NAMA : Ahmad Yusuf Afifurrohman
NIM : 1112052000022
JURUSAN : BPI
MATKUL : Metode Kualitatif
RINGKASAN MATERI PARADIGMA DALAM METODE KUALITATIF
Penelitian pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para filosof, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model – model tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Paradigma menurut Bogdan dan Biklen (1982:32), adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir dan penelitian[1]. Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962) dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970), Menurut Kuhn, paradigma adalah cara mengetahui realitas sosial yang dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu, yang kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik[2].
Fungsi utama penelitian kualitatif adalah menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terperinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami. Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Adapun pengertian penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang dilakukan secara alamiah sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan tanpa adanya rekayasa dan jenis data yang dikumpulkan berupa data deskriptif[3].
Menurut Deddy Mulyana (2003) mendefinisikan paradigma sebagai suatu kerangka berpikir yang mendasar dari suatu kelompok saintis (ilmuwan) yang menganut suatu pandangan yang dijadikan landasan untuk mengungkap suatu fenomena dalam rangka mencari fakta. Jadi, paradigma dapat didefinisikan sebagai acuan yang menjadi dasar bagi setiap peneliti untuk mengungkapkan fakta-fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya.
Jenis - Jenis Paradigma dalam Penelitian Kualitatif
Paradigma dalam penelitian kualitatif, antara lain :
1. Postpositivisme
Paradigma postpositivisme lahir sebagai paradigma yang ingin memodifikasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada paradigma positivisme. Paradigma postpositivisme berpendapat bahwa peneliti tidak bisa mendapatkan fakta dari suatu kenyataan apabila si peneliti membuat jarak (distance) dengan kenyataan yang ada. Hubungan peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif. Oleh karena itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi, yaitu penggunaan bermacam – macam metode, sumber data,dan data[4]. Jadi paradigm post-positivis berkeinginan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan positivism. cara pandang aliran ini bersifat critical realism. Sebagaimana cara pandang kaum realis, aliran ini juga melihat realitas sebagai hal yang memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, Aliran ini menyatakan suatu hal yang tidak mungkin mencapai atau melihat kebenaran apabila pengamat berdiri di belakang layar tanpa ikut terlibat langsung.
2. Konstruktivisme Sosial
Paradigma ini memandang bahwa kenyataan itu hasil konstruksi atau bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu bersifat ganda, dapat dibentuk, dan merupakan satu keutuhan. Kenyataan ada sebagai hasil bentukan dari kemampuan berpikir seseorang. Pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak bersifat tetap tetapi berkembang terus. Penelitian kualitatif berlandaskan paradigma konstruktivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya merupakan hasil pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi pemikiran subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada subjek dan bukan pada objek, hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman semata, tetapi merupakan juga hasil konstruksi oleh pemikiran[5].
Jadi Paradigma konstruktivis merupakan kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis.
3. Advokasi Partisipatoris
Aliran advokasi/partisipatori muncul pada tahun 1980-an dan 1990-an sebagai akibat dari ketidak puasan terhadap paradigma penelitian yang ada dan kesadaran bahwa teori-teori sosiologi dan psikologi yang mendasari paradigma-paradigma yang ada pada dasarnya dikembangkan melalui pandangan 'kulit putih', didominasi oleh perspektif kaum pria, dan didasarkan pada penelitian yang menggunakan pria sebagai subyek. Peneliti advokasi/partisipatori merasa bahwa pendekatan konstruktivisme/ interpretivisme tidak membahas isu-isu keadilan sosial dan kaum yang terpinggirkan secara memadai (Creswell, dalam Mackenzie & Knipe, 2006). Peneliti advokasi/ partisipatori percaya bahwa penelitian perlu dijalin dengan agenda-agenda politik dan politisi agar penelitian tersebut menghasilkan tindakan-tindakan yang mereformasi kehidupan partisipan, lembaga tempat individu hidup, dan kehidupan peneliti sendiri[6]. Sehubungan dengan itu, penelitian harus mengangkat masalah-masalah sosial yang penting sebagai topik, seperti isu kekuasaan, ketidaksetraan, penganiayaan, penindasan, dan perampasan hak. Peneliti advokasi sering memulai dengan menjadikan salah satu dari isu ini sebagai fokus penelitian. Kemudian, dia akan berjalan bersama secara kolaboratif dengan partisipan dengan pengertian partisipan dapat membantu merancang pertanyaan, mengumpulkan data, menganilisis informasi, atau menerima penghargaan untuk partisipasinya dalam penelitian. Sebagaimana halnya dalam penelitian konstruktivisme, peneliti advokasi/partisipatori dapat mengkombinasikan metode penjaringan dan analisis data kuantitatif dan kualitatif. Namun, penggunaan pendekatan gabungan (mixed methods) akan memberikan kepada peneliti transformatif sebuah struktur untuk mengembangkan potret kehidupan sosial yang lebih utuh. Penggunaan berbagai perspektif dan lensa memungkinkan diperolehnya pemahaman yang lebih beragam tentang nilai-nilai, pandangan dan keberadaan kehidupan sosial.
4. Pragmatis
Aliran Pragmatisme tidak terikat pada sistem filosofi atau realitas tertentu. Penganut pragmatisme pada awalnya menolak asumsi ilmiah yang menyatakan penelitian sosial dapat mengakses kebenaran tentang dunia nyata hanya dengan mengandalkan sebuah metode ilmiah tunggal (Mertens, dalam Mackenzie & Knipe, 2006). Pragmatisme berfokus pada masalah penelitian dan menggunakan seluruh bentuk pendekatan untuk memahami masalah itu. Oleh karena itu peneliti pragmatis bebas memilih metode, teknik, dan prosedur penelitian yang paling sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya. Karakteristik ini menunjukkan bahwa pragmatisme merupakan paradigma yang menyangga landasan filosofis studi metode gabungan (mixed-methods research). Meskipun demikian beberapa peneliti yang menggunakan metode gabungan, secara filosofis, lebih mencondongkan diri mereka kepada paradigma transformatif paradigm (Mertens, dalam Mackenzie & Knipe, 2006). Hal ini mengungkapkan bahwa metode gabungan dapat digunakan dalam berbagai paradigma.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Zaenal.2012. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigm Baru. Bandung: Rosda Karya.
Hadi Amirul Haryono.1998. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Tahir, Muh, 2011. Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan.Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.
Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
Mackenzie, N. & Knipe, S. 2006. "Research dilemmas: Paradigms, methods and methodology." Issues In Educational Research, 16(2), 193-205. Diunduh pada tanggal 16 Maret 2015 dari http://www. iier.org.au/ iier16/mackenzie.html.
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
[1] Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006), hal. 49
[2] http://www.polres.multiply.com/journal/Metode Penelitian Kualitatif/.html
[3] Arifin,Zainal, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2012, hal. 140
[4] Tahir, Muh, Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan (.Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar), 2011, hal. 57-58.
[5] Arifin,Zainal, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya), 2012, hal. 140
[6] Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa), 2008, hal. 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar