A. PARADIGMA DALAM PENELITIAN KUALITATIF
Lincoln dan Guba membedakan paradigm dalam ilmu pengetahuan secara umum dalam dua kelompok, yaitu paradigm positivism (positivist) dan alamiyah (naturalist).pengertian paradigm menurut Patton, adalah :
" a paradigm is a word view, a general perspective, a way of breaking down the complexity of the word. As such, paradigms are deeply embedded in the socialization of adherents and practitioners : paradigms thell them what is important, legitimate, and reasonable. Paradigms are als normative, telling the practitioner what to do without the necessity of long existensial or epistemological consideration. But it is this aspect of paradigms that constitutes both their strength and their weakness-their strength in that it makes action possible, their weakness in that the very reason for action is hidden in the unquestioned assumptions of thebparadigm."[1]
Bogdan dan Biklen[2] menyebutkan paradigm sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama atau konsep. Paradigm sebagai ideology dan praktik suatu komunitas ilmuan yang menganut pandangan yang sama atas relitas, memiliki perangkat kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian dan menggunakan metode serupa.
1. Asumsi tentang kenyataan
Focus paradigm alamiah terletak pada kenyataan ganda yang dapat diumpakan sebagai susunan lapisan kulit bawang atau seperti sarang, tetapi saling membantu satu dengan lainnya.
Setiap lapisan menyediakan perspektif pernyataan yang berbeda dan tidak ada lapisan yang dianggap lebih besar dari pada yang lain fenomena tidak dapat berkonvergensi dalam berbagai bentuk, yaitu betuk "kebenaran", tetapi berdiferensi dalam berbagai bentuk, yaitu "kebenaran ganda". Lapisan-lapisan itu tidak dapat diuraikan atau dipahami dari segi variable bebas dan terikat secara terpisah, tetapi terkait secara erat dan membentuk pola "kebenaran". Pola inilah yang perlu ditelaha dengan labih menekankan pada verstehen atau pengertian dari pada bentuk keperluan prediksi dan control. Peneliti alamiah cenderung mamandang secara lebih berdiverensi dari pada konvergensi apabila peneliti semakin terjun kedalam kancah penelitian.
2. Asumsi tentang peneliti dan subjek
Paradigm alamiah berasumsi bahwa fenomena bercirikan interaktifitas. Walaupun usaha penjajagan dapat mengurang interaktifitas sampai tingkat minimum, sejumlah besar kemungkinan tetap tersisa. Pendekatan yang baik memerlukan pengertian tentang kemungkinan pengaruh inter aktifitas, sehingga perlu memperhitungkanya.
3. Asumsi tentang hakikat pernyataan kebnenaran
Peneliti alamiah cenderung mengelak generalisasi dan menyetujui thick description dan hipotesis kerja. Perbedaan lah yang memberi ciri terhadap konteks yang berbeda. Jadi, jika seseorang mendeskripsikan atau menafsirkan suatu situasi dan ingin mengetahui serta mencari tahu apakah hal itu berlaku pada situasi kedua , peneliti harus memperoleh sebanyak mungkin informasi tentang keduanya (yaitu thick description) untuk menentukan apakah terdapat dasar yang cukup kuat untuk mengadakan pengalihan. Selanjutnya, focus pencarian alamiah lebih memberi tekanan kepada perbedaan yang lebih besar dari pada persamaan. Perbedaan kecil pun jauh lebih penting daripada persamaan yang cukup besar. Dengan demikian, paradigma alamiah mengacu pada dasar pengetahuan idiografik, yaitu pengarahan pada pemahaman peristiwa atau kasus-kasus yang tertentu. Pada sisi lain, paradigma positivisme mengacu pada dasar pengetahuan nomotetik, yaitu yang mengacu pada pengembangan hokum-hukum umum.[3]
Tabel 7.2[4]
Perbandingan Paradigma Kualitatif dan Kuantitatif
Paradigma Kualitatif | Paradigma Kuantitatif |
Menganjurkan penggunaan metode kealitatif. | Menganjurkan penggunaan metode kuantitatif. |
Fenomelogisme dan verstehen dikaitkan dengan pemahaman prilaku manusia dari freme of reference aktir itu sendiri. | Logika positivisme. "melihat fakta atau kasual fenomena sosial dengan sedikit melihat bagi pernyataan subjektif individu-individu". |
Observasi tidak terkontrol dan naturalistic. | Pengukuran terkontrol dan menonjol. |
Subjektif. | Objektif. |
Dekat dengan data: merupakan perspektif insider. | Jauh dari data : data merupakan perspektif outsider. |
Grounded, orientasi discovery, eksplorasi, ekspansionis, deskriptif dan induktif. | tidak grounded, orientasi verivikasi, konfirmatori, reduksionis, inferensial, dan deduktif-hipotetik. |
Orientasi proses | Orientasi hasil. |
Valid :data real, rich, dan deep. | Reliable : data dapat di replikasi dan hard. |
Tidak dapat di generalisasi : studi kasus tunggal. | Dapat digeneralisasi : studi multi kasus. |
Holistic. | Partikularistik. |
Asumsi realitas dinamis | Asumsi realistis stabil. |
Penelitian kualitaif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau hitunganlainnya. Selanjutnya, penelitian kualitatif dipilih karena kemantapan peneliti berdasarkan pengalaman penelitiannya. Selain itu, metode penelitian kualitatif dapat memberikan perincian yang lebih kompleks tentang phenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.
Agar dapat menghasilkan temuan yang benar-benar bermanfaat dalam penelitian kualitatif, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu kedudukan teori, metodologi penelitian, dan desain penelitian kualitatif.
B. PENGARUH PARADIGMA ILMU
Metode penelitian dalam ilmu-ilmu penelitian secara umum terpengaruh oleh pandangan tentang esensi ilmu, disebut paradigm (Lincoln dan Guba 1985: 14-38). Lincoln dan Guba menyatakan ada tiga paradigma. Pertama paradigm pra-positivis. Pada saat ini pemerhati bertindak pasif. Mereka memikirkan tetapi tidak melakukan pengkajian. Kelihatannya, paradigm ini disebut oleh Aguste Comte sebagai cara metafisik. Kedua paradigm Positivis. Positifisme adalah suatu aliran pemikiran pilsafah yang menjadi dasar metode ilmiah, paradigm ini berpandangan bahwa ilmu-ilmu social sama dengan ilmu alam, sama-sama mencaru hokum universal dan menggunakan metode yang sama. Para penganut yakin bahwa ada realitas yang empiris dan dapat dipecahkan kedalam fariabel yang terpisah. Peneliti di pahami terpisah dari yang diteliti. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah esensi penelitian ditetapkan sebagai upaya generalisasi. Hokum universal dipandang dapat diperoleh dari data. Ketiga adalah paradigm Post-positivis. Paradigm ini berpendapat bahwa ilmu social tidak dapat disamakan denga ilmu alam karena fenomena social memiliki karakteristik yang berbeda dari fenomena alam.Lincoln dan Guba menyubut pula paradigm postpositivis sebagai paraigma naturalistic.
Penggunaaan metodologi penelitian kualitatif manivestasi dari anutan paradigm postposiitivis atau naturalistic. Para peneliti yakin bahwa karena asensi fenomena social berbeda dari fenomena alam, metode penilitian imu-ilmu sisial harus berbeda dari meptode ilmu alam. Mereka menganjurkan umtuk menggunkan metode penelitian kualitatif, disebut oleh Lincoln dan Guba metode naturalistic dan oleh Weber metode verstehend, pemahaman yang empatik.
Perdebatan paradigmatic tersebut juga terjadi dalam disiplin sosioligi. Himbawan sosiologi menjadi disiplin yang positif telah disampaikan oleh pendiri disiplin ini, Aguste Comte. Dia menyatakan bahwa sosiologi harus menggunakan metode seperti yang dipakai oleh ilmu alam. Ini kemudian disebut sebagai sosiologi positivistis. Sosiolog positivis menganggap realita social dapat dan harus diukur. Pandangan realita social yang seperti ini dipengaruhi oleh pikiran emile durkhaeim. Dia mengatakan bahwa realita social dipahami sebagai realitas yang objektif, sesuatu yang dapat diamati dengan menggunakan alat indra. Agar dapat diamati dengan menggunakan alat indra, maka realita social harus dianggap sebagai benda. Karena realita sosial adalah benda maka ia dapat dighitung dan diukur seperti layaknya suatu benda. Inilah yang disebut sebagai paham bendanisasi fenomena sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Beni Saebani, Kadar Nurjaman. 2013. Manajemen Penelitian. Bandung: Pustaka Setia
Afrizal. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Lincoln, Yvonna S. & Egon G. Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. California: Sage
Lexy J.Moleong. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Rosda Karya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar