Rabu, 26 September 2012

Tugas 3_Nina Nurlina_KPI 1D 2012

SOSIOLOGI MENURUT KARL MARX

Karl Marx sebenarnya bukan orang sosiolog. Bahkan istilah sosiologi tidak pernah muncul dalam karya-karyanya. Namun demikian jelas bahwa ia bisa ditempatkan di antara sekian tokoh klasik dari disiplin ilmu ini. Hal penting dari analisisnya tidak hanya yang diakui oleh para pengikut "Marxis" saja namun juga oleh para penulis lain sepeerti Max Weber atau Raymond Aron yang meski tidak memiliki pandangan sama tetapi telah mengakui Karl Marx sebagai referensi wajib dan mengakui kegeniusannya.
1.      Pertentangan Kelas
Perkembangan kapitalisme pernah mengacau balaukan masyarakat feodal yang terstruktur pada tiga aturan besar yaitu kaum petani , kaum aristokrat atau bangsawan dan pendeta. Dengan perkembangan perdagangan, industri dan pusat-pusat urban muncullah dua kelas baru yaitu kelas borjuis (bourgeois) yang telah mendestabilkan rezim (tatanan) lama dan memegang tempat yang dominan, dan kemudian kalangan protelar atau rakyat jelata yang miskin dan terdiri dari sekumpulan tukang di pabrik-pabrik dan para petani yang terusir dari tanahnya dan kemudian menjadi tenaga kerja utama di bengkel kerja dan firma-firma industri besar. Berbagai kondisi kaum protelar pada pertegahan abad XIX banyak dilaporkan melalui sejumlah penelitian. Friedrich Engels rekan kerja Marx pernah mendeskripsikan kondisi kaum proletar inggris yang mengenaskan dalam Rapport sur la situation de la classe laborieuse en Angleterre (Laporan Tentang Situasi Kelas Pekerja di Inggris ) (1844).
Proyek yang dilakukan Marx kurang mengungkapkan eksistensi kelas-kelas sosial atau mendeskripsikan situasinya dibanding memahami dinamika pergulatan kelas. Pertama ia mendefinisikan kelas-kelas itu lewat situasi yang dikaitkan dengan hubungan produksi. Kaum borjuis menjadi pemilik modal. Para "Borjuis kecil" yang merupakan kategori yang tidak terlalu tajam terdiri dari para tukang atau pengrajin, pedagang, notaris, pengacara dan seluruh "birokrat" sedangkan kaum proletar adalah mereka yang "menjual tenaga dalam bekerja".
Marx ingin mendeskripsikan dinamika sebuah masyarakat yang menurut pendapatnya bergerak dalam satu konflik sentral yaitu : perjuangan kelas, yaitu antara kelas borjuis dengan kelas proletar . kaum borjuis yang didorong oleh persaingan dan haus akan keutungan tergerak untuk semakin lama semakin mengeksploitasi kaum proletar. Karena terperangkap dalam kemelaratan dan pengangguran yang bersifat endemik maka kelas proletar hanya memiliki satu-satunya jalan keluar yaitu pemberontakan sporadis atau melakukan revolusi. Karena pergulatan antarkelas ini harus berujung pada terjadinya perubahan dalm masyarakat, maka pemberontakan haruslah bertransformasi dalam bentuk revolusi.
Marx menyadari sepenuhnya eksistensi dan peran berbagai kelas dalam masyarakat. Dalam Les Luttle de classes en France ( Perjuangan Kelas-kelas Sosial di Perancis) i secara tajam mendeskripsikan sekurang-kurangnya tujuh kelas dan fraksi kelas yang berbeda : yaitu kelas aristokrasi finansial , borjuis industrial, borjuis kecil, proletar, petani kecil, tuan-tuan tanah besar dan sebagainya. Namun menurutnya dinamika kapitalisme , konsentrasi produksi dan krisis-krisis yang terjadi secara periodik cenderung meradikalkan pertentangan antara dua golongan diantara mereka : yaitu kaum proletar dan borjuis.
 
2.      Agama
Marx menempatkan agama sebagai candu bagi masyarakat, karena seperti dalam kutipan Marx dalam Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy of Right (1843). "Kesukaran agama-agama pada saat yang sama merupakan ekspresi dari kesukaran yang sebenarnya dan juga protes melawan kesukaran yang sebenarnya. Agama adalah napas lega makhluk yang tertindas, hatinya dunia yang tidak punya hati, spiritnya kondisi yang tanpa spirit. Agama adalah candu masyarakat."
Karl marx berpendapat bahwa agama juga merupakan sebuah ideology. Marx percaya agama merefleksikan suatu kebenaran namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa melihat bahwa kesukaran dan ketidakserasian mereka diciptakan oleh system kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama.  Orang mempercayai keberadaan Tuhan.
Bentuk keagamaan ini mudah dikacaukan dan oleh karena itu selalu berkemunginan untuk menjadi dasar suatu gerakan revolusioner. Marx merasa bahwa agama khususnya menjadi bentuk kedua ideology dengan menggambarkan ketidakadilan kpitalisme sebagai sebuah ujian bagi keyakinan dan mendorong perubahan revolisuoner.
 
3.      Modal Produksi
Suatu masyarakat cenderung mengadopsi sistem relasi-relasi sosial terbaik yang memfasilitasi pekerjaan dan perkembangan kekuatan-kekuatan produktifnya. Oleh karena itu, relasi-relasi produksi bergantung pada wilayah kekuatan-kekuatan material produksi. Kekuatan tersebut adalah alat-alat aktual, mesin-mesin, pabrik-pabrik, dan seterusnya. Dalam Ideologi Jerman (1844-6), Marx dan Engels mengajukan ada empat bentuk moda produksi pokok dalam perjalanan sejarah manusia, yaitu moda Marx sangat tertarik terhadap pendirian para ekonom politik.
Karl Marxian dalam sebuah ekonomi klasik dengan jelas menterhantugkannya pada kapitalis yang berupaya untuk mengubah jumlah atau nilai profit dan mengubah ekspetasi profit dalam kaitannya dengan krisis bisnis. Karl Marx memakai hukumnya itu untuk menjelaskan fluktusi dalam jangka pendek dalam aktifitas ekonomi. Untuk memperoleh profit yang besar, aliran kapitalis menambah komposisi modal. Karl Marx mengatakan bahwa fakor yang menyebabkan fluktuasi dalam aktifitas bisnis, yaitu: jatuhnya nilai profit, faktor teknologi baru yang tidak sama, dan tidak proporsionalnya pengembangan dalam suatu sektor ekonomi yang nantinya dapat menyebabkan penurunan dalam level kegiatan ekonomi. Fluktuasi menurut Marx terjadi dalam suatu system karena pada dasarnya kebanyakan dari aktifitas kapitalis cenderung ingin mencari jumlah profit sebanyak mungkin.
Meskipun model Karl Marx memberi asumsi mengenai adanya pasar persaingan sempurna dengan jumlah yang besar untuk perusahan-perusahan kecil dalam tiap – tiap industri, namun karena ketatnya persaingan maka akan mengarah pada jatuhnya industri – industri  kecil sehingga akan mengurangi persaingan. Untuk mengurangi adanya persaingan salah satunya dengan pemusatan modal.
 
4.      Ideologi
Sebagaimana halnya pertanyaan tentang negara (pemerintahan) , Marx tidak memiliki teori yang sistematik tentang ideologi. Sebaliknya , yang ada hanya analisis-analisis parsial dan belum rampung namun seringkali berbobot dan tajam. Analisis ini berkisar pada beberapa tema yang sifatnya fudamental.
Marx menempatkan ideologi sebagai keseluruhan ide yang dominan dan diusung oleh sebuah masyarakat sebagai kelompok sosial dalam bingkai superstruktur masyarakat. Marx juga memiliki sebuah teori tentang ideologi sebagai macam alienasi. Pengertian ini dipinjam filsuf Ludwig Feuerbach yang merupakan penulis L'Essence du christianisme (Esensi Kristianisme).
 
 
                DAFTAR PUSTAKA
Cabin, Phillipe. 2004. Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikirannya. Yogyakarta : Penerbit Kreasi Wacana.
Bachtiar, Wardi. 2006. Sosiologi Klasik. Bandung : Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini