Senin, 27 Oktober 2014

Dityan Zahra P/ 1112051000149/ KPI 5E/ Tugas ke-5

Nama               : Dityan Zahra

NIM                : 1112051000149

Kelas               : KPI 5E

Etika dan Filsafat Komunikasi

 

Memahami Dimensi Etik dalam Ruang Kebudayaan

 

Semua orang beranggapan bahwa dalam sebuah pembicaraan kita harus menggunakan etika untuk menghargai dan menghormati lawan bicara. Sebuah teori yang mendefinisikan etika sebagai sebuah cabang ilmu filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma, moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.

Komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi, begitulah menurut Edward T, Hall, karena kebudayaan itu hanya dimiliki manusia maka komunikasi itu milik manusia dan dijalankan diantara manusia.

Budaya berkaitan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-pola budaya. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefenisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh dari sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menempatkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu. Budaya juga berkaitan dengan sifat-sifat dari objek-objek materi yang memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Purwasito (2003) komunikasi bersifat dinamik, artinya komunikasi adalah aktivitas orang-orang yang berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi dan mengalami perubahan-perubahan pada pola, isi dan salurannya.

Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku manusia sangat bergantung pada budaya tempat dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula peraktek-peraktek komunikasi.

Di dalam kehidupan sehari-harinya, manusia tidak akan pernah lepas dari komunikasi. Hal seperti ini memang telah menjadi kodrat kita sebagai seorang manusia yang memang tidak dapat hidup sendiri. Kita selalu membutuhkan orang lain disekitar kita, walaupun hanya untuk sekedar melakukan obrolan basa-basi karena manusia adalah makhluk sosial dan dari dalam interaksi itulah manusia lambat laun menciptakan nilai-nilai bersama yang kemudian disebut sebagai kebudayaan.

Semua manusia didunia memiliki kebudayaan, salah satu komponen kebudayaan adalah nilai. Nilai merupakan suatu referansi atau rujukan yang dipegang sebagai pedoman tingkah laku setiap anggota masyarakat atau kelompok budaya tertentu.

Menurut Jack Odell, etika memberikan kerangka yang dibutuhkan setiap orang untuk melaksanakan kode etik dan moral. Masyarakat tanpa etika adalah masyarakat yang siap hancur. Oleh karena itu, etika adalah prasyarat wajib bagi keberadaan sebuah komunitas social.

Manusia dalam memahami etika tentu saja melalui proses yang disebut enkulturasi yang merupakan proses individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kehidupannya. Seringkali individu belajar dan meniru berbagai macam tindakan,  perasaan dan nilai budaya yang memberi motivasi akan tindakan itu telah di internalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya menjadi suatu  pola yang mantap dan norma yang mengatur tindakannya "dibudayakan".

Banyak kode etik tampil sebagai ide yang berbeda-beda karena mereka berasal dari kebudayaan yang berbeda pula. Dengan memberikan prioritas perhatian pada perbedaan etika maka kita akan mengetahui apa yang patut dan tidak patut dilakukan, dalam kebudayaan kita maupun kebudayaan orang lain. Beberapa aturan mungkin mengandung ambiguitas, misalnya menatap orang lain yang lebih tua umurnya diperkenankan menurut satu budaya, namun dalam kebudayaan lain merupakan hal tabu atau tidak diperbolehkan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini