Senin, 16 Maret 2015

Metlit Kualitatif, Paradigma Penelitian Kualitatif. Firda Zanariyah BPI 6

Nama               : Firda Zanariyah

NIM                : 1112052000031

Jurusan            : Bimbingan dan Penyuluhan Islam

A.    Paradigma Penelitian Kualitatif

Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengajar kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun oleh para praktisi melalui model-model tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigm. Paradigma, menurut Bogdan dan Biklen (1982:31), adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mnegarahkan cara berpikir dan penelitian.

Paradigm merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur (bagian dan hubungannya) atau bagaimana bagian-bagian berfungsi (perilaku yang didalamnya ada konteks khusus atau dimensi waktu). Kuhn (1962 dalam The Structure Of Scientific Revolutions mendefinisikan 'paradigma ilmiah' sebagai 'contoh yang diterima tentang praktek ilmiah sebenarnya, contoh-contoh termasuk hokum, teori, aplikasi, dan instrumentasi secara bersama-sama yang menyediakan model yang darinya muncul tradisi yang koheren dari penelitian ilmiah. Penelitian yang pelaksanaannya didasarkan pada paradigm bersama berkomitmen untuk menggunakan aturan dan standar praktek ilmiah yang sama.

Berdasarkan definisi Kuhn tersebut, Hrmon (1970) mendefinisikan 'paradigma' sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang visi realitas.

Ada bermacam-macam paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahhuan adalah scientific paradigm (paradigma keilmuan, namun untuk memudahkan penulis menerjemahkannya secara harfiyah secagai paradigma ilmiah) dan naturalistic paradigm atau paradigma alamiah. 

B.     Penelitian Kualitatif

Merupakan metode-metode yang mengeksplorasi dan memahami mkna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah social atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya yang penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para patisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data. Laporan akhir untuk penilitian ini memilki struktur atau kerangka yang fleksibel. Siapa pun yang terlibat dalam bentuk penelitian ini harus menerapkan cara pandang penelitian yang berguna induktif, berfokus terhadap makna individual, dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan (diadaptasi dari Creswell 2007)

C.     Tiga komponen penting dalam rancangan penelitian

Para peneliti harus mempertimbangkan tiga komponen penting, yaitu:

1.      Asumsi-asumsi pandangan dunia (worldview) filosofis yang mereka bawa kedalam penelitiannya.

2.      Strategi penelitian yang berhubungan dengan asumsi-sumsi tersebut

3.      Metode-metode atau prosedur-prosedur spesifik yang dapat menerjemahkan strategi tersebut ke dalam praktik nyata.

 

a.       Pandangan Dunia Post-Positivisme

Asumsi-asumsi post positivisme mempresentasikan bentuk tradisional penelitian, yang kebenarannya lebih sering disematkan untuk penelitian kunatitatif ketimbang penelitian kualitatif. Pandangan dunia ini terkadang disebut sebagai metode saintifik atau penelitian sain. Ada pula yang menyebutkan sebagai penelitian positivis/post positivis, sains empiris dan post positivism. Istilah terakhir disebut post-positivisme karena ia mepresentasikan pemikiran post-positivisme, yang menentang gagasan tradisional tentang kebenaran absolute ilmu pengetahuan (Philips &Burbles, 2000), dan mengakui bahwa kita tidak bisa terus menjadi "orang yang yakin/ positif" pada klaim-klaim kita tentang pengetahuan ketika kita mengkaji perilaku dan tindakan manusia, dalam perkembangan historisnya, tradisi post-positivis ini lahir dari penulis-penulis abad XIX, seperti Comte, Mill, Durkheim, Newton, dan Locke 9Smith, 1983).

Kaum post-positivis mempertahankan filsafat deterministic bahwa sebab-sebab (factor-faktor kausatif) sangat memungkinkan menentukan akibat atau hasil akhir. Untuk itulah, problem-problem yang dikaji oleh kaum post-positivis mencerminkan adanya kebutuhan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab memengaruhi hasil akhir, sebagaimana yang banyak kita jumpai dalam penelitian eksperimen kuantitaif.

Pengetahuan yang berkembang melalui kacamata kaum postivis selalu didasarkan pada observasi dan pengujian yang sangat cermat terhadap relaitas objektif yang muncul didunia "luar sana" untuk itulah melakukan observasi dan meneliti perilaku individu dengan berlandaskan pada ukuran anka dianggap sebagai aktivitas yang amat penting bagi kaum psot-positivis. Akibatnya, muncul hokum-hukum atau teori yang mnegatur dunia, yang menuntut adanya adanya pengujian dan verifikasi atas kebenaran teori-teori tersebut agar dunia ini dapat dipahami oleh manusia.

Membaca buku Philips dan Burbules (2000), kita akan menemukan sejumlah asumsi dasar yang menjadi inti dalam paradigma penelitian post-postivis, antara lain"

1.      Pengetahuan bersifat konjektural/ terkaan (dan antifondasional/ tidak berlandasan apa pun) bahwa kita tidak akan pernah mendapatkan kebenaran absolut. Untuk itulah, bukti yang dibangun dalam penelitian seringkali lemah dan tidak sempurna.

2.      Penelitain merupakan proses membuat klaim-klaim, kemudian menyaring sebagian klaim tersebut menjadi "klaim-klaim lain" yang kebenarannya jauh lebih kuat.

3.      Penelitian dibentuk oleh data, bukti dan pertimbangan-pertimbangan logis

4.      Penelitian harus mampu mengembangkan statemen-statemen yang relevan dan benar, statemen yang dapat menjelaskan situasi yang sebenarnya atau dapat mendeskripsikan relasi kausalitas dari suatu persoalan.

5.      Aspek terpenting dalam penelitian adalah sikap objektif; para peneliti harus menguji kembali metode-metode dan kesimpulan.

 

b.      Kontruktivisme Sosial

Meneguhkan asumsi bahwa individu selalu berusaha memahami dunia dimana mereka hidup dan bekerja. Mereka mengembangkan makna subjektif atas pengalaman mereka. Makna yang diarahkan pada objek atau benda-benda tertentu. Makna-makna ini pun cukup banyak dan beragam sehingga peneliti dituntut untuk lebih mencari kompleksitas pandangan-pandangan ketimbang mempersempit makna-makna menjadi sebuah kategori dan gagasan. Peneliti berusaha mengandalkan sebanyak mungkin pandangan pastisipan tentang situasi yang tengah diteliti. Untuk mengeksplorasi pandangan-pandangan ini, pertanyaan-pertanyaan pun perlu diajukan. Pertanyaan-pertanyaan ini bisa jadi sangat luas dan dan umum sehingga patisipan dapat mengkonstruksi makna atas situasi tersebut, yang biasanya tidak asli atau tidak tidak dipakai dalam interkasi dengan orang lain.

Terksit dengan kontruktivisme ini, Crotty (1998) memperkenalkan sejumlah asumsi:

1.      Makna diskontruksi oleh manusia agar mereka bisa terlibat dengan dunia yang tengah merka tafsirkan. Para peneliti kualitatif cenderung menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka agar patisipan dapat mengungkapkan pandangannya

2.      Manusia senantiasa terlibat dengan dunia mereka dan berusaha memahaminya berdasarkan perspektif historis dan social mereka sendiri. Kita semua dilahirkan ke dunia makna (world of meaning) yang dianugerahkan oleh kebudayaan disekeliling kita.

3.      Yang menciptakan makna pada dasarnya adalah lingkungan social, yang muncul didalam dan diluar interaksi dengan komunitas manusia. Proses penelitian kulaitatif bersifat induktif dimana di dalamnya peneliti menciptakan makna dari data lapangan yang dikumpulkan

 

c.       Advokasi dan Partisipatoris

Pandangan dunia advokasi/ partisipatoris berasumsi bahwa penelitian harus dihubungkan dengan politik dan agenda politis. Untuk itulah, penelitian ini pada umumnya memiliki agenda aksi demi reformasi yang diharapkan dapat mengubah kehidupan para patisipan, intuisi-intuisi dimana mereka hidup dan bekerja, dan ini menyatakan bahwa ada isu-isu tertentu yang perlu mendapat perhatian lebih, utamanya isu-isu menyangkut kehidupan social nguasaan, ketertindasan dan pengasingan. Penelitian dapat mengawali penelitian mereka dengan salah satu dari isu-isu ini sebagai focus penelitiannya.

d.      Dunia Pragmatik

Pragmatisme pada hakikatnya merupakan dasar filosofis untuk setiap bentuk penelitian, khususnya penelitian metode campuran:

1.      Pragmatisme tidak hanya diterapkan untuk satu system filsafat atau realisasinya saja.

2.      Setiap peneliti memiliki kebebasan memilih

3.      Kaum pragmatis tidak hanya melihat dunia sebagai kestauan yang mutlak

4.      Kebenaran adalah apa yang terjadi pada saat itu.

5.      Para peneliti pragmatis selalu melihat apa dan bagaimana meneliti, seraya mengetahui apa saja akibat akibat yang akan mereka terima kapan, dimana merka harus menjalankan penelitian tersebut

 

Daftar Pustaka

Cresswell. W John Research Design Qualitative, Quantitative and Mixed Method Approach (terj pendekatan kualitatif, kuantitatif dan Metode Campuran). Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet 1:2010

Meleong J. Lexy Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosada Karya. Bnadung: 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini