Rabu, 26 September 2012

emiledurkheim_aliefmumtaz.JNR1B_tugaskedua

Fakta sosial

Kenyataan fakta social

            Asumsi umum yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Durkheim terhadap sosiologi adalah bahwa gejala social itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu terhadap perilakunya yang berbeda dari karakteristik psikologis, biologis, atau karakteristik individu lain lainnya. Lebih lagi, karena gejala social merupakan fakta yang riil, gejala gejala itu dapat dipelajari dengan metoda metoda empiric, yang memungkinkan satu ilmu sejati tentang masyarakat dapat dikembangkan. Kedua asumsi ini – kenyataan social dan pandangan tentang sosiologi sebagai satu ilmu.

Kebanyakan manusia yang tertarik mengembangkan suatu penjelasan naturalistic atau ilmiah tentang perilaku manusia dan mengenai institusi social, mendasarkan analisanya pada karakteristik individu, seperti insting, kemauan, kecendrungan instansi, atau kepentingan pribadi dan pilihan yang bersifat rasional. Semua perspektif teoritis yang demikian itu mengandung implikasi bahwa fakta social hanyalah merupakan akibat dari kumpulan sifat sifat dan perilaku imdividu.

1.      Fakta social lawan fakta individu.

Pernyataan lain yang muncul dari tekanan Durkheim pada kenyataan gejala social yang objektif menyangkut sifat dasar kenyataan itu. Ini merupakan satu pernyataan yang fundamental, dan Durkheim memecahkannya secara langsung. Dia bertahan pada pendiriannya bahwa fakta social itu tidak dapat direduksikan ke fakta individu , melainkan memiliki eksistensi yang independen pada tingkat social.

2.      Karakteristik fakta social.

Durkheim mengemukakan dengan tiga karakteristik yang berbeda. Pertama gejala social bersifat eksternal terhadap individu. Durkheim menegaskan bahwa " ini lalu merupakan cara bertindak, berfikir, dan berperasaan yang memperlihatkan sifat patut dilihat sebagai sesuatu yang berada diluar kesadaran individu ".

Karakteristik fakta social yang kedua adalah bahwa fakta itu memaksa individu. Jelas bagi Durkheim bahwa individu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau dengan cara tertentu dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta social dalam lingkungan sosialnya.  Seperti Durkheim katakan " tipe tipe perilaku atau berpikir ini mempunyai kekuatan memaksa yang karenanya mreka memaksa individu terlepas daari kemauan individu itu sendiri ". Ini tidak beraarti bahwa individu itu harus mengalami paksaan fakta social dengan cara yang negative atau membatasi seperti memaksa sesorang untuk berperilaku yang bertentangan dengan kemauannya.

Karakteristik fakta social yang ketiga adalah bahwa fakta itu bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam satu masyarakat. Dengan fakta lain, fakta social itu merupakan milik berasama ; bukan sifat individu perorangan. Sifat umumnya ini bukan sekedar hasil dari penjumlahan beberapa fakta individu. Fakta social benar benar bersifat kolektif, dan pengaruhnya terhadap individu merupakan hasil dari sifat kolektifnya ini.

Ketiga karakteristik ini – eksternalitas, paksaan, dan sifat umum – menggambarkan tipe gejala yang dilihat Durkheim sebagai pokok permasalahan dalam sosiologi. Dia menyimpilkan bidang sosiologi sebgai berikut :

 

Jadi  kita sampai pada satu titik di mana kita dapat merumuskan dan menentukan dengan tepat batas batas bidang sosiologi. Ini terdiri dari hanya suatu kelompok gejala terbatas. Suatu fakta social harus dikenal oleh kekuatan memaksanya yang bersifat eksternal yang memaksa atau mapu memaksa individu, dan hadirnya kekuatan ini dapat dikenal kalau tidak diikuti, baik dengan adanya suatu sanksi tertentu maupuun perlawanan yang diberikan kepada setiap usaha individu yang cenderung melanggarnya. Namun orang dapat juga mengenalnya dengan tersebarnya fakta social itu dalam kelompok itu, asalkan….dia memperhatikan….bahwa eksistensi fakta social itu sendiri terlepas dari bentuk bentuk individu yang diasumsikan dalam penyebaran itu…..

 

3.      Strategi untuk menjelaskan fakta social

Salah satu prinsip metodologi dasar yang ditekankan Durkheim adalah bahwa fakta social harus dijelaskan dalam hubungannya dengan fakta social lainnya. Ini adalah asas pokok yang mutlak. Kemungkinan lain yang palingb besar untuk menjelaskan fakta social adalah menghubungkannya dengan gejala individu ( seperti kemauan, kesadaran, kepentingan pribadi individu, dan seterusnya.

 

 

 

Pembagian kerja

Untuk menganalisa pengaruh (atau fungsi) kompleksitas dan spesialisasi pembagian kerja dalam struktur social dan perubahan perubahan yang diakibatkannya dalam bentuk bentuk pokok solidaritas social. Singkatnya, pertumbuhan dalam pembagian kerja meningkatkan suatu perubahan dalam struktur social dari solidaritas mekanik ke solidaritas organic.

Bagi Durkheim indicator yang paling jelas untuk solidaritas mekanik adalah ruang lingkup dan kerasnya hukum hukum yang bersifat menekan itu (repressive).hukum hukum ini mendefinisikan setiap perilaku sebagai sesuatu yang jahat, yang mengancam atau melanggar kesadaran kolektif yang kuat itu.

Berlawanan dengan itu, solidaritas organic muncul karena pembagian kerja bertambah besar. Solidaritas itu didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi. Durkheim mempertahankan bahwa kuatnya solidaritas organic itu ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat memulihkan (restitutive) daripada yang bersifat represif. Hukum represif mengungkapkan kemarahan kolektif yang dirasakan kuat; hukum restitutif berfungsi mempertahankan atau melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks

 

 

Agama

Hubungan antara orientasi agama dan struktur social.

            Hubungan antara gama dan masyarakat memperlihatkan saling ketergantungan yang sangat erat. Pada intinya, menurut Durkheim, kepercayan kepercayaan totemic (atau tipe tiope kepercayaan agama lainnya) memperlihatkan kenyataan masyarakat itu sendiri dalam bentuk simbolis. Ritus totemic (atau ritus dalam bentuk agama lainnya) mempersatukan individu dalam kegiatan bersama dengan satu tujuan bersama dan memperkuat kepercayaan, perasaan dan komitmen moral yang merupakan dasar struktur social. Jadi ide tentang yang suci itu diperkuat, karena anggota anggota kelompok itu berulang kali mengalami kenyataan kelompok itu sendiri.

           

 

Agama dalam masyarakat modern.

Analisa Durkheim tentang perasaan gembira emosional yang bertalian dengan upacara ritus kolektif mungkin agak tidak pada tempatnya untuk masyarakat masa kini. Sesungguhnya, banyak pemimpin agama bersifat kritis terhadap pelayanan pelayanan ibadah yang memperlihatkan bentuk ritualistic belaka yang tidak mengandung makna atau membangkitkan emosi yang mereka piker bahwa mereka harus berbuat begitu.

            Durkheim mengakui bahwa bentuk bentuk agama tradisional di masa hidupnya tidak memperlihatkan kegairahan hidup yang merupakan sifat agama orang arunta di Australia. Dia juga merasa bahwa kurangnya gairah hidup dalam bentuk bentuk agama di masa hidupnya merupakan gejala rendahnya tingkat solidaritas di dalam masyarakat; meskipun demikian dia percaya bahwa hal ini akan berubah pada suatu saat, karena jenis jenis pengalaman kolektif yang baru melahirkan bentuk bentuk solidatritas yang baru dan bentuk bentuk baru untuk memperkuat solidaritas ini, seperti yang ditulisnya:

 

Kalau sekarang kita merasa agak sulit untuk membayangkan pesta pesta dan upacara upacara apa saja yang ada di masa mendatang, itu disebabkan karena kita sedang melewati suatu tahap transisi dan keadaan moral yang kurang kuat lagi. Hal hal besar di masa lampau yang membuat kakek kakek kita penuh antusias tidak membangkitkan semangat yang sama lagi dalam diri kita…..tetapi suatu saat akan datang apabila masyarakat masyarakat kita mau mengetahui lagi saat saat terjadinya effervescence yang kreatif, dimana ide ide baru muncul dan rumusan rumusan baru diperoleh yang untuk sejenak menjadi pandu bagi kita menuju humanitas; dan apabila saat saat ini sekali akan kita lewati, orang dengan sendirinya akan merasakan kebutuhan dan akan menghidupkannya kembali terus menerus dalam hati, yakni menghidupkannya dalam ingatan dengan perayaan perayaan yang secara teratur menghasilkan buah.

 

 

 

Fungsionalisme

 

Walaupun Durkheim memberikan peringatan mengenai kelemahan atau bahayanya mempergunakan pemikiran teleologis, namun dia mempergunakannya dalam karya-karyanya yang penting. Dalam karyanya mengenai pembagian kerja, Durkheim senantiasa mengadakan pembedaan antara sebab dan fungsi.

Walaupun demikian, kesan tetap ada bahwa ancaman atau kebutuhan akan adanya tertib social merupakan penyebab terjadinya pembagian kerja.penalaran demikian dapat dianggap sebagai teleologi yang tidak tepat, sebab akibat pembagian kerja merupakan penyebab pula dari pembagian kerja.

Dengan demikian, walaupun Durkheim mengingatkan perihal analisa teleologis yang kadang-kadang tidak benar, dia sendiri kadangkala terjerumus ke dalamnya. Kemungkinan besar penyebabnya adalah pembentukan asumsi-asumsi organismik kedalam analisa sosiologis. Walaupun Durkheim memberikan tekanan pada keseluruhan system social, namun dengan memasukkan asumsi-asumsi organismik seperti fungsi, kebutuhan, keadaan normal, patologi, dan lain sebagainya, dia memasukkan konsep-konsep tersebut ke dalam teori-teori sosiologi selama hamper tiga-perempat abad lamanya. Namun perlu diakui bahwa analisanya terhadap topic-topik substantive, menyebabkan analisa secara fungsional menjadi suatu cara yang sangat disukai para sosiolog selama beberapa generasi.

 

 

Anomi

Menurut Durkheim, anomi adalah ancaman khusus yang serius terhadap moralitas. Durkheim yakin bahwa anomi adalah penyebab dari masalah social. Anomi ditunjuk sebagai ancaman ancaman yang potensial, khususnya selama periode transisi menuju suatu tipe struktur social yang baru. Melemahnya ikatan social apa pun merusakkan kepercayaan bersama, melemahkan nilai nilai moral, dan mengendorkan struktur normative. Hasilnya adalah anomi, atau keadaan tanpa arti, dan tanpa norma di mana individu menjadi terkatung katung, putus adri ikatan social di mana pengaturan normative itu dilaksanakan.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Pranowo, M. Bambang, 2008. Sosiologi sebuah pengantar. Tangerang: sejahtera kita.

 

Percy S. Cohen. Modern social theory. New York: Basic Books, inc., publishers, 1968.

 

Emile Durkheim. Sociology and philosophy, Jakarta: erlangga, 1974.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini