya yang bisa menghambat laju pembangunan serta memperkenalkan nilai-nilai budaya masyarakat, kepada masyarakat lainnya.
Sumber;
Onong Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya,1994).
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya Karya, 2005).
Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung: PT. Refika Adimata,1998).
Mohammad Zamroni, "Filsafat Komunikasi pengantar Ontologis, Epistimologis, Aksiologis" (Yogyakata: Graha Ilmu, 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar