Siti Assa'adah
1112052000007
BPI 6
Penelitian hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha mengejar kebenaran dilakukan oleh para filsuf dan peneliti menggunakan model-model tertentu. Model tersebut biasanya disebut paradigma. [1]
Peneliian kualitatif merupakan metode-metode untuk eksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah social atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema umum, dan menafsirkan makna data. [2]
Penelitian ini lebih kepada focus suatu masalah yang social kemanusiaan dan mencari datanya dengan tehnik wawancara dan sejenisnya.
Membahasa tentang paradigma dalam penelitian kualitatif yaitu ada empat paradigma. Menurut Bogdan dan Biklen paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Ada empat paradigma dalam penelitian kualitatif yaitu post-positivisme, konstruktivisme, advokasi/paratisipatoris, dan pragmatism.
Membahas post-positivis yaitu merepresentasikan bentuk tradisional penelitian, yang kebenarannya lebih sering disematkan untuk penelitian kuantitatif ketimbang penelitian kualitatif. Pandangan dunia ini terkadang disebut sebagai metode saintifik atau penelitian sains. Post-positivisme adalah pemikiran yang menentang gagasan tradisional tentang absolute ilmu pengetahuan, dan mengakui bahwa kita tidak bisa terus menjadi "orang yang yakin/positif" pada kalim-kalim kita tentang pengetahuan ketika kita mengkaji perilaku dan tindakan manusia. [3]
Maksudnya adalah bahwa ketika seorang meneliti suatu masalah social yang terjadi di maysrakat menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mengambil data dan kemudian menyimpulkannya seorang peneliti jangan mudah percaya atau yakin atas data yang telah diambilnya dilapangan dan menyimpulkannya. Karena dalam paradigma post-positivisme kita tidak bisa menjadi orang yang terus yakin dengan pengetahuan yang telah kita kaji dan teliti untuk mengambil data.
Pandangan dunia Konstruktivisme social mempunyai pandangan yang berbeda. Salah satunya adalah pandangan dunia kontruktivisme social. Pandangan dunia ini biasanya di pandang sebagai suatu pendekatan dalam penelitian kualitatif. Gagasan ini berasal dari Mannheim.m
Kontruktivisme social meneguhkan asumsi bahwa individu-individu selalu berusaha memahami dunia dimana mereka hidup dan bekerja. Mereka mengembangkan makna-makna subjektif atas pengalaman-pengalaman mereka—makna yang diarahkan pada objek-objek atau benda-benda tertentu. Makna-makna ini pun cukup banyak dan beragam sehingga peneliti di tuntut untuk lebih mencari kompleksipitas pandangan-pandangan ketimbag mempersempit makna-makna menjadi sebuah kategori dan gagasan. Untuk dapat mengekslporasi pandangan-pandangan ini, pertanyaan-pertanyaan pun perlu diajukan. Pertanyaan ini bisa menjadi luas dan umum. Semakin terbuka pertanyaan tersebut tentu akan semakin baik, agar peneliti bisa mendengarkan dengan cermat apa yang dibicarakan dan dilakukan partisipan dalam kehidupan mereka.
Makna-makna ini tidak sekedar dicetak untuk kemudian dibagikan kepada individu-individu, tetapi harus dibuat melalui interkasi dengan mereka (karena ini dinamakan konstruktivisme social) dan melalui norma-norma histori dan social yang berlaku dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Para peneliti juga menyadari bahwa latar belakang mereka mempengaruhi penafsiran mereka terhadap hasil penelitian. [4]
Crotty (1998) memperkenalkan sejumlah asumsi:
1. Makna-makna dikonstruksi oleh manusia agar mereka bisa terlibatdengan dunia yang tengah mereka tafsirkan. Para peneliti kualitatif cenderung menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka agar partisipan dapat mengungkapkan pandangan-pandanganya.
2. Para peneliti kualitatif harus memahami konteks atau latar belakang partisipan mereka dengan cara mengunjungi konteks tersebut dan mengumpulkan sendiri informasi yang dibutuhkan. Mereka juga harus menafsirkan apa yang mereka cari; sebuah penafsiran yang dibentuk oleh pengalaman danlatar belakang mereka sendiri.
3. Yang menciptakan makna pada dasarnya adalah lingkungan social, yang muncul di dalam dan di luar interkasi dengan komunitas manusia. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif diaman di dalamnya peneliti menciptakan makna dari kata-kata lapangan yang dikumpulkan.
Pandangan Dunia Advokasi dan Partisipatoris berasumsi bahwa penelitian harus dihubungkan dengan politik dan agenda politis. Untuk itulah, penelitian ini pada umumnya memiliki agenda aksi demi reformasi yang di harapkan dapat mengubah kehidupan para partisipan, institusi-institusi dimana mereka hidup dan bekerja, dan kehidupan para peneliti sendiri. Pandagan dunia ini menyatakan bahwa isu-isu tertentu yang perlu mendapat perhatian lebih, utamanya isu-isu menyangkut kehidupan social seperti pemberdayaan, ketidakadilan, penindasan, penguasaan, ketertindasaan, dan pengasingan. Peneliti dapat mengawali penelitian mereka dengan salah satu dari isu-isu ini sebagai focus penelitiannya.
Dalam penelitian ini, para peneliti harus bertindak secara kolaboratif agar nantinya tidak ada partisipan yang terpinggirkan dalam hasil penelitian mereka.
Pandangan-dunia filosofis advokasi/partisipatoris focus kepada kebutuhan-kebutuhan suatu kelompok atau individu tertentu yang mungkin termarginalkan secara social. [5]
Kemmis dan Wilkinson (1998) tentang karakteristik-karakteristik inti dari penelitian advokasi atau partisipatoris:
1. Tindakan partisipatoris bersikap dialektis dan difokuskan untuk membawa perubahan. Itulah pada akhirnya penelitian advokasi/partisipatoris para peneliti harus memunculkan agenda aksi demi reformasi dan perubahan.
2. Penelitian ini ditekankan untuk membantu individu-individu agar bebas dari kendala-kendala yang muncul dari media, bahasa, aturan-aturan kerja, dan relasi kekuasaan dalam ranah pendidikan. Penelitian ini sering kali dimulai dengan sati isu penting atau sikap tertentu terhadap masalah-masalah social.
3. Penelitian ini bersifat emansipatoris yang berarti bahwa penelitian ini membantu membebaskan manusia dari ketidak adilan yang membatasi perkembangan dan determinasi diri.
4. Penelitian ini bersifat praktis dan kolaboratif karena ia hanya dapat sempurna jika dikolaborasikan dengan penelitian-penelitian lain dan bukan menyempurnakan penelitian-penelitian yang lain.
Pandangan Dunia Pragmatik yaitu pragmatism sebagai pandangan dunia lahir dari tindakan-tindakan, situasi-situasi dan konsekuensi-kosekuensi yang sudah ada, dan bukan dari kondisi-kondisi sebelumnya (seperti dalam post-positivisme). Pandangan dunia ini berpijak paa aplikasi-aplikasi dan solusi-solusi atas problem yang ada (Patton.1990) ketimbang berfokus pada metode-metode, para peneliti pragmatic lebih menekankan pada pemecahan masalah dan menggunakan semua pendekatan yang ada untuk memahami masalah tersebut.
Berdasarkan kajian Cherryholmes (1992), Morgan (2007), dna pandangan saya pribadi, pragmatism pada hakikatnya merupakan dasar filosofi untuk setiap penelitian, khususnya penelitian metode campuran. [6]
DAFTAR PUSTAKA
J. Moleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.
W. Creswell, Jhon. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Ter: Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[1] Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Roda Karya, 2007), hal. 49
[2] John. W. Creswell, ter: Achamd Fawaid, esearch Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010), h. 4
[3] ibid., h. 9
[4] ibid., h. 11
[5] ibid., h. 13
[6] ibid., h. 15
Blog tempat mengirimkan berbagai tugas mahasiswa, berbagi informasi dosen, dan saling memberi manfaat. Salam Tantan Hermansah
Senin, 16 Maret 2015
Tugas Metlit Paradigma Penelitian Kualitatif
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar