EMILE DURKHEIM
Oleh : Roni Kurniawan –jurnalistik B
I. Fungsionalisme
Fungsionalisme dan Emile Durkheim, sebagai ahli waris tradisi pemikiran sosial Prancis, khususnya ajaran organisme yang dilancarkan oleh comte tidak mengherankan jika hasil – hasil karya awal Emile Durkheim terpengaruh terminologi organismik. Asumsi – asumsi dasar Durkheim mencerminkan pokok – pokok pikiran mereka yang sangat terpengaruh oleh aliran organisme. Asumsi dasar itu adalah :
1. Masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri yang dapat dibedakan dari bagian – bagiannya. Masyarakat juga tidak dapat dihabiskan kedalam bagian – bagiannya. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu keseluruhan.
2. Bagian – bagian suatu sistem dianggap memenuhi fungsi – fungsi pokok, maupun kebutuhan sistem secara keseluruhan.
3. Kebutuhan pokok suatu sistem sosial harus dipenuhi, untuk mencegah terjadinya keadaan abnormal atau patologis.
4. Setiap sistem mempunyai pokok – pokok keserasian tertentu yang segala sesuatunya akan berfungsi secara normal.
Durkheim mengakui analisa yang diperkenalkan mengandung berbagai bahaya; namun dia memberikan beberapa alternatif untuk mengatasi beberapa kelemahan itu. Dia menyadari kelemahan analisa teleologis, yakni bahwa berbagai konsekuensi yang terjadi di masa mendatang suatu gejala dengan tujuan akhirnya, yaitu fungsinya. Dengan demikian, walaupun Durkheim mengingatkan perihal analisa telelogis yang kadang kadang tidak benar, dia sendiri kadang kala terjerumus kedalamnya yang mungkin disebabkan oleh pembentukan asumsi asumsi organik kedalam analisa sosiologis.
II. Fakta Sosial
Ide penting lainnya adalah masalah metrologi, Yang memperlalukan fenomena sosial sebagai benda (things). Hal ini berkaitan dengan konsep "fakta sosial" yaitu sebagai fenomena yang harus dikaji secara empiristidak secara filsafati.
Teori perkembangan masyarakat adalah cenderung model unilinier dengan tipe ideal solidaritas sosial mekanik dan solidaritas sosial. Dengan menjadikan fakta solidaritas sosial sebagai unsur dasar dalam masyarakat maka dia membagi masyarakat ke dalam tipe utama dengan cara pembagian yang mirip dengan yang dilakukan Tonnies, masyarakat dimana solidaritas sosialnya bersifat mekanis, atau di dominasi kesadaran kelompok, dan masyarakat dimana solidaritas nya bersifat organis, atau dikarakterisir dengan spesialisasi, divisi buruh, dan saling ketergantungan.
III. Agama
Dalam buku karangan Durkheim yang berjudul " Les Formes Elementaries De La ViE Religion"(bentuk bentuk awal kehidupan agama) tahun 1912, Emile Durkheim melihat bahwa semua agama membedakan antara hal hal yang dianggap sakral dan dianggap profan. Yang sakral adalah hal hal yang dipisahkan daripada yang lain dan yang dilarang. Sakral bisa mempunyai konotasi "suci" bisa juga berarti "berbahaya, terlarang". Durkheim mendefinisikan agama itu adalah sebuah sistem kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan hal hal yang dianggap sakral, yaitu hal hal yang dipisahkan dan dilarang kepercayaan dan perilaku yang mempersatukan semua penganutnya menjadi satu komunitas moral, yaitu berdasarkan nilai nilai bersama, yang disebut umat.
IV. Pembagian Kerja (Division of Labor)
Tesis Durkheim dalam The Division of Labor in Society sebenarnya merupakan pembelaan atas moderenita.Pengikat utama dalam masyarakat modern adalah pembagian kerja yang rumit, yang mengikat orang satu sama lain dalam hubungan ketergantungan. Durkheim percaya bahwa bila penduduk berkembang lebih banyak, maka masyarakat akan lebih kompleks. Pembagian kerja akan lebih sebanding dengan volume dan kepadatan masyarakat. Pembagian kerja semakin berkrmbang maka individu individu tidak akan selamanya sama, sebab pekerjaan mereka mengikuti fungsi spesialis.
Menurut Durkheim struktur dari masyarakat adalah ketetapan, bukan dengan pengulangan dari unsur unsur homogen yang sama, tetapi oleh suatu sistem dari organ yang berbeda, masing masing setiap sesuatu telah mempunyai peran khusus dan milik mereka tidak terbentuk dari bagian yang berbeda. Meskipun masyarakat tumbuh dengan cepat, maka kondisi kehidupan individu tidaklah sama untuk setiap tempat.
V. Anomali
Apabila kondisi masyarakat sudah tidak mempunyai sistem pengaturan utama dan tidak berfungsi lagi dalam membentuk keteraturan dan hubungan harmonisnya, maka hal demikian membawa kepada kondisi "anomie". Secara subyektif individu mengalami keadaan tidak pasti, tidak aman, dimana keinginan dan ambisi pribadinya tidak mungkin dipenuhinya secara realistik, ada perasaan tidak punya arti yang merasa curiga bahwa hidup ini benar-benar tidak punya tujuan dan tidak punya arti. Ada tekanan budaya yang kuat pada individualisme. Fenomenanya dalam bentuk penyakit masyarakat:
1. Anomie pada pembagian kerja, seperti kasus krisis industri dimana terjadi permusuhan antara buruh dengan pengusaha, sehingga individu terisolasi.
2. Tingginya intensitas pembagian kerja, sehingga penempatan individu tidak berdasarkan kemampuannnya.
3. Bentuk patalogis lainnya yaitu fungsi tugas tidak dikerjakan secara penuh sistem.
Daftar Pustaka
- Jatmiko, Sigit Teori-Teori sosial Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005
- Narwoko, Dwi Sosiologi Teks Pengantar & Terapan Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2007
- Bachtiar, Wardi Sosiologi Klasik Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006
- Soekanto, Soerjono Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2011
- Munandar, Muhammad Ilmu Sosial Dasar Bandung, PT Refika Aditama, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar