Senin, 27 Oktober 2014

Thabitha Dhiraja/1112051000141/KPI5E/Etika dan Filsafat Komunikasi

Nama   : Thabitha Dhiraja

NIM    : 1112051000141

Kelas   : KPI 5E

 

Etika dalam Komunikasi dan Kebudayaan

 

            Komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi, begitu kata Edward T. Hall. Karena kebudayaan itu hanya dimiliki oleh manusia maka komunikasi itu milik manusia dan dijalankan diantara manusia. Pada decade tahun 1980-an banyak bukti menunjukkan meningkatnya perhatian masyarakat terhadap menurunnya perilaku etis, khususnya pada kalangan para pejabat yang memiliki tanggung jawab public ataupun pribadi.

            Begitu pentingkah nilai kejujuran dalam masyarakat? Begitu hinakah seseorang jika ia berbohong kepada orang lain? Bukan mahal atau murahnya harga kejujuran, namun sebuah masyarakat tanpa etika sebenarnya adalah masyarakat yang menjelang kehancuran, demikian kata filsuf S. Jack Odell. Dia mengatakan bahwa konsep dan teori dasar etika memberikan kerangka yang dibutuhkan setiap orang untuk melaksanakan kode etik dan moral. Dan prinsip-prinsip etika adalah prasyarat wajib bagi keberadaan sebuah komunitas sosial. Tanpa prinsip etika mustahil manusia bias hidup harmonis dan tanpa ketakutan (Richard. L. Johannesen, 1996, hlm.6).

            Banyak kode etik tampil sebagai ide yang berbeda-beda karena mereka berasal dari kebudayaan yang berbeda pula. Dengan memberikan prioritas perhatian pada perbedaan etika maka kita akan mengetahui apa yang patut dan tidak patut dilakukan, dalam kebudayaan kita maupun terhadap orang lain. Beberapa aturan mungkin mengandung ambiguitas, misalnya perkelahian tidak diperkenankan, namun di lain konteks hal itu dimungkinkan. Atau menatap orang lain yang lebih tua umurnya diperkenankan menurut satu budaya, namun dalam kebudayaan lain merupakan hal tabu. Inilah bentuk konflik etika. Jadi, isu etika dalam komunikasi antarbudaya mengajarkan berbagai jawaban atas pertanyaan bagaimana menerapkan dan menumbuhkan isu-isu pengetahuan etika antarbudaya.

            Semua masyarakat di dunia memiliki kebudayaan, salah satu komponen kebudayaan adalah nilai. Nilai merupakan suatu referensi atau rujukan yang dipegang sebagai pedoman tingkah laku setiap anggota masyarakat atau kelompok budaya tertentu. Jack Odell berkata, etika memberikan kerangka yang dibutuhkan setiap orang untuk melaksanakan kode etik dan moral. Masyarakat tanpa etika adalah masyarakat yang siap hancur. Oleh karena itu, etika adalah prasayarat wajib bagi keberadaan sebuah komunitas sosial. Mempelajari komunikasi antarbudaya berarti kita mempelajari (termasuk membandingkan) kebudayaan orang lain, mempelajari satu atau lebih nilai kebudayaan lain, sekurang-kurangnya yang ditujukan oleh tampilan perilaku mereka. Jika perilaku antarbudaya merupakan wujud nilai yang didalamnya mengandung etika suatu masyarakat maupun komunitas maka perkenalan terhadap nilai budaya orang lain juga sangat perlu. Kita berusaha untuk membentuk suatu masyarakat bersama yang beretika yakni suatu masyarakat yang bias hidup harmonis dan tanpa ketakutan. Dengan alasan yang sama adalah etis jika kita juga mempelajari komunikasi antarbudaya.

            Kemudian etika komunikasi tampak jelas dalam peranan atau fungsi komunikasi. Komunikasi berfungsi menyampaikan informasi mengenai suatu kebenaran. Tetapi dari suatu kepentingan dengan cara apapun juga kebenaran yang dimaksud sesungguhnya hanya dimanfaatkan untuk mengejar kepentingan itu. Kebenaran disederhankan menjadi semacam kepercayaan yang dianggap masuk akal dalam batas-batas pengetahuan atau cara berpikir tertentu. Untuk dapat berkomunikasi secara efektif setiap orang dalam sebuah masyarakat bersistem diandaikan mempunyai kebebasan untuk menafsir dan mempunyai orientasi nilai kebudayaan yang kurang lebih sama.

Fungsi komunikasi yang lain ialah mendistribusikan dan mengontrol. Kontrol dilakukan dengan cara menghasilkan dan memaksakan sebuah aturan main yang membatasi pilihan-pilihan pola bahasa dan perilaku yang tersedia bagi konsumen. Berdasarkan norma-norma komunikasi yang sudah dibakukan seseorang diharuskan untuk bertindak atau berbicara secara tertentu pula. Dalam arti tertentu bahasa, adat dan agama memang merupakan produk sosial akal budi dari sebuah komunitas. Akal budi seseorang dianggap tak akan berkembang secara manusiawi dan berbuah secara sosial kalau tak hidup dalam produk-produk yang dihasilkan oleh komunitas itu, meskipun produk yang dimaksud juga hanya produk kebudayaan yang simbolik dan metaforis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini