Senin, 16 Maret 2015

Nama : M. Adhiya Muzakki
Nim : 1112052000008
Jurusan : Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Paradigma dalam Metode Kualitatif

A. Post positivisme
Berbicara Post Positivis kita mengetahui awal historisnya berkembang metode itu dari Positivisme pada mulanya muncul di abad pertengahan yang di gagas oleh seorang tokoh sosiologi petama kali yaitu Auguste Comte, Emile Durkhem. Comte lahir di Montpellier, prancis 1798, keluarganya beragama katolik dan berdarah bangsawan, tetapi comte tidak memperlihatkan loyalitasnya itu sekilas biografi seorang tokoh sosiologi pertama kali dengan gagasannya positivisme dari situ banyak tokoh setelahnya hampir menggunakan gagasan dia. Kemudian tokoh sosiologi comte membuat karya buku yang pertama kali dia buat berjudul The course of Positive Philosophy yang diterbitkan antar tahun 1830 dan tahun 1842metode ini harus diterapkan untuk menemukan hukum-hukum alam yang mengatur gejala-gejala sosial.kenyataan sosial harus dibedakan dari tingkat individu. Institusi-institusi sosial dan arah perubahan sosial yang umum dapat dijelaskan hanya menurut prinsip-prinsip atau hukum-hukum yang mengatasi individu atau prinsip psikologi individual. Kemudian sosiologi menjadi disiplin ilmu dan dikembangkan oleh Emile Durkhem. Positivisme ini menunjukan pada pendekatan terhadap pengetahuan yang empirik yang berkembang di prancis sesudah Revolusi. Kemudian kaum positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dan bahwa metode penelitian empiris dapat dipergunakan huum-hukum alam. itu sekilas dari awal mulanya metode positivis muncul dan sampai sekarang di pakai dalam ilmu.
Kemudian pandangan post-positivisme menentang gagasan tradisonal atau konservatif tentang adanya kebenaran absolut ilmu pengetahuan dan mengakui bahwa manusia tidak bisa terus menjadi" orang yang positif/yakin pada klaim-klaim tentang pengetahuan ketika manusia mengkaji perilaku dan tindakan manusia. (phililips & Burbules,2000). Kaum post-positivis selalu memepertahankan mengenai filsafat deterministik (semua bentuk materialisme dan monisme,empirisme dan rasionalisme ekstrem biologisme ekstrem(kamus filsafat lorens bagus) bahwa sebab-sebab (faktor-faktor kausatif) sangat mungkin menentukan akibat atau hasil akhir.
Filsafat kaum post-positivis yang cenderung reduksionistis yang orientasinya adalah mereduksi gagasan-gagasan besar menjadi gagasan terpisah yang lebih kecil untuk dikaji lebih lanjut, misalnya halnya variable-variable yang umumnya terdiri dari sejumlah rumusan masalah dan hipotesis penelitian. Kemudian kaum post positivis dalam kacamata nya mengenai pengetahuan yang berkembang itu selalu didasarkan pada observasi dan pengujian yang sangat cermat terhadap realitas objektif yang muncul di dunia luar sana. Dalam metode saintifik, salah satu pendekatan penelitian yang disepakati oleh kaum post-positivis, seorang peneliti harus mengawali penenlitiannya dengan menguji teori tertentu, lalu mengumpulkan data baik yang mengdukung hasil data tersebut maupun bantah teori tersebut, kemudian membuat perbaikan slanjutan sebelum dilakukan pengujian ulang.
Philips dan Burbules (2000) dalam bukunya mengemukakan,kita akan menentukan sejumlah asumsi dasar menjadi inti dalam paradigma penelitian post-positivis, antara lain :
1. Pengetahuan bersifat konjektural/ terkaan dan antifondasional/ tidak berlandasan apapun, bahwa kita tidak akan pernah mendapatkan kebenaran absolut, oleh karena itu, bukti yang di bangun dalam penelitian sering kali lemah atau tidak sempurna.
2. Penelitian harus merupakan proses klaim-klaim, kemjudian menyaring sebagaian klaim tersebut menjadi'klaim-klaim lain.
3. Pengetahuan dibentuk oleh bukti, data dan pertimbangan yang logis.
4. Penelitian harus mampu mengembangkan pembicaraan yang relevan dan benar, pembicaraan yang dapat mendeskripsikan relasi sebab akibat dari suatu persoalan.
5. Hal yang terpenting dalam penelitian adalah sikap objektif,peneliti harus menguji kembali metode-metode dan kesimpulan yang sekiranya bias. Dua aspek penting yang wajib dipertimbangkan oleh peneliti ialah validitas dan reliabilitas.

B. Konstruktivisme Sosial
Salah satunya pandangan dunia konstruktivisme yang sering kali dikombinasikan dengan interpretivisme() (Martens, 1998) pandangan dunia biasanya dipandang dengan pendekatan penelitian kualitatif. konstruktivisme sosial berasal dari Mannheim dan buku The Social construktion of reality nya Berger dan Luekmann(1967). Konstruktivisme sosial percaya bahwa asumsi individu-individu selalu berusaha memahami dunia dimana mereka hidup bekerja dan bekerja.kemudian mereka mengembangkan makna subjektif atas pengalaman-pengalaman mereka.makna yang diarahkan pada objek-objek atau benda tertentu. Makna ini pun cukup banyak dan beragam sehingga peneliti di tuntut untuk lebih mencari kompleksitas pandangan ketimbang mempersempit makna menjadi sejumlah kategori dan gagasan.
Kemudian peniliti harus bisa berusaha mengndalikan sebanyak mungkin pandangan partisipan tentang situasi yang tengah diteliti, mengekspor pandangannya, pertanyaan pun dilontarkan. Pertanyaan itupun bisa jadi sangat luas dan umum sehingga partisispan dapat mengkonstruksi makna atas situasi, ketika peneliti semakin terbuka pertanyaan tersebut tentu akan semakin baik, agar peneliti bisa    mendengarkan dengan cermat apa yang dilakukan partisipan dalam kehidupan mereka. Para peneliti perlu menyadari latar belakang mereka dapat memengaruhi penafsiran mereka terhadap hasil penelitian. Ketika melakukan penelitian, mereka harus memosisikan diri mereka sedemikian rupa seraya mengakui dengan rendah hati bahwa interprestasi mereka tidak pernah lepas dari pengalaman pribadi,kultrul dan sejarah. Advokasi/Partisipatoris
Secara filosofisnya kelompok ini mempunyai susmsi-asumsi berdasarkan pada pendekatan advokasi/partisipatoris. Dalam sejarahnya advokasi/partisipatorisnya dapat dijumpai dalam kajian-kajian yang dilakukan oleh penulis marx, adorno, habermas.(Neuman, 2000) pandangan advokasi/partisipatoris berasumsi bahwa penelitian harus dihubungkan dengan politik dan agenda politis. Bagaaimana cara melobi para informan kuncing atau para dirokrat, mengusai isu-isu menyangkut kehidupan sosial, seperti pemberdayaan sosial, ketidakadilan, penindasan dan pengasingan dan peneliti terus mengawal penelitian mereka dengan salah satu dari isu-isu ini sebagai fokus penelitiannya. Peneliti harus bertindak secara kolaboratif agar nantinya tidak ada partisipan yang terpinggirkan dari hasil penelitian mereka. Bahkan para partisispan merancang pertanayaan-pertanyaan mengumpulkan data menganalisis informasi. Peneliti harus menyediakan sarana bagi partisipan untuk menyeruakan pendapat dan hak-hak mereka yang tergadaikan. Pandangan advokasi fokus pada assesment suatu kelompok atau individu tertentu yang mungkin termarginalkan secara sosial.
C. Pragmatis
Pragmatisme ini berawal dari kajian Peirce, james, Mead, dan Dewey (Cherryholmes, 1992). Pada umumnya pragmatisme sebagai pandangan dunia lahir dari tindakan-tindakan, situasi-situasi dan kosekuensi yang sudah ada, dan bukan dari kondisi-kondisi sebelumnya (seperti dalam post positivisme) pandangan pragmatisme ini berpijak pada aplikasi-aplikasi dan solusi-solusi atas problem-problem yang ada (Patton, 1990) pada masalah-maslah penelitian  dalam ilmu sosial humaniora, kemudian menggunakan pendekatannya yang beragam untuk memperoleh pngetahuan yang lebih mendalam tentang problem-problem. Morgan (2007) dan pandangan saya pribadi, pragmatisme pada hakikatnya merupakan dasar filosofis untuk setiap bentuk penelitian, khususnya penelitian metode campuran :
1. Pragmatisme tidak hanya diterapkan untuk satu sistem filsafat atau realitas saja. Pragmatisme dapat digunakan untuk penelitian metode campuran yang di dalamnya para peneliti bisa dengan melibatkan asumsi-asumsi kuantitatif dan kualitatif ketika melibatakan sebuah penelitian.
2. Setiap peneliti memiliki bebas memilih, bebas untuk memilih para peneliti menggunakan metode-metode, teknik-teknik dan prosedur-prosedur penelitian yang di anggap terbaik untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini