Senin, 16 Maret 2015

Paradigma dalam metode Penelitian Kualitatif

Nama : Sofwatillah Amin

NIM : 1112052000015

Mata Kuliah : Metode Penelitian Kualitatif

Jurusan : Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

Paradigma dalam Metode Kualitatif

John W. Creswell dalam bukunya Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed lebih memilih menggunakan istilah Pandangan-dunia (worldviews) karena memiliki arti kepercayaan dasar yang memandu tindakan. Peneliti lain lebih suka menyebutnya Paradigma , Epistemologi dan ontologi atau metodologi penelitian yang telah diterima secara luas. (John W. Creswell, 2010: 7 ).

Kuhn ( 1962 dalam The  Structure of Scientific Revolutions mendefinisikan ' Paradigma Ilmiah sebagai contoh yang diterima tentang praktek ilmiah sebenarnya, contoh-contoh termasuk hukum, teori, aplikasi, dan instrumentalisasi secara bersama-sama yang menyediakan model yang darinya muncul tradisi yang koheren dari penelitian ilmiah.[1]

Capra (1996) mendefinisikan paradigma sebagai 'konstelasi konsep, nilai-nilai persepsi dan praktek yang dialami bersama oleh masyarakat, yang membentuk visi khusus tentang realitas sebagai dasar tentang cara mengorganisasian dirinya.[2]

Empat pandangan dunia dalam metode Kualitatif

1.      Pandangan-Dunia Post-positivisme

     Asumsi-asumsi post-positivis merepresentaikan bentuk tradisional penelitian, yang kebenarannya lebih sering disematkan untuk penelitian kuantitatif ketimbang penelitian kualitatif.[3] Pandangan dunia ini terkadang disebut sebagai metode saintifik atau penelitian sains. Ada pula yang menyebutnya sebagai penelitian poritivis/post-positivis,sains empiris, dan post positivisme, istilah terakhir disebut post-positivisme. Kaum Post-Positivis mempertahankan filsafat deterministik bahwa sebab-sebab ( faktor-faktor kausatif ) sangat mungkin menentukan akibat atau hasil akhir.

    Pengetahuan yang berkembang melalui kacamata kaum post-positivis selalu didasarkan pada observasi dan pengujian yang sangat cermat terhadap realitas objektif yang muncul di dunia ''luar sana.'' Untuk itulah, melakukan observasi dan meneliti perilaku individu-individu dengan berlandaskan pada ukuran angka-angka dianggap sebagai aktivitas yang amat penting bagi kaum post-positivis. Akibatnya, muncul hukum-hukum atau teori-teori yangmengatur dunia, yang menuntut adanya pengujian dan verifikasi atas kebenaran teori-teori tersebut agar dunia ini dapat dipahami oleh manusia. Untuk itulah, dalam metode saintifik, salah satu pendekatan penelitian yang telah disepakati oleh kaum post-positivis, seorang peneliti harus mengawali penelitiannya dengan menguji teori tertentu, lalu mengumpulkan data baik yang mendukung maupun yang membantah teori tersebut, baru kemudian membuat perbaikan-perbaikan lanjutan sebelum dilakukan pengujian ulang.[4]

  Phillips dan Burbules ( 2000 ). Sejumlah asumsi dasar yang menjadi inti dalam paradigma penelitian post-positivis, antara lain[5]:

1.      Pengetahuan bersifat konjektural/terkaan ( dan anti fondasional/tidak berlandasan apapun ). Bahwa kita tidak akan pernah mendapatkan kebenaran absolut. Untuk itulah, bukti yang dibangun dalam penelitian sering kali lemah dan tidak sempurna. Karena alasan ini pula, banyak peneliti yang berujar bahwa mereka tidak dapat membuktikan hipotesisnya; bahkan, tak jarang  mereka juga gagal untuk menyangkal hipotesisnya.[6]

2.      Penelitian merupakan proses membuat klaim-klaim, kemudian menyaring sebagian klaim tersebut menjadi ''klain-klaim lain'' yang kebenarannya jauh lebih kuat. Sebagian besar penelitian kuantitatif, misalnya, selalu diawali dengan pengajuan atas suatu teori.[7]

3.      Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti, dan pertimbangan-pertimbangan logis. Dalam praktiknya, peneliti mengumpulkan informasi dengan menggunakan instumen-instrumen pengukuran tertentu yang diisi oleh partisipan atau dengan melakukan observasi mendalam di lokasi penelitian.[8]

4.      Penelitian harus mampu mengembangkan statemen-statemen yang dapat menjelaskan situasi yang sebenernya atau dapat mendeskripsikan relasi kausalitas dari suatu persoalan. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti membuat relasi antarvariabel dan mengemukakannya dalam bentuk pertanyaan dan hipotesis.

5.      Aspek terpenting dalam penelitian adalah sikap objektif; para peneliti harus kembali menguji metode-metode dan kesimpulan-kesimpulan yang sekiranya mengandung bias. Untuk itulah dalam penelitian kuantitatif, standar validitas dan reliabilitas menjadi dua aspek penting yang wajib dipertimbangkan oleh peneliti.[9]

 

2.      Pandangan Dunia Konstruktivisme Sosial

  Konstruktivisme sosial meneguhkan bahwa individu-individu selalu berusaha memahami dunia di mana mereka hidup dan bekerja.

Terkait dengan konstruktivisme ini, Crotty ( 1998 ) memperkenalkan sejumlah asumsi :

1.      Makna-makna di konstruksi oleh manusia agar mereka bisa terlibat dengan dunia yang tengah mereka tafsirkan . para peneliti kualitatif cenderung menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka agar partisipan dapat mengungkapkan pandangan-pandangannya.[10]

2.      Manusia senantiasa terlibat dengan dunia mereka dan berusaha memahaminya berdasar perspektif historis dan sosial mereka sendiri.[11]

3.      Yang menciptakan makna pada dasarnya adalah lingkungan sosial, yang muncul di dalam dan di luar interaksi dengan komunitas manusia.[12]

 

3.      Pandangan Dunia Advokasi dan Partisipatoris

  Pandangan Dunia Advokasi dan Partisipatoris berasumsi bahwa penelitian harus dihubungkan dengan politik dan agenda politis. Untuk itulah, penelitian ini pada umumnya memiliki agenda aksi demi reformasi yang diharapkan dapat mengubah kehidupan para partisipan, institusi-institusi di mana mereka hidup dan bekerja, dan kehidupan peneliti sendiri.[13]

  Dalam penelitian ini, para peneliti harus bertindak secara kolaboratif agar nantinya tidak ada partisipan yang terpinggirkan dalam hasil penelitian mereka. Bahkan, para partisipan dapat membantu merancang pertanyaan-pertanyaan, mengumpulkan data, menganalisis informasi, atau mencari hibah-hibah penelitian.[14] Penelitian advokasi menyediakan sarana bagi partisipan untuk menyuarakan pendapat dan hak-hak mereka yang selama ini tergadaikan.[15]

 

4.      Pandangan Dunia Pragmatik

  Pragmatisme sebagai pandangan dunia lahir dari tindakan-tindakan, situasi-situasi, dan konsekuensi-konsekuensi yang sudah ada, dan bukan dari kondisi-kondisi sebelumnya ( seperti dalam kondisi post-positivisme ). Sebagai salah satu paradigma filosofis untuk penelitian metode campuran, Tashakkori dan Teddlie (1998), Morgan (2007), dan Patton (1990) menekankan pentingnya paradigma pragmatik ini bagi para metode campuran, yang pada umumnya harus berfokus pada masalah-masalah penelitian dalam lmu sosial humaniora, kemudian menggunakan pendekatan beragam untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang problem-problem tersebut.[16]

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, John W, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed

       ( Pustaka Pelajar : Yogyakarta ) 2007, Cet. I.

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( PT Remaja Rosdakarya : Bandung )

       2009, Cet. 26.



[1] Lexy J. Moeleong, metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, h. 48.

[2] Lexy J. Moeleong, h. 48.

[3] John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, h.8.

[4] John W. Creswell, h.10.

[5] John W. Creswell, h.10.

[6] John W.Creswell, h.10.

[7] John W.Creswell, h.10

[8]John W. Creswell, h.10

[9] John W. Creswell, h.10

[10] John W. Creswell, h.10

 

[11] John W. Creswell, h.12.

[12] John W. Creswell, h.12

[13] John W. Creswell, h.14

[14] John W. Creswell, h.14

[15] John W. Creswell, h.14

[16] John W. Creswell, h.16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini